KATA PENGANTAR
Bismillah Hirrahmannirrahim
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Dengan
memanjatkan puja dan puji Syukur kehadirat
Allah SWT, sehingga atas ridhanya makalah Hadits dapat terselesaikan. Tidak lupa
Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad saw. yang kelak kita nanti-nantikan syafa’atnya dihari yaumul qiyamah
dan beliau juga yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang
penuh cahaya.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing mata kuliah Hukum Acara Perdata di
Pengadilan Agama, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfa’at bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya, amin ya
rabbal ‘alamin.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
Banjarmasin, September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................... 1
Daftar Isi..................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
TAHAP-TAHAP PERSIDANGAN
A. Pembacaan Gugatan.............................................................................. 5
B. Jawaban Gugatan................................................................................... 6
C. Replik
Penggugat.................................................................................. 9
D. Duplik Tergugat..................................................................................... 11
E. Pembuktian............................................................................................. 12
F. Kesimpulan............................................................................................. 13
G. Putusan Hakim....................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang terjadi di antara warga
masyarakat adalah dengan perantaraan kekuasaan kehakiman, orang yang merasa
dirugikan hak atau kepentingannya menggugat orang yang dianggap merugikannya
dimuka pengadilan yang berwenang.
Tujuan para pencari keadilan mengajukan perkara mereka di muka pengadilan
adalah untuk mendapatkan keputusan yang adil guna menyelesaikan perkaranya,
sehingga hak-hak yang diberikan oleh hukum materiil maupun
kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum materiil, baik yang berupa
hukum tertulis maupun yang tidak tertulis, dapat diwujudkan lewat pengadilan.
Tentu saja para pencari keadilan tersebut, terutama pihak yang mengajukan
gugatan (Penggugat), mempunyai keinginan agar perkaranya dapat cepat selesai.
Untuk keperluan ini mereka harus mentaati ketentuan peraturan perundangan
yang mengatur cara-cara penyelesaian perkara melalui pengadilan yang berlaku.
Peradilan yang bersifat cepat, sederhana, biaya murah dan dengan kata-kata
sederhana seringkali justru terjadi sebaliknya. Kalau kita perhatikan bahwa
suatu perkara perdata yang diajukan kemuka pengadilan diselesaikan dalam waktu
yang relatif lama. Ini bisa dikarenakan oleh para pihak yang berperkara
sendiri, hakim yang memeriksa perkaranya, saksi-saksi dan mungkin juga hukum
acara yang dipakai sudah tidak memadai.
Dalam penyelesaian suatu perkara, para pihak dapat mempergunakan upaya yang
diberikan oleh hukum untuk mencapai suatu tujuan dalam proses (upaya hukum).
Salah satu upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh tergugat dalam sidang
pemeriksaan perkara adalah upaya hukum melawan gugatan yang berupa eksepsi dan
rekonveksi disamping jawaban atas pokok perkaranya (verweer ten prinsipaal).
Penggugat juga diberi hak untuk membantah atas jawaban tergugat dalam bentuk
Replik, begitupun tergugat juga berkesempatan mengajukan Duplik atas jawaban
yang disampaikan oleh penggugat. Replik-Duplik ini bisa terjadi berulang kali
selama itu diperlukan.
Faktor lain yang menyebabkan persidangan menjadi lama adalah adanya
interfensi dari pihak lain. Yang biasa disebut dengan pihak ketiga. Pihak
ketiga ini bisa saja mendukung penggugat untuk memenangkan tuntutannya atau
berpihak kepada tergugat agar lepas dari segala tuntutan. Bahkan pihak ketiga
boleh mengajukan dirinya sendiri untuk masuk dalam proses acara persidangan
tanpa mebela siapapun. Terkait dengan beberapa masalah diataslah kami mencoba
menjelaskan sedikit dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini ada beberapa rumusan
masalah dalam tahap-tahap persidangan, yaitu:
1. Bagaimana pembacaan gugatan dalam persidangan ?
2. Bagaimana pula jawaban gugatan dalam persidangan
tersebut?
3. Bagaimana replik penggugat dalam persidangan ?
4. Bagaimana duplik tergugat dalam persidangan ?
5. Bagaimana pembuktian dalam persidangan tersebut ?
6. Bagaimana penetapan kesimpulan dalam persidangan ?
7. Bagaimana penetapan putusan hakim dalam persidangan ?
BAB II
PEMBAHASAN
TAHAP TAHAP PERSIDANGAN
Proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan melalui
tahap-tahap dalam hukum, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap pemeriksaan
tersebut ialah:
I. Pembacaan gugatan.
II. Jawaban gugatan.
III. Replik penggugat.
IV. Duplik tergugat.
V. Pembuktian.
VI. Kesimpulan.
VII. Putusan hakim.
Pada sidang upaya perdamaian,
maka inisiatif perdamaian dapat timbul dari hakim, penggugat ataupun tergugat.
Hakim harus secara aktif dan sungguh-sungguh untuk mendamaikan para pihak. Apabila
ternyata upaya damai tidak berhasil, maka sidang dapat dilanjutkan ke tahap
pembacaan gugatan.
A. Pembacaan Gugatan
Pada tahap pembacaan gugatan, maka
pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil gugatan dan
petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam surat gugat
itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh
keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.
B. Jawaban Gugatan
Pada tahap jawaban ini, pihak
tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala
kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.Dalam pemeriksaan perkara
dipersidangan Pengadilan Negeri jawab-menjawab antara kedua belah pihak merupakan
hal amat penting. Namun demikian, apa yang dikemukakan oleh tergugat merupakan
hal yang lebih penting lagi, karena tergugat merupakan sasaran penggugat.
Karena itu dalam jawab-menjawab, jawaban tergugatlah yang mendapat tempat
pertama.
Pada dasarnya tergugat tidak
wajib menjawab gugatan penggugat. Tetapi jika tergugat menjawabnya, jawaban itu
dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Namun dalam perkembangannya, jawaban diajukan oleh pihak tergugat secara
tertulis. Jawaban tergugat ini dilakukan apabila upaya perdamaian yang
dilakukan hakim tidak berhasil. Karena kedua belah pihak tetap pada prinsip
atau pendirianya, maka hakim mempersilahkan kepada Penggugat untuk membacakan
gugatannya. Setelah selesai dibacakan gugatan tersebut hakim akan memberi
kesempatan kepada Tergugat untuk menjawab atau menangkis gugatan dari Penggugat
dengan fakta-fakta yang diketahuinya secara tertulis, biasanya hakim memberikan
waktu satu minggu kepada Tergugat supaya siap dengan jawabannya dan dibacakan
pada acara sidang berikutnya.
Adapun Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Jawaban yang tidak langsung
mengenai pokok perkara, yang disebut dengan tangkisan atau eksepsi.
2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten
principale). Jawaban mengenai pokok perkara dapat dibagi lagi atas dua
kategori, yaitu:
Ø
Jawaban tergugat berupa pengakuan, Pengakuan berarti membenarkan isi
gugatan penggugat, baik sebagian maupuan seluruhnya. Pengakuan merupakan
jawaban yang membenarkan isi gugatan.
Ø
Jawaban tergugat berupa bantahan, Bila tergugat membantah, maka pihak
penggugat harus membuktikannya. Bantahan (verweer) pada dasarnya bertujuan agar
gugatan penggugat ditolak.
Terkait tangkisan atau eksepsi, bisa juga berarti pembelaan (plea) yang
diajukan tergugat terhadap materi pokok gugatan penggugat. Tujuan pokok
pengajuan eksepsi, yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa
lebih lanjut memeriksa pokok perkara. Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi
bertujuan agar pengadilan menjatuhkan putusan negative, yang menyatakan gugatan
tidak dapat diterima dan berdasarkan putusan negative itu, pemeriksaan perkara
diakhiri tanpa menyinggung penyelesaian materi pokok perkara.
Menurut ilmu pengetahuan hukum
acara perdata, tangkisan atau eksepsi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Eksepsi tolak (declinatoir
exceptie, declinatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menolak, supaya
pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk jenis ini ialah eksepsi tidak
berwenang memeriksa gugatan, eksepsi batalnya gugatan, eksepsi perkara telah
pernah diputus, eksepsi penggugat tidak berhak mengajukan gugatan, eksepsi
tidak mungkin naik banding.
2. Eksepsi tunda (dilatoir
exceptie, dilatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menunda diteruskannya
perkara. Termasuk jenis ini adalah eksepsi karena ada penundaan pembayaran dari
penggugat sehingga tuntutan penggugat belum bisa dikabulkan.
3. Eksepsi halang (peremptoir
exceptie, peremptory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menghalangi
dikabulkannya gugatan penggugat, tetapi telah mendekati pokok perkara. Termasuk
jenis ini eksepsi tentang lampau waktu, eksepsi tentang penghapusan hutang.
Eksepsi tolak juga eksepsi prosesuil, karena didasarkan pada ketentuan
Hukum Acara Perdata. Tergugat memberikan jawaban yang berupa eksepsi prosesuil
untuk menangkis supaya pokok perkara tidak diperiksa karena bukan wewenang
hakim atau karena tidak diperkenankan menurut ketentuan Hukum Acara Perdata
yang berlaku. Eksepsi tunda dan eksepsi halang disebut juga eksepsi materiel, karena didasarkan pada
ketentuan hukum materiel, yaitu hukum perdata. Tergugat memberikan jawaban yang
berupa eksepsi materiel untuk menangkis supaya pokok perkara tidak diperiksa
atau diteruskan karena bertentangan dengan ketentuan hukum perdata.
Akibat hukum daripada adanya jawaban ialah bahwa seperti yang telah
diketengahkan dimuka, penggugat tidak diperkenankan mencabut gugatannya,
kecuali dengan persetujuaan tergugat, kecuali itu tidak diperkenankan
mengajukan eksepsi serta kesempatan untuk mengajukan rekonvensi tertutup.
Selain eksepsi, tergugat juga diperbolehkan mengajukan gugat balik terhadap
penggugat. Dalam gugatan yang kedua ini, yang terpisah dari gugatan yang
pertama, tergugat berkedudukan sebagai penggugat, sedang penggugat berkedudukan
sebagai tergugat. Akan tetapi dalam acara gugatan antara penggugat dengan
tergugat (gugat konvensi) tergugat dapat menggugat kembali pihak penggugat yang
tidak merupakan acara yang terpisah dari gugatan yang pertama. Gugatan dari
pihak tergugat ini disebut gugat balik atau gugat rekonvensi. Penggugat dalam
gugatan pertama atau gugat konvensi, disebut sebagai penggugat dalam
konvensi/tergugat dalam rekonvensi, sedang tergugat disebut sebagai tergugat
dalam konvensi/penggugat dalam rekonvensi.
Gugat rekovensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap
penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka atau disebut
juga gugatan balasan, gugatan balik. Tidak berarti meskipun tergugat membalas
gugatan, lalu ada 2 perkara yang terpisah. Dalam gugatan tersebut berisi :
Ø
Ada pihak penggugat dan pihak tergugat
Ø
Penggugat dalam konvensi dan tergugat dalam konvensi.
Sedangkan dalam gugatan Rekonvensi itu :
Ø
Penggugat menjadi tergugat, disebut : Tergugat dalam rekonvensi
Ø
Tergugat menjadi penggugat, disebut : Penggugat dalam Rekonvensi.
Jadi kedua perkara terserbut diperiksa dan diputus sekaligus dalam
satu putusan. Dan masing-masing pihak akan berusaha membuktikan kebenaran
masing-masing dalil gugatannya disertai tuntutan (petitum) masing-masing pihak.
Menurut ketentuan pasal 132 a H.I.R – 157 R.Bg. terhadap setiap gugatan,
tergugat dapat mengajukan rekonvensi kecuali dalam tiga hal, yaitu:
1. Rekonvensi tidak boleh diajukan
apabila penggugat bertindak dalam suatu kwalitas, sedangkan rekonvensi
ditujukan kepada diri penggugat peribadi dan sebaliknya. Misalnya, penggugat
Albert dala kwalitas sebagai Direktur P.T. Musi Jaya Plantation mengajukan
gugatan terhadap tergugat Bidin. Kemudian tergugat Bidin menjawab dengan
mengajukan rekonvensi kepada Albert pribadi. Rekonvensi semacam ini tidak
diperbolehkan dan hakim akan menolaknya, karena Albert itu bukan sebagai
pribadi, melainkan Direktur P.T. Musi Jaya Plantation.
2. Rekonvensi tidak boleh diajukan
apabila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugatan tidak berwenang memeriksa
gugatan rekonvensi. Misalnya penggugat Asnam (bekas suami beragama Islam)
mengajukan gugatan terhadap tergugat Buntari (bekas isteri yang beragama Islam)
mengenai pembagian harta yang dikuasainya. Kemudian tergugat Buntari mengajukan
jawaban beserta rekonvensi kepada penggugat soal nafkah yang belum dipenuhinya.
Disini persoalan nafkah termasuk wewenang Pengadilan Agama. Rekonvensi semacam
ini akan ditolak oleh haki (kompetensi absolut).
3. Rekonvensi tidak boleh diajukan
apabila mengenai perkara tentang pelaksanaan putusan hakim . dalam soal
pelaksanaan putusan hakim, tidak ada lagi menyangkut penetapan hak karena
perkaranya sudah diputus dan tinggal lagi pelaksanaan hak yang telah ditetapkan
dala putusan itu. Sedangkan rekonvensi itu masih menyangkut penetapan hak,
rekonvensi semacam ini harus ditolak. Misalnya, hami memerintahkan tergugat
yang dinyatakan kalah supaya melaksanakan putusan yaitu menyerahkan sebidang
sawah kepada penggugat. Kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya
penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan sawah tersebut. Hakim akan
menolak rekonvensi ini.
Gugatan konvensi dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus dalam
satu surat putusan. Tetapi apabila hakim berpendapat bahwa perkara yang satu
(konvensi) dapat diperiksa lebih dulu, maka hakim dapat memisahkan gugatan
konvensi dan rekonvensi itu. Jika perkara itu dipisah, maka kedua perkata
tersebut tetap diperiksa oleh hakim yang sama
C. Replik Penggugat
Replik berasal dari dua kata yaitu re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi
replik berarti kembali menjawab. Replik adalah jawaban balasan atas jawaban
tergugat dalam perkara perdata (JTC Simoramgkir,cs 1980 :148). Replik harus
disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas jawaban tergugat. Oleh karena itu,
replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat. Bahkan
tidak tertutup kemungkinan membuka peluang kepada penggugat untuk mengajukan
rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap jawaban
Tergugat atau boleh jadi penggugat menambah keterangannya dengan tujuan untuk
memperjelas dalil yang diajukan penggugat dalam gugatannya.
Sebagaimana halnya jawaban, maka replik juga tidak di atur di dalam
H.I.R/R.Bg, akan tetapi dalam pasal 142 reglemen acara perdata, replik biasanya
berisi dalil-dalil atau hak-hak tambahan untuk menguatkan dalil-dalil gugatan
penggugat. Penggugat dalam replik ini dapat mengemukakan sumber sumber
kepustakaan, pendapat pendapat para ahli, doktrin, kebiasaan, dan sebagainya.
Peranan yurisprudensi sangat penting dalam replik, mengigat kedudukanya adalah
salah satu dari sumber hukum. Untuk menyusun replik biasanya cukup dengan mengikuti
poin-poin jawaban tergugat.
Pada tahap replik, penggugat
dapat menegaskan kembali gugatannya yang disangkal oleh tergugat dan juga mempertahankan
penggugat melaui hakim. Replik yaitu jawaban penggugat baik
terulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan
penggugat untuk meneguhkan gugatannya , dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat
dalam jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara perdata
dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawaban.
Replik merupakan tahapan persidangan yang diberikan kepada Penggugat dimana
Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan hak perdatanya atas
sanggahan yang diberikan Tergugat berupa tanggapannya atas Jawaban yang
diberikan Tergugat .Replik tidak diatur dalam HIR namun diatur dalam pasal 142 Rv (Reglement op
Rechtsverordering).
Dalam Replik biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan sanggahan
atau penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat yang dikemukakan
dalam jawabannya. Bila dalam jawaban ada dalil-dalil yang bertolak belakang dengan dalil Penggugat dalam gugatannya maka
pada tahap replik penggugat akan berusaha memperkuat dalil yang telah
dikemukakan tersebut dengan menambahkan pendapat doktrin atau Yurisprudensi
yang berkaitan erat dengan dalil yang telah dibantah tergugat tersebut.
Sehingga kadang-kadang untuk semakin memperkuat dalil tersebut juga
ditambahakan bukti baru yang menambah kejelasan akan dalil yang telah dikemukakan
dalam gugatan semula.
Dalam replik juga dikemukakan dalil baru yang belum pernah dinyatakan dalam
gugatan. Dalil baru tersebut biasanya merupakan dalil yang berdiri sendiri
tetapi posoisinya tetap akan semakin memperkuat dalil-dalil gugatan secara
keseluruhan sebagaimana yang dikemukakan dalam gugatan semula. Dengan demikian
dapat dikatakan dalil-dalail yang dikemukakan penggugat dalam repliknya merupakan
dalil-dalil yang membatah dalil-dalil tergugat dalam jawabannya juga sekaligus
semakin mempertegas dan memperkokoh dalil-dalil yang telah dikemukakan dalam
gugatan semula. Bila ada eksepsi yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya
maka penggugat pada repliknya harus memberikan tanggapannya yang cecara
keseluruhan berisi dalil-dalil yang mematahkan eksepsi yang dikemukakan
tergugat tersebut.
Demikian pula bila ada eksepsi-eksepsi lain maka penggugat dalam repliknya
harus memberikan tanggapan atas eksepsi tersebut apakah membenarkan atau
menolaknya. Demikian pula pada bagian pokok perkara dalam replik maka ada
klausul yang harus dimuat disana.
Pertama adalah menyatakan bila pada bagian eksepsi yang berisi sanggahan
atau penolakan atas dalil eksepsi tergugat merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pokok perkaranya tersebut. Hal ini penting dinyatakan karena
hampir sebagian besar eksepsi merupakan eksepsi yang termasuk dalam pokok
perkara sehingga harus diperiksa dan diputus bersama-sama dalam pokok perkara pada putusan akhir.
Kedua, klausul yang berisi penolakan atas sebagian atau seluruhnya dari
dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat dalam jawabannya dan menyatakan diakui bila
ada pengakuan sepanjang memang diakui oleh penggugat. Kmeudian penggugat
harus menetukan sikap dan kejelasan pokok masalahnya atas setiap dalil-dalil
yang dikemukakan oleh tergugat satu demi satu. Penolakan itu harus dimuat dalam
repliknya satu demi satu. Bila ternyata dalil-dalil dalam jawaban tersebut
mempunyai kesamaan maka penggugat dalam menanggapinya bisa memasukan
penolakannya tersebut dalam suatu kesatuan. Bila dalam jawaban tergugat
mengajukan eksepsi maka petitum dari replik juga mengalami pergeseran bentuk
yang tidak sama dengan petitum dalam gugatan dan petitum dalam jawaban sepanjang mengenai eksepsinya.
D. Duplik
Penggugat
Setelah penggugat mengajukan
replik, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah duplik, yaitu jawaban
tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Sama dengan replik, duplik
ini pun dapat diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat untuk
meneguhkan jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan
penggugat.
Duplik adalah jawaban tergugat
atas replik yang diajukan penggugat. Tergugat dalam dupliknya mungkin
membenarkan dalil yang diajukan penggugat dalam repliknya dan tidak pula
tertutup kemungkinan tergugat mengemukakan dalil baru yang dapat meneguhkan
sanggahannya atas replik yang diajukan penggugat. Tahapan replik dan duplik
dapat saja diulangi sampai terdapat titik temu antara penggugat dengan tergugat
atau dapat disimpulkan titik sengketa antara penggugat dan tergugat, atau tidak
tertutup kemungkinan hakimlah yang menutup kemungkinan dibukanya kembali proses
jawab-menjawab ini, apabila majelis hakim menilai, bahwa replik yang diajukan
penggugat dengan duplik yang diajukan tergugat hanya mengulang-ulang dalil yang
telah pernah dikemukakan di depan sidang. Tergugat selalu mempunyai hak
bicara terakhir. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan
yang relevant dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak. Semua jawaban
atau pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui izin dari ketua
majlis.
Pertanyaan dari hakim kepada
pihak, yang bersifat umum arahnya sidang, selalu oleh hakim ketua majlis.
Bilamana pihak-pihak dan hakim tahu dan mengerti jawaban atau pertanyaan mana
yang terarah dan relevant dengan hukum, tentunya proses perkara akan cepat,
singkat dan tepat.
Pada tahap duplik, maka
tergugat dapat mejelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh
penggugat.replik dan duplik dapat diulang-ulang sehingga hakim memandang cukup
untuk itu yang kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Duplik merupakan tahapan yang
dimiliki tergugat. Bila perlu dalil tersebut sekaligus juga harus dapat mematahkan
atau setidaknya melemahkan dalil yang dikemukakan penggugat dalam repliknya.
Kemudian dalam pokok perkara sama dengan replik ada dua klausul yang harus
dimuat. Pertama, berisi pernyataan agar dalil-dalil yang dikemukakan pada
bagian eksepsi dianggap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok
perkaranya. Kedua, merupakan pernyatan yang menolak dalil-dali penggugat secara
keseluruhan, kecuali memang ada dalil yang diakui olehnya.
Kemudian dalil-dalil pada replik
harus satu demi satu dibantah/ditolak atau mungkin diakui oleh tergugat. Sedang bentuk petitumnya
memakai model yang sama dengan replik namun isinya tentunya harus bertentangan
dengan apa yang dikemukakan pada replik tersebut.
E. Pembuktian
Atas gugatan
Penggugat/permohonan Pemohon, Tergugat/Termohon mempunyai hak untuk menjawab
yang tertuang dalam Jawaban Tergugat/Termohon baik
dalam bentuk lisan atau tulisan. Atas jawaban tersebut, Penggugat/Pemohon
mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Replik. Atas Replik tersebut,
Tergugat/Termohon juga mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Duplik.
Apabila masih dimungkinkan untuk ditanggapi kembali, maka Penggugat/Pemohon
dapat menuangkannya dalam Rereplik. Atas Rereplik
tersebut, Tergugat/Termohon dapat menanggapinya dalam Reduplik.
Setelah ini, acara jawab-menjawab dianggap selesai dan acara dilanjutkan ke
tahap pembuktian. Jika setelah penyampaian Duplik oleh Tergugat/Termohon, tidak
ada tanggapan lagi dari Penggugat/Pemohon, maka acara jawab-menjawab dianggap
telah selesai dan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu pembuktian.
Apabila acara jawab-menjawab
antara penggugat dan tergugat sudah cukup, dimana duduk perkara perdata yang
diperiksa sudah jelas semuanya, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah
pembuktian.
Pada tahap pembuktian, maka penggugat mengajukan semua alat-alat bukti
untuk mendukung dalil-dalil gugat. Demikian pula penggugat juga mengajukan
alat-alat bukti untuk mendukung jawabannya (sanggahannya). Masing-masing pihak
berhak menilai alat bukti pihak lawannya. Setelah proses jawab-menjawab
(gugatan, jawaban, replik, duplik) sidang perkara perdata dilanjutkan dengan
pembuktian (apabila dianggap perlu dapat pula dilakukan pemeriksaan setempat
serta pemeriksaan ahli).
F. Kesimpulan
Pada tahap kesimpulan, maka
masing-masing pihak (penggugat dan tegugat) mengajukan pendapat akhir tentang
hasil pemeriksaan.Setelah tahap pembuktian, majelis hakim kemudian
bermusyawarat untuk merumuskan putusan. Hakim tidak diizinkan menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang
digugat (Pasal 178 HIR).
G. Putusan Hakim
Pada tahap putusan, maka hakim
menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan hakim untuk
mengakhiri sengketa.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Tahap-tahap dalam persidangan yaitu
diantaranya sebagai berikut :
Ø
Pembacaan
gugatan
Yaitu pihak penggugat berhak meneliti
ulang apakah seluruh materi (dalil gugatan dan petitum) sudah benar dan
lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam surat gugat itulah yang menjadi acuan
(obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat
dalam surat gugatan.
Ø
Jawaban
gugatan
Yaitu pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala
kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.
Ø
Replik
penggugat
Yaitu respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat.
Ø
Duplik
tergugat
Yaitu jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat.
Ø
Pembuktian
Yaitu penggugat mengajukan semua alat-alat bukti untuk mendukung dalil-dalil
gugat.
Ø
Kesimpulan
Yaitu masing-masing pihak (penggugat dan tegugat) mengajukan pendapat akhir
tentang hasil pemeriksaan
Ø
Putusan
hakim
Yaitu hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan
menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan hakim untuk mengakhiri sengketa.
DAFTAR
PUSTAKA
Darwan Prinst, S.H. Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata.,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1992
Sutantio, Retnowulan dkk. 2005. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek. Bandung: Mandar Maju
Muhammad, Abdulkadir. 1996. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti
Mertokusumo, Sudsikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia.
Yogyakarta: Mandar Maju
Soweparmono. 2000. Hukum Acara Perdata. Bandung: Mandar Maju
Rasyid, Chatib dan Syaifuddin. 2009. Hukum Acara dalam Teori dan Praktik
pada Peradilan. Yogyakarta: UII Pers.
Harahap, M. Yahya. 2009. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar
Grafika
Manan, Abdul. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama. Jakarta: Kencana
www.scribd.com/doc/21264385/Replik
http://afiqi-sirau.blogspot.com/2009/01/duplik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar