BAB I
PENDAHULUN
A. Latar Belakang Masalah
Menciptakan perdamaian diantara pluralisme agama dan budaya, memang
merupakan cita cita bersama seluruh umat manusia seantero dunia. Karena itu,
konsep toleransi
sebagai elemen penting dalam masyarakat ideal, selalu menjadi prinsip
kebersamaan. Meskipun demikian, fanatisme berlebihan dan loyalitas mendalam
terhadap agamanya, sering membuat mati hati umat manusia hingga melupakan
pentingnya kebersamaan diantara perbedaan.
Hal inilah yang melanda pemeluk agama Kristen dengan loyalitas
tinggi pada paus dan kaum muslim yang menjadikan semangat jihad sebagai
pandangan hidup, lalu berada pada posisi saing yang sama dalam merebut
hegemoni. Konsekwensinya, konflik berdasarkan kepentingan dan warisan sejarah
pun tidak dapat dihindari yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Salib.
Penanaman peristiwa akbar ini , didorong oleh pertimbangan
kondisional sekitar terjadinya ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak
Kristen terhadap kekuatan Muslim dalam periode 1095-1291 M. hal ini disebabkan
karena adanya dugaan bahwa pihak kristen dalam melancarkan serangan tersebut
didorong oleh motivasi keagamaan.
Selain itu, penamaan ini juga disebabkan atas penggunaan simbol salib pada saat terjadi perang. Namun jika dicermati lebih mendalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai Perang Salib ini, dapat dilihat dari beberapa kondisi yang mengiringi sekaligus motif terjadinya.
Selain itu, penamaan ini juga disebabkan atas penggunaan simbol salib pada saat terjadi perang. Namun jika dicermati lebih mendalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai Perang Salib ini, dapat dilihat dari beberapa kondisi yang mengiringi sekaligus motif terjadinya.
Propaganda Alexius Comnenus kepada Paus Urbanus II, untuk membahas
kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Saljuq. Bahwa Paus merupakan
sumber otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati propagandanya.
Paus Urbanus II segera mengumpulkan tokoh-tokoh-tokoh Kristen, sebelah tenggara
Prancis. Dalam pidatonya di Clermont, sang Paus memerintahkan kepada pengikut
Kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan muslim.
Dalam propagandanya sang Paus menjanjikan apapun atas segala dosa
bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan ini. Mereka isu persatuan
umat Kristen segera bergema menyatukan negeri-negeri sang Kristen melalui
seruan Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen
berbondong-bondong memenihi seruan sang paus, mereka berkumpul di
Konstantinovel. Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Prancis dan bangsa
Normandia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Sejarah
dan Penyebab Terjadinya Perang Salib ?
2. Apa Macam-macam Periodisasi
perang salib ?
3.
Bagaimana Akibat dari Terjadinya Perang Salib ?
4.
Apa Saja Peninggalan
dari Perang Salib ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
dan Penyebab Terjadinya Perang Salib
Perang
salib terjadi selama kurang lebih dua abad. Peristiwa ini menanamkan benih
permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap orang Islam, yang
kemudian meletusnya Perang Salib ini. Kebencian ini bertambah setelah dinasti
Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti
Fathimiyyah yang berkedudukan di Mesir. Hingga akhirnya kebijakan yang
dikeluarkan oleh Dinasti Seljuk bagi umat Kristiani yang hendak berziarah
kesana dirasakan sangat memberatkan dan menyulitkan. Perang ini juga merupakan
kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani, yakni pada periode
1096-1291.[1]
Perang salib (1096-1291) terjadi sebagai
reaksi dunia kristen di Eropa terhadap dunia Islam di Asia yang sejak 632 M,
dianggap sebagai pihak “penyerang”, bukan saja di Siria dan Asia Kecil, tetapi
juga di spanyol dan sisilia disebut Perang Salib, karena ekspedisi militer
kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa
peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk
membebaskan kota suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang-orang Islam.
Penyebab langsung terjadinya Perang Salib
adalah permintaan Kaisar Alexius Connenus pada tahun 1095 kepada Paus Urbanus
II. Kaisar dari Bizantium meminta bantuan dari Romawi karena daerah-daerahyang
tersebar sampai ke pesisir Laut Marmora “dibinasakan” oleh Bani Saljuk.
Penyebab lain Perang Salib adalah faktor
sosial ekonomi. Perang Salib bagiorang-orang kristen juga merupakan jaminan
untuk masuk surga sebab mati dalam Perang Salib, menurut mereka adalah mati
sebagai pahlawan agama dan langsung masuk surga walaupun mempunyai dosa-dosa
pada masa lalunya.
B. Periodisasi Perang Salib
Philip K. Hitti menyederhanakan periodisasi
perang salib dalam tiga periode :
1. Masa penaklukan (1009-1144)
2. Masa timbulnya reaksi umat islam (1144-1192)
3. Masa perang saudara kecil-kecilan yang berakhir sampai 1291 M.
Periode pertama disebut periode penaklukan. Jalinan
kerja sama Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat
umat Kristen. Pidato tersebut membuat orang-orang kristen mendapat suntikan
untuk mengunjungi kuburan suci. Hasan Ibrahim menggambarkan gerakan ini sebagai
gerombolan rakyat jelata yang tidak memiliki pengalaman perang, tidak disiplin
dan tanpa persiapan. Gerakan ini dipimpin oleh Pieera I’ermite.
Pasukan salib berikutnya dipimpin oleh Godfrey
of Bouillon. Mereka berhasil menduduki kota suci Palestina (Yerussalem) pada 7
juli 1099. Sebelum menduduki Baitulmakdis, pasukan ini terlebih dahulu merebut
Anatalia Selatan, Tarsus, Antiolia, Allepo, dan Ar-Ruba’(Edessa), juga merebut
Tripoli, Syam (Suriah), dan Arce.
Periode kedua, disebut periode reaksi umat islam .
Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan islam ketangan kaum salib membangkitkan
kaum muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi mereka. Dibawah komando
Imaduddin Zangi, Gubernur Mosul, kaum muslimin bergerak maju membendung
serangan pasukan salib. Bahkan, mereka berhasil merebut kembali Allepo Edessa.
Setelah Imadudin Zangi wafat tahun 1146,
posisinya digantikan oleh putranya, Naruddin Zangi. Ia meneruskan cita-cita
ayahnya yang ingin membebaskan negara-negara islam ditimur dari cengkraman kaum
salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskan antara lain Damaskus (1147), Antiolia
(1149), dan Mesir (1169).
Kemenangan kaum muslimin ini, terutama setelah
munculnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Saladin) di Mesir yang berhasil
membebaskan Baitulmakdis pada 2oktober 1187. Ekspedisi ini dipimpin oleh
raja-raja besar Eropa, seperti Frederick I, Richard I, dan Philip II.
Frederick yang memimpin divisi darat tewas
ketika menyeberangi sungai Armenia, dekat kota Ruba’. Dua divisi lainnya yang
menempuh jalur laut bertemu di Sisilia. Kemudian melanjutkan perjalanan ke
Suriah (Syam).
Dalam keadaan demikian pihak Richard dan pihak
Saladin sepakat untuk melakukan gencatan senjata dan membuat perjanjian. Inti
perjanjian damai itu adalah daerah pedalaman akan menjadi milik kaum muslimin
dan umat kristen yang akan berziarah ke Baitulmakdis akan terjamin keamanannya.
Adapun daerah pesisir utara, arce, dan jaita berada dibawah kekuasaan tentara
salib.
Periode ketiga lebih dikenal dengan periode perang saudara
kecil-kecilan (periode kehancuran) didalam pasukan salib. Ini disebabkan
oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat
materialistik daripada motivasi agama. Dalam periode ini muncul pahlawan wanita
dari kalangan kaum muslimin yang terkenal gagah berani, yaitu Syajar Ad-Durr.
Ia berhasil menghancurkan pasukan Raja Louis IX dari Prancis sekaligus
menangkap raja tersebut.
C.
Akibat Perang
Salib
Perang Salib menimbulkan beberapa akibat
penting dalam sejarah dunia. Perang Salib membawa Eropa ke dalam kontak
langsung dengan dunia muslim dan terjadinya hubunngan antara timur dan barat.
Keuntungan Perang Salib bagi Eropa adalah
menambah lapangan perdagangan, mempelajari kesenian dan penemuan penting
seperti kompas pelaut, kincir angin dan sebagian dari orang islam mereka juga dapat
mengetahui cara bertani yang maju dan mempelajari kehidupan industri timur yang
lebih berkembang. Orang barat mulai menyadari kebutuhan akan barang-barang
timur dan karena kepentingan ini perdagangan antara menjadi lebih berkembang.[2]
D. Kondisi
Pasca Perang Salib
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling
suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib
melintasi Eropa dan juga
perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Orthodox Timur. Kekerasan terhadap Kristen Orthodox ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024,
dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya
serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya
melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi
seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen
lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh
mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, Perang Salib tidak pernah mencapai
tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 M
dan sesudah penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham
Catharisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang Salib mengalami kemerosotan nilai
yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga kepausan terhadap agresi politik dan
wilayah yang terjadi di Katolik Eropa. Orde ksatria Salib mempertahankan wilayah
adalah orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde
ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad
ke-16 dibuang ke Malta.
Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M.
E.
Peninggalan
dari Perang Salib
Diantara beberapa peninggalan dari hasil
pertempuran ini adalah :
- Politik dan Budaya
Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan Pada masa itu,
sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi
pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang
pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi
gereja pada masa awal perang salib. Meski benua Eropa telah bersinggungan
dengan budaya Islam selama
berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu
pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari
dunia Islam ke dunia Barat selama masa Perang Salib. Pengalaman militer Perang
Salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa
mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang
dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai
tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia,
terutama Asia. Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan
penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat.
Kemajuan bangsa Arab termasuk
perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju
perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada
masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.
- Perdagangan
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan
menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa.
Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan
oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena
Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena
banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari
timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan
yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun
kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang
ke Eropa yang
sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal.
Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju,
bentuk awal dari mesin, jeruk, apel,
hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi. Keberhasilan untuk
melestarikan Katolik Eropa,
bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium.
Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah
tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204 M, Byzantium tidak
pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada
tahun 1453 M.
Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat
digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap
ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat
disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua
pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama
dalam menyelamatkan katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam
dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan kekristenan.
Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi
terlokalisir pada dunia Islam. Dimana persamaan antara bangsa Frank dengan Tentara Salib meninggalkan bekas yang
amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang
ksatria Kurdi, sebagai
pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan
kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus
menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai perang
salib. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam
dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka panjang
menghancurkan tentang Perang Salib. Menurut ahli sejarah, Peter Mansfield, adalah
pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Ilustrasi dalam
Injil Perancis dari tahun 1250 M yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi
(dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib.Terjadi kekerasan tentara
Salib terhadap bangsa Yahudi di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan
juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan
pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit. Meski tidak
ada satu Perang Salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi.
Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang mendalam dan kesan yang buruk
pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Kebencian kepada bangsa Yahudi
meningkat. Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan
pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan
bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad
pertengahan.
- Pegunungan Kaukasus
Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara
Salib. Di pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran
tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung
dari sebuah kelompok tentara Salib yang terpisah dari induk pasukannya dan
tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian budaya Perang Salib yang masih
utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju
rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Ahli ethnografiRusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di
pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini
adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan,
bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat kebiasaan suku ini pada
tahun 1935 M.[3]
BAB III
PENUTUP
Simpulan :
Perang Salib (Perang Suci) merupakan peperangan antara tentara Islam
dengan Kristen. Hal ini terjadi bermula kebencian umat Kristiani terhadap masa
pemerintahan Dinasti Seljuk yang dapat menguasai kota suci mereka. Terlebih
dinasti menguasai Baitulmakdis. Dalam peperangan ini tentara Salib memakai
tanda salib di pakaiannya sebagai tanda pemersatu umat Kristiani dan
menunjukkan peperangan suci.
Perang Salib dibagi ke dalam tiga periode,
yaitu periode pertama yang disebut sebagai periode penaklukkan. Kemudian
periode kedua yang disebut dengan periode reaksi umat Islam dan yang terakhir adalah
periode ketiga disebut dengan periode kehancuran.
Keuntungan perang salib bagi eropa adalah menambah lapangan perdagangan,
menambah kesenian, dan penemuan penting. Umat islam berhasil mempertahankan
daerahnya dari tentara salib namun kerugian mereka sangat besar kerugian itu
mengakibatkan kekuatan politik umat islam menjadi lemah.
Ada beberapa
peninggalan dan dampak yang diakibatkan hasil dari Perang Salib ini.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
- Politik dan budaya yang sangat berpengaruh pada masa abad pertengahan Eropa yang dikenal dengan istilah Renaissance.
- Dengan mengenalnya perdagangan yang dilakukan oleh kaum muslimin, berpengaruh pesat terhadap sistem perdagangan Eropa. Mereka bias menemukan hal-hal yang sebelumnya belum pernah mereka temukan.
- Kemajuan dibidang berperangnya juga merupakan salah satu dampak peperangan ini. Orang-orang Kristen Eropa pada khususnya mengetahui bagaimana caranya berperang, seperti menunggang kuda, cara menyemangati ketika berperang, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Maslani dan Ratu Suntiah. 2010. Sejarah
Peradapan Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban
Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradapan Islam
(Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT Raja Grafinda Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar