BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kalimat إنّ dan أنّ kalimat huruf yaitu huruf taklid yakni huruf yang berfungsi
untuk mengeluarkan/menyakinkan yang dalam bahasa Indonesia lazim diberi arti Sesungguhnya.[1]
Jadi, إنّ
dan أنّ
ialah taklid atau menguatkan shifat musnad ilaih pada musnad yaitu
“sesungguhnya”.[2]
Hamzah إنّ
wajib dibaca kasrah apabila lafal sesudah إنّ tak dapat dita’wil mashdarnya. Sedangkan
hamzah أنّ wajib dibaca fathah apabila lafal sesudah أنّ wajib
dita’wil dengan mashdar marfu’, mashdar manshub atau dengan mashdar majrur.
Penggunaan kalimat إنّ dan أنّ dalam bahasa Arab banyak sekali terdapat dibeberapa tempat.
Penggunaan kalimat إنّ dan أنّ dalam bahasa Arab masing-masing berada disebelas tempat. Untuk
itu agar lebih jelasnya tentang penguraian penggunaan kalimat إنّ dan أنّ ini
akan dibahas dalam bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
- Bagaimana penggunaan hamzah إنّ dalam bahasa Arab?
- Bagaimana penggunaan hamzah أنّ dalam bahasa Arab?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penggunaan Hamzah إنّ Dalam Bahasa Arab
Hamzah إنّ wajib di baca kasrah apabila lafal sesudah إنّ tak dapat dita'wil
mashdar, yaitu berada disebelas tempat:[3]
1.
إنّ berada di awal kalimat, baik secara hakiki maupun hukmi.
Contoh:
- Hakiki
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû Ï's#øs9 Íôs)ø9$# ÇÊÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam
kemuliaan.” (QS. Al-Qadr:
1)
- Hukmi
Iwr& cÎ) uä!$uÏ9÷rr& «!$# w êöqyz óOÎgøn=tæ wur öNèd cqçRtøts ÇÏËÈ
Artinya:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62).
Apabila إنّ berada sesudah huruf-huruf berikut ini:[4]
a.
Huruf
tanbih (peringatan) seperti اَلاَ(Ingatlah).
b.
Huruf
iftihah (permulaan) seperti اَلاَ dan اَمَّا (adapun).
c.
Huruf tahdhidh (dorongan) seperti هَلاَّ (sudikah,
maukah).
d.
Huruf
rad’ (larangan) seperti نَعَمْ (ya)
dan لَا
(tidak).
Maka hamzahnya wajib dibaca kasrah, karena إنّ masih dihukumi
berada dipermulaan kalimat.
Begitu pula hamzah إنّ wajib dibaca kasrah apabila berada sesudah
حتى البتداثية (حتى
permulaan) dan jumlah ايتداثية atau استئنا فية (permulaan).
Misalnya:
Lafal
|
Arti
|
مَرِضَ
زَيْدٌحَتَّى انّهم لايرجونه
|
Zaid sakit
sehingga mereka tidak mengharapnya.
|
وَقَلَّ
مَالُهُ حَتَّى انِّهم لايكلّمونه
|
Dan sedikit
hartanya, hingga mereka tidak membicarakannya.
|
2.
إنّ berada sesudah lafal حيت (di mana).
Misalnya:
اِجْلِسْ حيث
اِنّ العلم موجود : Duduklah di mana sesungguhnya ilmu
berada.
3.
إنّ berada sesudah ذْاِ (pada waktu).
Misalnya:
جئتك اِذْاِنَّ
الشمس تطلع :
Saya datang kepadamu ketika matahari itu terbit.
4.
إنّ berada di awal jumlah yang menjadi صلة
الموصول
Contohnya:[5]
- جاءالذى انه
مجتهد : Telah datang orang
yang bersungguh-sungguh.
- Firman Allah SWT:
. . . ( çm»oY÷s?#uäur z`ÏB ÎqãZä3ø9$# !$tB ¨bÎ) ¼çmptÏB$xÿtB é&þqãZtGs9 Ïpt6óÁãèø9$$Î/ Í<'ré& Ío§qà)ø9$#
Artinya:
“. . . dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan
harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang
kuat-kuat . . .” (QS.
Al-Qashash: 76).
5.
Lafal
yang berada sesudah إنّ adalah sebagai jawab terhadap qasam.
Contoh:
الله ان العلم نور و : Demi Allah
sesungguhnya ilmu bagaikan cahaya.
-
Firman
Allah SWT:
û§ ÇÊÈ Éb#uäöà)ø9$#ur ÉOÅ3ptø:$# ÇËÈ y7¨RÎ) z`ÏJs9 tûüÎ=yößJø9$# ÇÌÈ
Artinya:
“Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu salah seorang
dari rasul-rasul.” (QS. Yasin:
1-3).
6.
إنّ berada sesudah lafal yang musytaq dari قول yang tidak
bermakna ظَنَّ. Seperti firman Allah SWT:
tA$s% ÎoTÎ) ßö7tã «!$#
Artinya:
“Perkara Isa : Sesungguhnya aku ini hamba Allah. (QS. Maryam: 30)
Dan apabila bermakna ظَنَّ, maka إنّ yang berada sesudahnya wajib dibaca fathah
hamzahnya, karena lafal sesudah إنّ dita’wil mashdar menjadi
مفول به
Contoh:
Lafaz
|
Ta’wil
|
Arti
|
اَتَقُولٌ
اَنَّ عَبدَاللهِ يَفْعَلُ هَذا؟
|
انظن انه
يفعله؟
|
Apakah kamu menduga bahwa Abdullah mengerjakan ini
|
7.
Hamzah
إنّ
wajib dibaca kasrah apabila إنّ dan lafal sesudahnya berstatus sebagai hal (حال). Misalnya:[6]
-
جئتُ وانّ الشمس نغربُ (Saya datang diwaktu matahari terbenam).
-
Firman
Allah SWT:
!$yJx. y7y_t÷zr& y7/u .`ÏB y7ÏG÷t/ Èd,ysø9$$Î/ ¨bÎ)ur $Z)Ìsù z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# tbqèdÌ»s3s9 ÇÎÈ
Artinya:
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan
kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu
tidak menyukainya. (QS. Al-Anfal:
5)
8.
Apabila
إنّ
bersama lafal sesudahnya berstatus sebagai صفة terhadap lafal sebelumnya.
Misalnya:
جاءرجلٌ انه فاضل (Datang seorang laki-laki yang mulia).
9.
إنّ berada dipermulaan jumlah yang menjadi pemula ((استئنافية. Seperti lafal: يرعُمُ فلانّ أتى اسأت
اليه انّه لكاذب (Si anu
mengira bahwa sesungguhnya saya berbuat jelek kepadanya. Sesungguhnya dia
adalah berbohong).
10.
Apabila
خبر
nya إنّ
lam ibtida (لام
الابتدائية)
Misalnya:
-
علت انك لمجتهد (Saya mengerti sesungguhnya kamu benar-benar orang-orang yang
tekun).
-
Firman
Allah SWT:
ª!$#ur ãNn=÷èt y7¨RÎ) ¼ã&è!qßts9 ª!$#ur ßpkô¶t ¨bÎ) tûüÉ)Ïÿ»uZßJø9$# cqç/É»s3s9 ÇÊÈ
Artinya:
“. . . Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
rasul-Nya dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu
benar-benar orang pendusta. (QS.
Al-Munafiqun: 1)
11.
إنّ bersama lafal sesudahnya berstatus sebagai خبرdari isi ‘ain اسم عين
Misalnya:
-
خليلٌ انه كريمٌ (Khalid itu sesungguhnya orang yang mulia).
-
Firman
Allah SWT:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#ur (#rß$yd tûüÏ«Î7»¢Á9$#ur 3t»|Á¨Y9$#ur }¨qàfyJø9$#ur tûïÏ%©!$#ur (#þqà2uõ°r& ¨bÎ) ©!$# ã@ÅÁøÿt óOßgoY÷t/ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$#
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
orang-orang Shoobin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang
Musyrik, Allah akan member keputusan di antara mereka pada hari kiamat . . .”. (QS. Al-Hajj: 17)
B.
Penggunaan Hamzah اَنّDalam Bahasa
Arab
Hamzah اَنَّ wajib di baca fathah apabila lafal sesudah اَنَّ wajib dita’wil dengan mashdar marfu’, mashdar
manshub atau dengan mashdar majrur. Yaitu berada disebelas tempat:
1.
Yang
wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan mashdar marfu’ ada 5
tempat yaitu:[7]
a.
Apabila
اَنَّ
dan lafal sesudahnya menempati tempat فاعل.
Misalnya:
-
بلغنى انك مجتهدٌ (Telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya kamu orang yang
rajin).
Taqdirnya : بَلغَنِى اِجْتَهَادٌك (Telah sampai kepadaku akan kerajinanmu).
-
Firman
Allah SWT:
óOs9urr& óOÎgÏÿõ3t !$¯Rr& $uZø9tRr& y7øn=tã
Artinya:
“Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah
menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) . . .”. (QS. Al-Ankabut: 51).
Termasuk hamzahnya اَنَّ wajib dibaca fathah ialah ketika اَنَّ
berada sesudah لَوْ dan مَامصدرية. Karena lafal sesudah اَنَّ dita’wil dengan mashdar marfu’ yang
berkedudukan sebagai فَاعِلْ dari فعل yang dibuang, yakni ثَبَتَ (tetap).
Contoh:
-
لَوْ : لَوْانك
اجتهدتلكان خيرالك (Seandainya
kamu sungguh rajin maka sungguh kerajinan itu lebih baik bagimu).
Taqdirnya: لوثبت اجتهادك
-
Firman
Allah SWT:
öqs9ur óOßg¯Rr& (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur ×pt/qèVyJs9 ô`ÏiB ÏYÏã «!$# ×öyz (
Artinya:
“Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka
akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih
baik, kalau mereka mengetahui.” (QS.
Al-Baqarah: 103).
Huruf lam pada lafal لمثوبة adalah lam jawab, dan jumlah sesudahnya
menjadi jawabnya لو.
-
ما Mashdarnya zharfiyah:
لَاُاَكَلِّمُكَ مَااِنَّكَ كَسُولٌ (Saya tak berbicara kepadamu selagi kamu
masih malas).
Taqdirnya: ماثبث كسلك
Ucapan mereka : لااكلمه ماان حراءمكانه (Saya tak berbicara kepadanya selagi Hara’
(gunung di Mekah) masih menjadi tempatnya).
b.
Apabila
اَنَّ
dan lafal sesudahnya menempati tempatnya نائب الفاعل.
Misalnya:
-
علم انك منصرفٌ (Sudah diketahui bahwa sesungguhnya kamu orang yang sedang
pergi).
Taqdirnya: علم انصرافك
-
Firman
Allah SWT:
ö@è% zÓÇrré& ¥n<Î) çm¯Rr& yìyJtGó$# ÖxÿtR z`ÏiB Çd`Ågø:$#
Artinya:
“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya,
telah mendengarkan sekumpulan Jin (akan Al-Qur’an) . . .” (QS. Al-Jin: 1).
c.
Apabila
اَنّ
dan lafal sesudahnya menempati tempat مبتداء.
Contoh:
-
حسنٌ انك مجتهدٌ (Adalah baik bahwasanya kamu tekun)
Taqdirnya : حسن اجتهادك
(lafal حسن sebagai خيرمقدّم dan اجتهادك sebagai مبتداءمؤخّر).
-
Firman
Allah SWT:
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä y7¯Rr& ts? uÚöF{$# Zpyèϱ»yz
Artinya:
“Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bahwa kamu melihat
bumi itu kering tandus . . .”. (QS.
Fushshilat: 39).
(lafal من اياتهjar wa majrur sebagai خيرمقدّم
dan lafal sesudah اّنَّ dita’wil mashdar marfu’ menjadi مبتداءمؤخر.
d.
اّنَّ dan lafal sesudahnya menempati tempatnya خبر dari isim maknan (اسم معنى) yang menjadi مبتداء atau اسم nya اّنَّ.
Misalnya:
-
Mubtada’:
حسبك انك كريمٌ (Cukup bagimu bahwasanya kamu adalah orang yang mulia).
Taqdirnya: حسبك كرمك (Cukup bagimu kemuliaanmu).
-
Isimnya
:انّ ظنىّ انك فاضلٌ (Sesungguhnya menjadi
dugaanku bahwasanya kamu orang yang utama).
Taqdirnya: انّ طنّى فضلك
Apabila مبتداء yang dipasang خبر itu berupa isim dzat اسم عين, maka hamzahnya اّنَّ wajib dibaca kasrah sebagaimana
contoh-contoh yang sudah lewat. Karena ucapan : خليلٌ
أنهُ كريمٌ (Khalid adalah
sungguh orang yang mulia) kalau dibaca fathah hamzahnya, maka ta’wilnya : خليل كرمُهُ
(Khalidnya mulianya), maka menjadi tidak sempurna artinya.
e.
اّنَّ dan lafal sesudahnya sebagai تابعٍ
لمرفوعٍ (isim yang mengikuti
kepada isim yang dibaca rafa’) yang berkedudukan menjadi معطوف (isim yang
di’athafkan) atau menjadi بدل.
Contoh ‘athaf: بلغنى اجتهادُك وانك حَسَنُ
الْخُلق (Telah sampai
kepadaku akan kerajinanmu dan bahwanya kamu adalah orang yang baik akhlaqnya).
Taqdirnya: بَلَغَنِىْ اجْتِهَادُكَ وحسن
خلقك (Telah sampai kepadaku akan kerajinanmu dan
kebaikan budi pekertimu).
Contoh badal:
يعجبنى سعيدٌانه مجتهد (Sa’id mengherankan saya bahwasannya ia
orang yang rajid)
Taqdirnya: يعجبنى يعيدانه مجتهد (Sa’id mengherankan saya akan
kerajinannya).
2.
اَنَّ yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena
dita’wil dengan mashdar manshub ada di tiga tempat, yaitu:[8]
a.
Apabila
اَنَّ
dan lafal sesudah menjadi مفعول به.
Contoh:
Lafal
|
Ta’wil
|
Arti
|
علمتُ انك
مجتهدٌ
ولاتخافون انكم
اشركتم با لله
|
علمت اجتهادك
|
Saya mengerti bahwasanya kamu rajin.
“. . . padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah.”
|
Termasuk yang harus dibaca fathah hamzahnya ialah apabila اَنَّ
berada sesudah lafal yang musytaq dari قول yang bermakna ظنّ (dugaan) seperti keterangan yang sudah
lalu.
b.
Apabila
اَنَّ
dan lafal sesudahnya berfungsi sebagaiخبر dari
كان
dan saudara-saudaranya yang اسم nya
terdiri dari isim makna (bukan isim dzat).
Misalnya:
كنَ على ايَقينى انك تَتْبع الحق (Telah menjadi keyakinanku bahwasanya kamu
mengikuti kebenaran).
Taqdirnya: كان على اتباعك الحق (Adalah pengetahuanku bahwa aku
mengikuti kebenaran)
c.
اَنّ dan lafal sesudahnya sebagai تابع
لمنصوب (isim yang mengikuti
kepada isim yang dibaca nasab) dengan kedudukan sebagai ‘ataf atau sebagai
badal.
Contoh:
Sebagai athof (عطف)
-
علمتُ بجيئَك وَاَنَّكَ منصرف (Saya mengetahui kedatanganku dan
bahwasanya kamu pergi).
Taqdirnya: علمت مجيئك وانصرافك (Saya mengetahui kedatangan dan kepergianmu).
-
Firman
Allah SWT:
(#rãä.ø$# zÓÉLyJ÷èÏR ûÓÉL©9$# àMôJyè÷Rr& ö/ä3øn=tæ ÎoTr&ur öNä3çGù=Òsù n?tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÍÐÈ
Artinya:
“Hai Bani Isra’il, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku
anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu
atas segala umat.” (QS.
Al-Baqarah: 47).
Taqdirnya: اذكروانعمتي عليكم وتفضيلى اياّ
كم
-
Sebagai
badal (بدل): اخترمتُ خالدانه
حَسَنُ الخُلُقِ (Saya
menghormati Khalid, sesungguhnya dia bagus budi pekertinya).
Ta’willnya: اِحْتَرَمْتُ خَالِدًا حسنَ
خلقه (Saya menghormati
Khalid, yakni kebaikan akhlaqnya).
Mashdar muawwal menjadi بدل الاشتمال nya lafal خال.
-
Firman
Allah SWT:
øÎ)ur ãNä.ßÏèt ª!$# y÷nÎ) Èû÷ütGxÿͬ!$©Ü9$# $pk¨Xr& öNä3s9 . . .
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu
dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu . . .”. (QS. Al-Anfal: 7).
3.
اَنَّ yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena
dita’wil dengan mashdar majrur ada di tiga tempat, yaitu:
a.
Apabila
اَنَّ
berada sesudah huruf jar, maka lafal yang berada setelah اَنَّ dita’wil mashdar
yang diajarkan oleh huruf jar tersebut.
Contoh:
-
عَجبتُ من انك مُهملٌ (Saya heran akan malasmu).
Ta’wilnya عجبتُ مِنْ اِهْمَا لِكَ :
-
Firman
Allah SWT:
y7Ï9ºs ¨br'Î/ ©!$# uqèd ,ptø:$# . . .
Artinya:
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak . .
. .” (QS. Al-Hajj: 6).
b.
اَنَّ dan lafal sesudahnya sebagai mudhaf ilaih.
Misalnya:
-
جئت قبل اَنَّ اشمس تطالعُ (Saya
sudah datang sebelum matahari terbit).
Taqdirnya : جئت قبل طلو عها
-
Firman
Allah SWT:
¼çm¯RÎ) A,yss9 @÷WÏiB !$tB öNä3¯Rr& tbqà)ÏÜZs? ÇËÌÈ
Artinya:
“. . . sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan
terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzariyat: 23).
c.
اَنَّ dan lafal sesudahnya adalah sebagai تا بع لمجرور
(isim yang mengikuti kepada yang dibaca majrur), baik selaku ma’thuf (معطوف) atau badal (بدل).
Contoh ma’thu (معطوف):سررت من ادب خليل وانه عا قل (Saya disenangi dengan budi pekerti Khalil dan bahwasanya yang
berakal)
Taqdirnya: سررت من ادب خليل وعقله (Saya senang dengan budi pekerti Khalil
dan akalnya).
Contoh badal ليد
عجبت مته انه مهمل (Saya heran kepadanya, yakni dia itu orang
yang lalai).
Taqdirnya: عجبتُ منه اهماله (Saya heran kepadanya yakni akan
kelalaiannya).[9]
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
a.
Penggunaan
hamzah إنّ
wajib di baca kasrah apabila lafal sesudah إنّ tak dapat dita'wil mashdar, yaitu berada
disebelas tempat:
1.
إنّ berada di awal kalimat, baik secara hakiki maupun hukmi.
2.
إنّ berada sesudah lafal حيت (di mana).
3.
إنّ berada sesudah ذْاِ (pada waktu).
4.
إنّ berada di awal jumlah yang menjadi صلة
الموصول
5.
Lafal
yang berada sesudah إنّ adalah sebagai jawab terhadap qasam.
6.
إنّ berada sesudah lafal yang musytaq dari قول yang tidak
bermakna ظَنَّ.
7.
Hamzah
إنّ
wajib dibaca kasrah apabila إنّ dan lafal sesudahnya berstatus sebagai hal (حال).
- Apabila إنّ bersama lafal sesudahnya berstatus sebagai صفة terhadap lafal sebelumnya.
- إنّ berada dipermulaan jumlah yang menjadi pemula ((استئنافية.
- Apabila خبر nya إنّ lam ibtida (لام الابتدائية).
- إنّ bersama lafal sesudahnya berstatus sebagai خبرdari isi ‘ain اسم عين
b.
Hamzah
اَنَّ wajib di baca fathah apabila lafal sesudah اَنَّ wajib dita’wil dengan mashdar marfu’, mashdar
manshub atau dengan mashdar majrur. Yaitu berada disebelas tempat:
1.
Yang
wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan mashdar marfu’ ada 5
tempat yaitu:
-
Apabila
اَنَّ
dan lafal sesudahnya menempati tempat فاعل.
-
Apabila
اَنَّ
dan lafal sesudahnya menempati tempatnya نائب الفاعل.
-
Apabila
اَنّ
dan lafal sesudahnya menempati tempat مبتداء.
-
اّنَّ dan lafal sesudahnya menempati tempatnya خبر dari isim maknan (اسم معنى) yang menjadi مبتداء atau اسم nya اّنَّ.
-
اّنَّ dan lafal sesudahnya sebagai تابعٍ
لمرفوعٍ (isim yang mengikuti
kepada isim yang dibaca rafa’) yang berkedudukan menjadi معطوف (isim yang
di’athafkan) atau menjadi بدل.
2.
اَنَّ yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan
mashdar manshub ada di tiga tempat, yaitu:
-
Apabila
اَنَّ
dan lafal sesudah menjadi مفعول به.
-
Apabila
اَنَّ
dan lafal sesudahnya berfungsi sebagaiخبر dari
كان
dan saudara-saudaranya yang اسم nya
terdiri dari isim makna (bukan isim dzat).
-
اَنّ dan lafal sesudahnya sebagai تابع
لمنصوب (isim yang mengikuti
kepada isim yang dibaca nasab) dengan kedudukan sebagai ‘ataf atau sebagai
badal.
3.
اَنَّ yang wajib dibaca fathah hamzahnya karena dita’wil dengan
mashdar majrur ada di tiga tempat, yaitu:
-
Apabila
اَنَّ
berada sesudah huruf jar, maka lafal yang berada setelah اَنَّ dita’wil mashdar
yang diajarkan oleh huruf jar tersebut.
-
اَنَّ dan lafal sesudahnya sebagai mudhaf ilaih.
-
اَنَّ dan lafal sesudahnya adalah sebagai تا
بع لمجرور (isim yang mengikuti
kepada yang dibaca majrur), baik selaku ma’thuf (معطوف) atau badal (بدل).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Akron
Fahmi, Ilmu Nahwu & Sharaf 2 (Tata Bahasa Arab Praktis & Aplikatif),Cet.
2, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.
Mahfudh Ikhsan
Al-Wina, Perpustakaan Nasional :Katalog dalam terbitan (KDT), Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 1995.
Mushthafa
AL-Ghulayaini, Jaamiud Duruusil ‘Arabiyyah, Semarang: CV. Asy Syifa’,
1992.
Hifni Bek Dayyab, et.al, Kaidah Tata Bahasa Arab, Jakarta:
Darul Ulum Press, 1997.
Ahmad Sunarto, Kaidah-Kaidah
Bahasa Arab (Terjemah Qowa’idul Lughoh), Surabaya: Al-Hidayah, 1990.
[1]Ahmad
Akron Fahmi, Ilmu Nahwu & Sharaf 2 (Tata Bahasa Arab Praktis &
Aplikatif),Cet. 2, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h.
203-204
[2]Mahfudh
Ikhsan Al-Wina, Perpustakaan Nasional :Katalog dalam terbitan (KDT), (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 1995), h.125
[3]Mushthafa
AL-Ghulayaini, Jaamiud Duruusil ‘Arabiyyah, (Semarang: CV. Asy Syifa’,
1992), h. 527
[4]
Ibid, h. 528
[5]
Hifni Bek Dayyab, et.al, Kaidah Tata Bahasa Arab, (Jakarta: Darul Ulum
Press, 1997), h. 425
[6]
Ahmad Sunarto, Kaidah-Kaidah Bahasa Arab (Terjemah Qowa’idul Lughoh), (Surabaya:
Al-Hidayah, 1990), h.117
[7]Mushthafa
AL-Ghulayaini, Jaamiud Duruusil ‘Arabiyyah,op.cit., h. 531
[8]
Ibid, h. 534
[9]
Ibid, h. 536
Tidak ada komentar:
Posting Komentar