BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang memiliki kapasitas
untuk melakukan penalaran berfikir, merasa dan berbuat atau bertingkahlaku.
Kapasitas itu dimungkinkan karena manusia dibekali Allah dengan potensi akal,
hati dan tubuh-jasmani. Namun untuk mampu mengembangkan kapasitas tersebut
secara baik, fungsional, dan sempurna, manusia memerlukan pendidikan. Namun
bagaimana dengan akhlak? Islam merupakan agama yang berakhlak. Ini dapat
dilihat bahwa akhlak merupakan salah satu perhatian terpenting dalam agama.
Untuk menjadi berakhlak harus melalui tahap pembentukan akhlak.
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama
dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali pendapat para
ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti
dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam.[1] Dari
latar belakang inilah penulis tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai
pembentuka akhlak yang mulia ini dalam bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian pembentukan akhlak?
2.
Bagaimana
cara pembentukan akhlak yang mulia?
3.
Apa
saja kategori akhlak yang mulia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti Pembentukan Akhlak
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara
tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali pendapat para ahli yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah
al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah
jiwa dan tujuan pendidikan Islam. Akhlak mempunyai peranan penting dalam
membentuk perbuatan manusia, bahkan apa saja yang lahir dari manusia itu
sendiri, baik berupa sikap, perkataan atau perbuatan adalah lahir dari
pembawaan dan sifat jiwanya.[2]
Menurut sebagian ahli, akhlak tidak perlu dibentuk, karena
akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak
lahir. Selanjutnya pendapat lain mengatakan, akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Ibnu Miskawaih, Ibn Sina, al-Ghazali dan lain-lain
termasuk kelompok yang mengatakan akhlak adalah hasil usaha (Muktasabahah).[3]
Pada kenyataanya dilapangan, usaha pembinaan akhlak melalui
berbagai lembaga pendidikan dengan berbagai macam metode terus dikembangkan.
Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata
membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia,
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada orang tua, sayang kepada sesama
makhluk Tuhan dan seterusnya. Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan
terutama pada saat dimana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak
dari kemajuan dibidang iptek.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai
usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk pribadi, dengan menggunakan sarana
pendidikan dan pembinaan yang terprogram baik serta dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentuksn akhlak ini dilakukan berdasarkan
asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan
sendirinya. Potensi rohaniah yang ada pada diri manusia, termasuk didalamnya
akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan intuisi
dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.[4]
B.
Metode Pembinaan Akhlak
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam.
Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW.
yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Perhatian Islam yang
demikian terhadap pembinaan akhlak dapat pula dilihat dari perhatian Islam
terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada pembinaan fisik,
karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan yang baik yang
selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh
kehidupan manusia, lahir dan batin. Perhatian Islam dalam pembinaan akhlak selanjutnya
dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran
Islam. Ajaran Islam tentang keimanan misalnya sangat berkaitan erat dengan
mengerjakan serangkaian amal salih dan perbuatan terpuji. Seperti dalam
al-Qur’an:
$yJ¯RÎ) cqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?öt (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd cqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ
Artinya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian itu mereka tidak ragu-ragu dan senantiasa berjuang dengan
harta dan dirinya di jalan Allah. Itulah orang-orang yang benar (imannya).”
(QS. Al-Hujurat, 49: 15).
Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan
pelaksaan rukun iman. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun Islam
yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu
terkandung konsep pembinaan akjlak. Misalnya, rukun Islam yang pertama adalah
mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa
selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang
yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan rasul-Nya sudah dapat dipastikan
akan menjadi orang yang baik. Begitu juga pada butir-butir rukun Islam yang
lain, masing-masing mengandunga konsep tentang akhlak.
Berdasarkan analisis tersebut. Kita dapat mengatakan bahwa Islam
sangat memberi perhatian yang besar terhadap pembinaan akhlak, termasuk
cara-caranya. Hubungan antara rukun iman dan rukun Islam terhadap pembinaan
akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau system yang integrated,
yaitu system yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara
simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini
adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu.
Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu
pada dasrnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Dalam
tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, khususnya akhlak lahiriah dapat pula
dilakukan dengan cara paksaan yang lama kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Cara
lain yang tak kalah ampuhnya adalah melalui keteladanan. Pendidikan itu tidak
akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik
dan nyata.[5]
Cara yang demikian itu telah dilakukan oleh Rasulullah. Keadaan ini dinyatakan
dalam ayat yang berbunyi
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya:
”Sungguh
pada diri Rasulullah itu terdapat contoh teladan yang baik bagi kamu sekalian,
yaitu bagi orang yang mengharapkan (keridlaan) Allah dan (berjumpa dengan-Nya
di) hari kiamat, dan selalu banyak menyebut nama Allah.” (QS. Al-Ahzab, 33: 21).
Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara
senantiasa menganggap diri ini sebagai yang banyak kekurangannya dari pada
kelebihannya. Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina.
C.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembentukan Akhlak
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran
yang amat popular. Pertama aliran natifisme. Kedua, aliran empirisme, dan
ketiga aliran konvergensi. Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling
berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari
dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dll.
Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling
berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu
lingkungan sosial,termasuk pendidikan dan pembinaan yang diberikan. Selanjutnya
pada aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor
internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan
pembinaan yang dinuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan
sosial.
Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran Islam.
Hal ini dapat dipahami dari ayat berikut:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#u noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya:
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.”
(QS. Al-Nahl, 16: 78).
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak
pada anak ada dua, yaitu dari dalam merupakan potensi fisik, imtelektual dan
hati (rohaniah) yang dibawa anak sejak lahir, dan faktor dari luar yang dalam
hal ini adalah kedua orang tua dirumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh serta
pemimpin dimasyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga
pendidikan tersebut, mala aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan)
dan psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri
anak.
D. Manfaat
Akhlak Mulia
Al-Qur’an
dan hadits banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia.
Allah berfirman:
ô`tB @ÏJtã Zpy¥Íhy xsù #tøgä wÎ) $ygn=÷WÏB ( ô`tBur @ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4s\Ré& uqèdur ÑÆÏB÷sãB y7Í´¯»s9'ré'sù cqè=äzôt sp¨Ypgø:$# tbqè%yöã $pkÏù ÎötóÎ/ 5>$|¡Ïm ÇÍÉÈ
Artinya:
“Barangsiapa
mengerjakan perbuatan yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia
dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surge, mereka diberi rezeki di
dalamnya tanpa hisab.”
(QS. Al-Mu’min, 40: 40).
Selain ayat diatas, ada pula ayat lain yang memberi
pemaparan mengenai akhlak mulia, misalnya pada surat an-Nahl ayat 97 dan pada
al-Kahfi ayat 88. Ayat ayat tersebut dengan jelas menggambarkan keuntungan atau
manfaat dari akhlak yang mulia. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik,
mendapatkan rizki yang berlimpah, dsb. Selanjutnya dalam hadits juga disebutkan
leterangan tentang keberuntungan dari akhlak yang mulia, antara lain:
- Memperkuat dan menyempurnakan agama
- Mempermudah perhitungan amal di akhirat
- Menghilangkan kesulitan
- Selamat hidup di dunia dan akhirat
E.
Macam- Macam Akhlak mulia
1.
Berbakti
kepada ibu dan bapak
Ibu adalah orang yang paling banyak menanggung kesengsaraan dan
kesusahan untuk kepentingan anaknya. Sebagaimana firman Allah dalam surah
al-Ahqaf yang berbunyi :
$uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ $·Z»|¡ômÎ) (
çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $\döä. çm÷Gyè|Êurur $\döä. (
¼çmè=÷Hxqur ¼çmè=»|ÁÏùur tbqèW»n=rO #·öky 4
Artinya:
“Kami perintahkan kapada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibi-bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah (pula). Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS.
Al-Ahqaf : 15)
Kemudian orang kedua yang besar jasanya terhadap anak adalah
bapaknya. Bapak bekerja di rumah, di ladang, di pabrik, di kantor dan di
tempat-tempat lain adalah untuk biaya anak dan isterinya. Oleh sebab itu
manusia harus berbakti kepada ibu bapaknya, dan mentaati suruhannya, sebagai
pembalas budi terhadap jasa-jasa keduanya. Pada hakekatnya walaupun bagaimana
besarnya balas budi yang diberikan kepada ibu bapaknya tidak akan dapat
mengimbangi jasa-jasa keduanya.[6]
Berbuat baik kepada ibu bapak tidak hanya semasa hidupnya saja,
tetapi sesudah keduanya meninggalpun kita harus berbuat baik. Cara berbuat baik
kepada ibu bapak yang sudah meninggal, telah diatur dalam Islam.
Diriwayatkan :
جَاءَرَجُلٌ
فَقَالَ : يَارَسُوْلَ اللهِ هَلْ بَقِىَ مَنْ بِرِّأَبَوَىَّ شَيْئٌ اُبِرُّ
هُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا ؟
قَالَ :
نَعَمْ الصَّلَا ةُ عَلَيْهِمَاوَالْا سِتِغْفَارُ لَهُمَا, وَاِنْقَاذُعَهْدِ
هِمَاوَاكْرَامُ صَدِيْقِهِمَا, وَصِلَةُ الرَّحْمِ الَّتِى لَاتُوْ صَلُ الّاَ
بِهِمَا. (رواه ابوداود)
Artinya:
“Telah datang seorang laki-laki (kepada Rasulullah) lalu ia bertanya: Ya Rasulullah,
masih adakah kebaikan yang dapat saya kerjakan untuk ibu bapak sesudah keduanya
meninggal ?”
“Ada jawab Rasulullah : Yaitu menyembahyangkan (jenazah) meminta
ampun kepada Tuhan, menyempurnakan janjinya, memuliakan sahabatnya dan selalu
bersilaturrahmi dengan keluarga yang ada hubungan dengan keduanya.” (H.R. Abu
Daud).
Adapun cara-cara
menghormati ibu bapak menurut KH. Abdullah Salim yaitu:[7]
· Berbicara dengan kata-kata yang baik
· Lindungi dan doakan
· Hormat dengan sikap terima kasih
· Menghubungkan silaturrahmi
· Menunaikan washiyat kecuali yang ma’shiyat
· Durhaka pada orang tua adalah dosa besar
· Membantu ibu dan bapak
2.
Sopan
terhadap guru
Guru adalah menjadi pengganti dari orang tua untuk mendidik dan
membimbing anaknya. Tidak setiap orang tua mampu mendidik dan mengajar anaknya.
Oleh sebab itu sudah sepantasnya murid bersikap sopan santun terhadap gurunya. Murid
hendaknya bersikap merendahkan diri, tidak menunjukkan sikap angkuh, sombong
dan acuh tak acuh terhadap gurunya.[8]
Rasulullah bersabda :
وَقِّرُوْامَنْ
نَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ (رواه ابوالحسن الماوردى)
Artinya:
“Muliakanlah orang yang kamu belajar dari padanya (gurunya).” (HR. Abu Hasan al-Mawardi).[9]
Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani telah menetapkan bagi murid beberapa adab yang harus diterapkannya
dalam berperilaku terhadap gurunya yaitu:
· Mentaatinya dan tidak menentangnya baik secara lahir maupun batin.
· Harus menutupi aib gurunya.
· Selalu mengikuti gurunya dan tidak lepas darinya.
· Harus bersikap sopan di depan gurunya dan harus menggunakan
kata-kata yang paling halus ketika berbicara dengannya serta melakukan sesuatu
yang memudahkan gurunya.
· Murid harus yakin dan percaya bahwa gurunya adalah ahli untuk
ditimba ilmu dan pengetahuannya.
Supaya proses pendidikan berhasil dengan baik karena itu harus
adanya tanggung jawab bersama antara murid dan guru. Untuk itu Abdul Qadir
Al-Jailani juga menetapkan adab-adab dan kewajiban yang harus dilakukan seorang
guru adalah:
· Hendaknya guru menerima murid itu karena Allah.
· Guru harus senantiasa memperhatikan perilaku muridnya.
· Jika guru mengetahui kesungguhan muridnya, maka dia tidak boleh
memberinya keringanan.
· Guru hendaknya membimbing muridnya agar memegang prinsip-prinsip
kebaikan dan menjauhi perbuatan keji, baik dalam perkataan maupun akhlak.[10]
3.
Bersikap
baik kepada saudara
Agama Islam memerintahkan, agar berbuat baik kepada sanak saudara
atau kaum kerabat, sesudah menunaikan kewajiban kepada Allah dan ibu bapak.
Kalau kita di takdirkan Allah SWT. ada mempunyai kelebihan rezeki,
sedekahkanlah sebagiannya kepada saudara atau karib kerabat kita. Sebagaimana
firman Allah dalam surah an-Nisa’ : 36 yang berbunyi:
(#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© (
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3
¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB tb%2 Zw$tFøèC #·qãsù ÇÌÏÈ
Artinya:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman
sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (an-Nisa’: 36).
4.
Berbuat
baik kepada tetangga
Tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita. Agama Islam telah
membuat suatu ketentuan, bahwa orang harus memuliakan tetangganya, tidak
mengganggu dan menyusahkan mereka. Nabi Muhammad bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْ
مِنُ بِا للهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِفَلْيُكْرِمْ جَارَهُ. (رواه لبحارى)
Artinya:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian,
hendaklah ia memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhari).
5.
Cita
kepada Allah
Sekurang-kurangnya ada empat alas an mengapa manusia perlu
berakhlak kepada Allah, yaitu:
· Karena Allah-lah yang menciptakan manusia.
· Karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera.
· Karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia.
· Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan menguasai daratan dan lautan.[11]
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
Ada beberapa cara yang digunakan dalam pembentukan akhlak. Pembinaan
akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated,
yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara
simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak. Cara lain yang dapat ditempuh
untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan
berlangsung secara kontinyu. Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak,
khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama
kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Selanjutnya yang tak kalah ampuhnya adalah
melalui keteladanan. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai
dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Cara yang demikian itu
telah dilakukan oleh Rasulullah.
DAFTAR PUSTAKA
· Al-Ghazali, Mengobati Penyakit Hati, Bandung: Karisma, 2000
· Al-Qahthani Said bin Musfir, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani, 2010.
· Hasam M. Ali, Tuntutan Akhlak, PT. Betawi Sarana Grafi, Cet.
1, 1984.
· Ibrahim Rustami, Al-Achlaak, Jakarta:
Bulan Bintang, 1962.
· Kahar Mansyhur, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta: Rineka
Cipta, 1994.
· KH. Abdullah Salim, Akhlaq Islam, Jakarta: Media Da’wah,
1994.
· M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung : Mizan,
1996).
· Muhammad al-Ghazali, Akhlak
Seorang Muslim, (terj.) Moh. Rifa’i, dari judul asli Khuluq al-Muslim, Semarang:
Wicaksana, 1993.
· Muhammad
Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1974.
[1]M.
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h.155
[2]
Ibrahim Rustami, Al-Acklaak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1962), h.132
[3]
Muhammad Athiyah
al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), cet. II, hlm. 15.
[4]
Muhammad
al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (terj.) Moh. Rifa’i, dari judul
asli Khuluq al-Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1993), cet. IV, h. 40
[5]
Al-Ghazali, Mengobati Penyakit Hati, (Bandung: Karisma, 2000), h.22
[6]
Hasam M. Ali, Tuntutan Akhlak, (PT. Betawi Sarana Grafi, Cet. 1, 1984),
h.13
[7]
KH. Abdullah Salim, Akhlaq Islam, (Jakarta: Media Da’wah, 1994), h.
72-77
[8]
Kahar Mansyhur, Membina Moral dan Akhlak, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),
cet. 1, h.287
[9]Ibid,
h. 14
[10]
Al-Qahthani Said bin Musfir, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, 2010,
cet. VII, h.435-437.
[11]ibid,
h.16-23
Terimakasih. Blog anda sangat membantu saya dalam membuat makalah
BalasHapus