Jumat, 11 April 2014

PENAFSIRAN SURAH AT-TAUBAH AYAT 71 DAN AN-NISA AYAT 34



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam dua dekade ini, kesetaraan gender mulai banyak dikaji di kalangan akademisi Indonesia. Kajian tentang masalah perempuan ini muncul lebih disebabkan oleh rasa keprihatinan terhadap realitas posisi perempuan dalam berbagai lini kehidupan. Posisi perempuan selalu dikaitkan dengan lingkungan domestik yang berhubungan dengan urusan keluarga dan rumah tangga, sementara posisi laki-laki sering dikaitkan dengan lingkungan publik, yang berhubungan dengan urusan-urusan di luar rumah. Dalam struktur sosial seperti ini, posisi perempuan yang demikian itu sulit mengimbangi posisi laki-laki. Perempuan yang ingin berkiprah di lingkungan publik masih sulit melepaskan diri dari tanggung jawab di lingkungan domestik. Beban ganda seperti ini dikarenakan tugasnya sebagai pengasuh anak sudah merupakan persepsi budaya secara umum.
Ironisnya, bahwa posisi perempuan di dalam masyarakat kurang disadari oleh kaum perempuan sendiri. Bahkan tidak jarang sekelompok perempuan merasa nyaman dengan kondisi tersebut walaupun sekelompok lainnya merasa prihatin. Demikianlah, sehingga dominasi laki-laki dalam peran publik dan domestikasi perempuan merupakan pola hubungan yang niscaya terjadi antara laki-laki dan perempuan di masyarakat.Oleh sebab itu, tidak heran kalau kemudian hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang sudah bersifat alami atau kodrati.
Salah satu tema kajian feminisme yang menarik adalah kajian kritis tentang konsep kesetaraan gender dalam al-Qur’an. Tema kajian tersebut merupakan prinsip pokok dalam ajaran Islam, yakni persamaan antara manusia, baik laki-laki dan perempuan, maupun antara bangsa, suku dan keturunan.
Dari pemaparan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi masalah gender ini pada ayat-ayat Al-Qur’an yaitu surah At-Taubah ayat 71 dan surah An-Nisa ayat 34, sehingga untuk lebih jelasnya tentang ayat ini kita bahas dalam bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penafsiran surah At-Taubah ayat 71?
2.      Bagaimana penafsiran Surah An-Nisa ayat 34?














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Surah At-Taubah ayat 71
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# šcqßJŠÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# šcqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# šcqãèŠÏÜãƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷Žzy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÐÊÈ  
Artinya:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Tafsir Ayat :
Dalam buku Tafsir Quran Karim karangan Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, menafsirkan bahwa orang-orang mukmin baik laki-laki atau perempuan setengahnya menjadi pembantu yang setengah (bimbing-membimbing), mereka menyuruh dengan ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, menegakkan sembahyang, memberikan zakat serta mengikuti Allah dan rasul-Nya. Maka orang-orang mukmin wajib menyuruh dengan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar terhadap siapa yang tidak menurut jalan kebenaran, meskipun pemerintah sendiri. Kezaliman-kezaliman yang dibuat orang dalam negeri, wajib kamu muslimin memberantasnya dan menghilangkan sekedar tenaga masing-masing. Orang-orang surat kabar dengan tulisannya, anggota-anggota dewan perwakilan dengan pembicaraannya dalam siding-sidang dewan, ulama-ulama dengan perkataan dan fatwanya dan begitulah seterusnya, sehingga tiap-tiap orang islam bertanggung jawab terhadap kezaliman yang diperbuat orang dalam negerinya. Apabila yang demikian tidak dilaksanakan oleh kaum muslimin, maka Allah akan mendatangkan siksa, bukan saja kepada orang-orang yang berbuat kezaliman itu, melainkan keseluruhan penduduk negeri ini.[1]
Dalam buku Tafsir Tematis karangan Muhammad Fuad Abdul Baqi jilid 2 menafsirkan ayat diatas bahwa sebagian kaum mukminin, baik laki-laki maupun perempuan adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka saling menyongkong karena kesamaan agama dan keimanan kepada Allah. Mereka menyuruh yang ma’ruf (segala amal saleh yang diperintahkan syariat, seperti tauhid dan ibadah), mencegah yang mungkar (segala ucapan dan perbuatan yang dilarang syariat, seperti kezhaliman dan kenistaan), mengerjakan shalat fardhu tepat waktu, membayar zakat wajib, menanti perintah dan laranagn Allah serta Rasul-Nya. Mereka yang memiliki sifat demikian pasti dirahmati Allah (sebagaimana janji-Nya) dengan kenikmatan surga. Allah Maha kuat, tiada sesuatu yang bisa melemahkan-Nya, Maha Bijaksana dalam semua ketentuan-Nya. Dia tidak meletakkan sesuatu, kecuali pada tempatnya.[2]
Sedangkan dalam buku Tafsir Al-Mishbah karangan M. Quraish Shihab bahwa ayat tersebut menjelaskan tentang keadaan kaum munafikin dan ancaman siksa yang menanti mereka, kini sebagaimana kebiasaan al-qur’an menggandengkan uraian dengan sesuatu yang sejalan dengan uraian yang lalu atau bertolak belakang dengannya, melalui ayat-ayat ini Allah menguraikan keadaan orang munafik. Sekaligus sebagai dorongan kepada orang-orang munafik dan selain mereka agar tertarik mengubah sifat buruk mereka.[3]
Dan orang-orang mukmin yang mantap imanya dan terbukti kemantapannya melalui amal-amal saleh mereka, lelaki dan perempuan, sebagian mereka dengan sebagian yang lain, yakni menyatu hati mereka dan senasib serta sepenanggungan mereka sehingga sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain dalam segala urusan dan kebutuhan mereka. Bukti kemantapan iman mereka adalah mereka menyuruh melakukan yang ma’ruf, mencegah perbuatan yang mungkar, melaksanakan sholat dengan khusyuk dan bersinambung, menunaikan zakat dengan sempurna, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya menyangkut segala tuntunan-Nya. Mereka itu pasti akan dirahmati Allah dengan rahmat khusus, Sesungguhnya Allah Mahaperkasa tidak dapat dikalahkan atau dibatalkan kehendak-Nya oleh siapa pun lagi Maha Bijaksana dalam semua ketetapan-Nya.[4]
Firman-Nya: (أواباءبعضبعضه) ba’dhuhum auliya’ ba’dhl sebagian mereka adalah penolong sebagian yang lain berbeda redaksinya dengan apa yang dilukiskan menyangkut orang munafik. Huruf (س) sin pada (سيرحمهم) sayarhamuhum/ akan merahmati mereka digunakan antara lain dalam arti kepastian datangnya rahmat itu. kata ini dihadapkan dengan Allah melupakan mereka yang ditujukan kepada orang-orang munafik. Rahmat yang dimaksud di sini bukan hanya rahmat di akhirat, tetapi sebelumnya adalah rahmat di dunia, baik buat setiap orang mukmin maupun untuk kelompok mereka. Rahmat tersebut ditemukan antara lain pada kenikmatan berhubungan dengan Allah Swt dan pada ketenangan batin yang dihasilkannya. Juga pada pemeliharaan dari segala bencana, persatuan dan kesatuan serta kesediaan setiap anggota masyarakat muslim untuk berkorban demi saudaranya, ini antara lain yang diraih di dunia. Adapun di akhirat, tiada ada kata yang dapat menguraikannya, seperti yang disampaikan Rasul Saw bahwa di akhirat ada anugerah yang tidak pernah dilihat sebelumnya oleh mata, tidak terdengar beritanya oleh telinga, dan tidak juga pernah terlintas dalam benak manusia.[5]

B.       Surah An-Nisa ayat 34
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”


Tafsir Ayat :
Para lelaki, yakni jenis kelamin atau suami, adalah qawwamun, pemimpin dan penanggung jawab atas para wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka, yakni laki-laki secara umum atau suami, telah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk isteri dan anak-anaknya. Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah dan juga kepada suaminya, setelah mereka bermusyawarah bersama dan atau bila perintahnya tidak bertentangan dengan perintah Allah serta tidak mencabut hak-hak pribadi isterinya. Di samping itu ia juga memelihara diri, hak-hak suami, dan rumah tangga ketika suaminya tidak di tempat, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Pemeliharaan Allah terhadap para isteri antara lain dalam bentuk memelihara cinta suaminya, ketika suami tidak di tempat, cinta yang lahir dari kepercayaan suami terhadap isterinya.[6]
Karena tidak semua isteri taat kepada Allah, demikian juga suami. Maka ayat ini memberi tuntunan kepada suami bagaimana seharusnya bersikap dan berlaku terhadap isteri yang membangkang. Jangan sampai pembangkangan mereka berlanjut dan jangan sampai juga sikap suami berlebihan sehingga mengakibatkan runtuhnya kehidupan rumah tangga. [7]
Petunjuk Allah itu adalah wanita-wanita yang kamu khawatirkan, yakni sebelum terjadi nusyuz mereka, yaitu pembangkangan terhadap hak-hak yang dianugerahkan Allah kepada kamu, wahai para suami, maka nasihatilah mereka pada saat yang tepat dan dengan kata-kata yang menyentuh, tidak menimbulkan kejengkelan, dan bila nasihat belum mengakhiri pembangkangannya maka tinggalkanlah mereka bukan dengan keluar dari rumah tetapi di tempat pembaringan kamu berdua dengan memalingkan wajah dan membelakangi mereka. Kalau perlu tidak mengajak berbicara paling lama tiga hari berturut-turut untuk menunjukkan rasa kesal dan ketidakbutuhanmu kepada mereka, jika sikap mereka berlanjut dan kalau ini pun belum mempan, maka demi memelihara kelanjutan rumah tanggamu maka pukullah mereka, tetapi pukulan yang tidak menyakitkan agar tidak mencederainya namun menunjukkan sikap tegas.[8]
Lalu, jika mereka telah menaati kamu, baik sejak awal nasihat atau setelah meninggalkannya di tempat tidur atau saat memukulnya, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka, dengan menyebut dan mengecam lagi pembangkangannya yang lalu. Tetapi, tutuplah lembaran lama itu dan buka lembaran baru dengan bermusyawarah dalam segala persoalan rumah tangga, bahkan kehidupan bersama. Sesungguhnya Allah sejak dahulu hingga kini Maha Tinggi lagi Maha Besar. Karena itu, merendahkan kepada Allah dengan menaati perintah-Nya dan jangan merasa angkuh apalagi membangkang bila perintah itu datang dari Allah Swt.[9]

Asbabunuzul Ayat :
Menurut bahasa “Asbab Al-Nuzul” berarti turunya ayat-ayat Al-Qur’an. Al Qur’an diturunkan Allah Swt kepada Muhammad Saw secara berangsur-angsur dalam masa lebih kurang 23 tahun. Al Qur’an diturunkan untuk memperbaiki Aqidah, Ibadah, Akhlak dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dan kerusakan dalam tatanan kehidupan manusia merupakan sebab turunnya Al Qur’an. Asbab Al-Nuzul menurut Shubhi Al-Shalih adalah sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab atau memberi jawaban terhadap sebab itu atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.
Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat. Adakalanya berbentuk peristiwa. Adakalanya jawaban suatu pertanyaan dan adakalanya berbentuk menerangkan hukum suatu masalah. Dalam Surat An-Nisa’ ayat 34 mempunyai Asbab Al-Nuzul yang berkaitan dengan ketentuan bahwa bagi laki-laki ada hak untuk mendidik istrinya yang melakukan penyelewengan terhadap haknya selaku istri.
Adapun Asabab Al-Nuzul Surat An-Nisa’ ayat 34 adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Wahbah Al-Zuhaily dalam Tafsir Munir yang artinya: “Muqati berkata : “Ayat ini turun untuk menanggapi Sa’ad Abnu-Rabi’(dari kabilah anshar) dan istrinya yang bernama Habibah Binti Zaid Ibn Abi Hurairah. Pada waktu itu istrinya “Nusyuz” (membangkang) kepada sa’ad. Akhirnya sa’ad menamparnya. Kemudian Habibah bersama ayahnya mendatangi Rasulullah SAW. Mengadukan itu. Untuk mengqishos suaminya, maka Habibah bersama ayahnya pergi untuk membalas Sa’ad. Kemudian Rasulullah bersabda: “Pulanglah kalian”! karena telah datang jibril kepadaku “lantas turunlah ayat ini (An-Nisa’ Ayat 34) maka Rasulullah kembali bersabda: “Saya meghendaki sesuatu namun ternyata Allah menghendaki lain. Dan yang dikehendaki Allah tentu lebih baik.” Maka Rasulullah membatalkan hukum Qishas tersebut. Setelah turun ayat ini Nabi Muhammad SAW memberi hak kepada kaum laki-laki untuk memukul istrinya yang Nusyuz (membangkang) ajakan suami, selagi ajakan itu tidak melanggar hukum-hukum yang ditentukan oleh syara’. Pemukulan terhadap istri harus bersifat mendidik dan tidak melukai istri.[10]
Dari Asbab Al-Nuzul surat An Nisa ayat 34 kita dapat pelajaran yang menarik, bahwa kaum laki-laki adalah sebagai pemimpin dalam keluarga. Karena kaum laki-laki mempunyai dua keutamaan yang tidak dimiliki oleh kaum perempuan yakni : Pertama, Keutamaan yang bersifat Fitri, yaitu kekuatan fisik dan kesempurnaannya di dalam kejadian, kemudian implikasinya adalah kekuatan akal dan kebenaran berpandangan mengenai dasar-dasar dan tujuan berbagai perkara. Kedua, keutamaan yang bersifat “Kasbiy,” yaitu kemampuan untuk berusaha mendapatkan rizki dan melakukan pekerjaan-pekerjaan. Oleh karena itu, kaum laki-laki dibebani memberikan nafkah pada kaum wanita dan memimpin rumah tangga.

Munasabah Ayat :
Secara terminologi, Munasabah berarti Al-Musyakalah ( (المشكل) dan Al-Mugharabah ( المغربه ) yang mempunyai arti saling menyapai dan saling mendekati”. Selain itu, munasabah mempunyai arti pula “Persesuaian, Hubungan atau telogi.” Yaitu hubungan pesesuaian antar ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya. Secara terminologis, munasabah adalah “adanya keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, Surat, kalimat yang mengakibatkan
adanya hubungan.” Hubungan tersebut bisa membentuk makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, sepoerti hubungan sebab musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan. Munasabah sangat urgen perannya dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an, diantaranya karena untuk :
1.      Menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat kalimat atau ayat-ayat dan surat-surat Al Qur’an, sehingga bagian dari Al-Qur’an saling berhubungan serta tampak menjadi kesatuan yang utuh dan integral.
2.      Mempermudah dalam memahami isi ayat-ayat Al Qur’an.
3.      Memperkuat keyakinan atas kebenaran sebagai wahyu Allah.
4.      Menolak tuduhan bahwa susunan di dalam al-Qur'an sangat kacau.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa mengenai munasabah, para mufassir menginginkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah, seorang mufassir di tuntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa Al Qur’an serta berkolerasi antar ayat.[11] Karena penyusunan ayat-ayat Al Qur’an tidak berdasarkan pada kronologi masa turunnya, tetapi pada korelasi makna ayat-ayatnya, sehingga kandungan ayat terdahulu selalu berkaitan dengan kandungan-kandungan ayat kemudian.
Dalam surat An-Nisa’ ayat 34, itu memiliki munasabah dengan ayat sebelum dan sesudahnya, yaitu ayat 33, 35 dan 36 yang berbunyi :
·         Q.S. An-Nisa’ : 33
9e@à6Ï9ur $oYù=yèy_ uÍ<ºuqtB $£JÏB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur 4 tûïÏ%©!$#ur ôNys)tã öNà6ãZ»yJ÷ƒr& öNèdqè?$t«sù öNåkz:ÅÁtR 4 ¨bÎ) ©!$# tb%Ÿ2 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« #´Îgx© ÇÌÌÈ  

Artinya:
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’ : 33).
·         Q.S. An Nisa’ : 35
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yƒÌãƒ $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqムª!$# !$yJåks]øŠt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã #ZŽÎ7yz ÇÌÎÈ  
Artinya:
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(Q.S. An-Nisa’ : 35)




Sementara itu dalam ayat selanjutnya Allah SAW berfirman sebagai berikut :
·         Q.S. An Nisa’ : 36
(#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·qãsù ÇÌÏÈ  
Artinya:
 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karibkerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisa’ : 36)
Munasabah yang ada diantara dua ayat ini, sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Munir “Bahwa Allah menjelaskan sebab-sebab keutamaan laki-laki atas perempuan, setelah Allah menjelaskan bagian-bagian masing-masing dalam pembagian harta warisan dan Allah mencegah ketamakan atau melarang berangan-angan antara kaum laki-laki dan kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Yakni masing-masing memiliki keistimewaan-keistimewaan. Tetapi, keistimewaan laki-laki lebih menunjang tugas kepemimpinan daripada keistimewaan yang dimiliki oleh perempuan. Disisi lain keistimewaan yang dimiliki oleh perempuan lebih menunjang tugasnya sebagai pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki serta lebih mendukung fungsinya dalam mendidik dan membesarkan anakanaknya.
Dalam ayat sebelumnya ayat 33 dan sesudahnya 35 dan 36 juga terdapat munasabah dengan ayat 34 Surat An-Nisa’, semuanya mengandung penjelasan tentang hukum Islam, dimana pada ayat 33 dari surat An-Nisa’ menjelaskan tentang hukum warisan. Pada ayat 35 surat An-Nisa’ menjelaskan tentang hukum kewajiban suami istri dalam berkeluarga. Dan pada ayat 36 dari surat An-Nisa’ menjelaskan tentang larangan Syirik dengan Allah dan menganjurkan untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua, kerabat dekat, tetangga, anak yatim dan orang-orang miskin. Semuanya adalah sangat keterkaitan sekali karena dari ayat-ayat diatas yaitu ayat 33 sampai 35 dan 36 dari surat An-Nisa’ saling membutuhkan tatanan perilaku manusia.
Sesungguhnya hukum-hukum yang disyaratkan bagi kalian. Ini berasal dari Allah yang maha mengetahui tentang ihwal dan akhlaq para hambanya. Allah mengetahui tentang apa yang terjadi diantara mereka beserta sebab-sebabnya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan mengetahui cara-cara memperbiki hubungan antara suami isteri.












BAB II
PENUTUP

Simpulan :
·         Penafsiran surah At-Taubah ayat 71 yaitu orang-orang beriman baik itu laki-laki maupun perempuan adalah penolong/ pembimbing bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma’ruf (amal saleh) dan melarang yang mungkar, mengerjakan sholat fardu tepat waktu, membayar zakat dan menaati perintah Allah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sehingga orang yang memiliki sifat demikian pasti akan dirahmati Allah dengan kenikmatan surga. Karena Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
·         Penafsiran surah An-Nisa ayat 34 adalah Kaum laki-laki yakni jenis kelamin laki-laki atau suami itu adalah qawwamun/ pemimpin dan penanggung jawab atas kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka yakni (laki-laki secara umum atau suami telah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk isteri dan anak-anaknya.





DAFTAR PUSTKA

M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an : Fungsi dan Peranan Dalam Kehidupan, Bandung : Mizan 1998.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 1, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsir Tematis, Jilid 2, Surabaya: Halim Jaya, 2012.
Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir Munir, Juz V, Beirut : Dar Al-Fikr, 1991.


[1] Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004), Cet. VII, h. 275
[2] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsir Tematis, (Surabaya: Halim Jaya, 2012), Jilid 2, h. 164
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Volume 1, h. 163
[4] Ibid
[5] Ibid, h. 164
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Volume 2, h. 509
[7] ibid
[8] Ibid, h. 510
[9] ibid
[10] Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir Munir, Juz V, (Beirut : Dar Al-Fikr, 1991), h. 54
[11] M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an : Fungsi dan Peranan Dalam Kehidupan, (Bandung : Mizan 1998), h. 135.