BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kedatangan Islam membawa perubahan besar dalam segala bidang
terutama sekali di Jazirah Arab. Selama masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin pada
umumnya mereka sibuk dengan dakwah, jihad dan penaklukan. Islam datang dengan Qur’an
dan Hadits, keduanya menyelundup ke dalam lubuk hati mereka dan bersemi abadi
dalam zihin mereka, sehingga dengan sangat cepat merubah adat istiadat mereka,
budi dan akhlak mereka, bahkan merubah seluruh bidang kehidupan mereka dan
berbekaslah perubahan itu pada ilmu pengetahuan, tata cara hidup, tata cara
berpikir atau dengan kata lain berbekas pada kebudayaan mereka.[1]
Revolusi Islam yang bernapaskan Al-qur’an dan Sunnah, telah
membangun suatu kebudayaan baru di atas puing-puing kebudayaan Jahiliyyah yaitu
kebudayaan Islam. Dari latar belakang ini penulis akan membahas secara lebih
luas lagi yang berkaitan dengan kebudayaan Islam, seperti
peninggalan-peninggalannya yang akan diuraikan pada bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan kebudayaan Islam?
- Apa saja peninggalan-peninggalan kebudayaan Islam?
- Apa saja peninggalan kebudayaan Islam di Indonesia?
C.
Tujuan Pembuat Makalah
Dari rumusan masalah di atas adapun tujuan dari pembuat makalah ini
adalah untuk mengetahui:
- Pengertian kebudayan Islam.
- Peninggalan-peninggalan kebudayaan Islam.
- Peninggalan kebudayaan Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam adalah penjelmaan iman dan al-a’malussalihat dari
seorang muslim atau segolongan kaum muslimin atau kebudayaan Islam ialah
manifestasi keimanan dan kebaktian dari penganut Islam sejati.[2]
Sedangkan menurut sarjana dan pengarang Islam, Sidi Gazalba mendinisikan
kebudayaan Islam ialah cara berpikir dan cara merasa Islam yang menyatakan diri
dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan
sosial dalam suatu ruang dan suatu waktu.[3]
Dasar dari kebudayaan Islam adalah kitab Allah (Al-qur’an) dan Sunnah
Rasul-Nya. Apabila ada segala hasil, corak dan ragam kebudayaan yang
bertentangan dengan ajaran agama Allah dan ajaran Rasul-Nya, bukanlah
kebudayaan Islam namanya, sekalipun yang menciptakannya mereka-mereka yang
menamakan dirinya orang Islam.[4]
B.
Peninggalan-Peninggalan Kebudayaan Islam
- Lukisan Kehidupan Islam
Pada waktu Islam telah berkembang luas dan Arab muslim telah
bercampur baur dengan berbagai bangsa lain, terbukalah mata mereka melihat kea
rah seni budaya lama dan kemudian dikembangkan dengan jiwa agama. Demikian ufuk
seni menjadi lebar meluas dalam pandangan mereka dan akhirnya mereka pun
berhasil menciptakan seni budaya baru yang tidak menyimpang dari garis Islam.
di mana menurut anggapan mereka, bahwa yang demikian sama halnya dengan
menyembah patung. Karena itu, dasar atau motif dari seni rupa mereka yaitu annabatiyah
(tumbuh-tumbuhan) dan al-handasiyah (gambar berdasarkan ilmu ukur).[5]
Setelah Arab muslim menguasai negeri-negeri Syam dan Persia, mereka
melahirkan aliran khusus dalam seni bangunan yang sesuai dengan tata hidup
mereka. Muncullah bangunan-bangunan mereka dengan gaya khas Arabnya yang
berwujud pada bentuk pilar, busur, kubah, ukiran lebah bergantung, wajah menara
menjulang tinggi. Penonjolan seni bangunan Arab muslim pertama kalinya pada
mesjid-mesjid. Tipe mesjid Quba yang dibangun Rasul menjadi dasar umum bagi
segala mesjid Islam. lalu lintas jama’ah haji ke Mekkah dan Madinah tiap-tiap
tahun, di mana mereka melakukan ibadah sembahyang dalam mesjid-mesjid kota dan
desa yang dilaluinya telah menyebabkan tipe mesjid-mesjid Hijaz menjadi contoh.[6]
- Al-Khithabah
Al-khithabah (seni pidato) merupakan kepandaian khusus dan menjadi
syarat utama bagi seseorang pemimpin atau kepala kabilah. Karena itu, khithabah
telah menjadi suatu kalangan mereka para “khuthaba” yang mahir berpidato dalam
bahasa yang indah (bayan). Demikian pula, seni pidato berkembang pesat lagi
dalam kalangan orang Arab muslim di zaman permulaan Islam, oleh karena Dakwah
Islamiyah memerlukan para “khathib” yang petah lidahnya dan memiliki teknik
tinggi serta bahasa balaghah dalam berpidato. Karena itu, kecuali Rasul sendiri
yang memang seorang khathib ciptaan Allah, juga para sahabat dan para panglima
perang semuanya adalah “singa podium” yang ulung.
Perbedaan khithabah zaman Jahiliyah dengan khithabah zaman
permulaan Islam, yaitu bahwa khithabah terakhir ini telah terpengaruh benar
dengan uslub Qur’an yang bernilai balaghah dan hikmah, bahkan para “khuthtbah”
telah menjadi khithabah-khithabahnya penuh dengan ayat-ayat al-qur’an yang
digodok menjadi satu kesatuan yang padu. Pengaruh seni khithabah setelah Islam
dalam jiwa menjadi hebat dan mendalam dengan sebab kebangkitan Arab dan
kemenangan-kemenangan mereka dalam berbagai medan perang, hal mana menambahkan
kebanggan mereka serta bertambah tinggi nilai dirinya yang mengakibatkan tambah
halus rasa balaghahnya. Pada saat itu, nilai khithabah dalam kalangan mereka
menjadi tinggi sekali, telah sampai pada derajat yang belum pernah dicapai oleh
bangsa apapun sebelumnya, juga tidak pernah oleh bangsa Yunani dan Romawi.
Orang Arab pada permulaan Islam adalah bangsa yang paling banyak
memiliki khtahib yang sanggup berpidato dengan seni bahasa yang jarang ada
bandingannya. Karena para khalifah para gubernur dan para panglima pada umumnya
semuanya khuthaba yang mahir, bahkan juga para ulama dan para ahli zuhud. Ini
tidak heran, karena orang Arab memiliki khayal yang kaya sekali dan mempunyai
jiwa perasa yang sangat tajam. Kalau kita memperhatikan hasil-hasil dari dakwah
Islamiyah dan kemenangan-kemenangan perang akan kita dapati hal yang ajaib sekali
yaitu pengaruhnya khithabah dari para khuthaba.[7]
Satu pemberontakan dapat dipatahkan dengan satu pidato yang
berhikmah. Umpamanya pada waktu penduduk Madinah hendak membangkitkan revolusi
berdarah pada waktu wafatnya Rasul, maka Khalifah Abu Bakar dapat mendinginkan
mereka dengan satu khithabah pendek yang berbunyi:
Saudara-saudara!
Kalau Muhammad telah meninggal maka sesungguhnya Allah tetap hidup,
tidak akan mati. Muhammad hanyalah seorang Rasul, di mana sebelumnya telah
berlalu rasul-rasul. Apakah kalau dia meninggal atau terbunuh, lantas kamu
menjadi kafir kembali?.
- Seni Bahasa
Unsur yang tidak baik yang terdapat dalam syair Jahiliyah, telah
dibersihkan dari syair pada permulaan Islam, seperti ashabiyah, caci
maki, hasut fitnah, cabul, dan sebagainya.
Para penyair di zaman ini mendapat bimbingan Al-qur’an:
Yang menjadi pengikut para penyair, adalah kaum petualang. Tidaklah
engkau lihat, bahwa mereka bertualang di lembah-lembah? Mereka berkata yang
tidak dikerjakannya. Kecuali mereka yang beriman dan beramal salih, senantiasa
berzikir kepada Allah. Mereka itu mendapat kemenangan setelah ditindas. Kaum
penindas akan mengetahui ke tempat mana mereka akan di halau. (QS. Asy-Syu’ara [26]: 224-227).
Ayat-ayat ini
adalah untuk mencela para penyair Jahiliyah yang tiada bermoral dan untuk
membimbing para penyair muslim. Rasul sendiri menganjurkan umat untuk menjadi
penyair, terutama untuk membela dakwah dan membangkitkan semangat jihad:
Sesungguhnya keindahan bahasa adalah sihir, dan sesungguhnya syair
adalah kata berkhidmat. (Al-hadits).
Syair-syair di
zaman ini banyak terpengaruh dengan Uslub Qur’an. Tema dari syair-syair di
zaman ini yaitu jihad, memuja Rasul, memaki musuh Islam, kebesaran Islam, surge
dan neraka. Syair juga digunakan untuk menafsirkan makna dan kandungan
Al-qur’an dan Hadits. Para penyair yang terkemuka pada zaman ini antara lain
yaitu Hassan bin Tsabit, Abdullah bin Malik, Ka’ab bin Malik dan Ka’ab bin
Zubair.[8]
- Seni Bangunan
Seni bangunan Islam terbagi dalam tiga bidang besar yaitu:
- ‘Imarah Madaniyah (bangunan sipil) yang menjelma dalam bentuk kota-kota dan gedung-gedung khusus.
- ‘Imarah Diniyah (bangunan agama) yang berwujud dalam mesjid-mesjid dan tempat-tempat ibadah lainnya.
- ‘Imarah Harbiyah (bangunan militer) yang bersemi dalam benteng-benteng dan menara-menara pertahanan.
Bangunan-bangunan Arab adalah sangat sederhana. Di Mekkah hanya
sedikit sekali bangunan dan yang terpenting bangunan Ka’bah. Rumah orang-orang
kaya terbikin dari batu, sementara rumah-rumah rakyat banyak terbuat dari batu
merah. Pada umumnya rumah-rumah terbikin satu tingkat dengan pekarangan yang
luas dan bersumur di dalamnya. Setelah Daulah Islamiyah meluas di zaman
Khalifah Umar dan tanah Hijaz menjadi makmur dan kaya, berdatanganlah ke
Madinah para ahli seni bangunan (arsitek) dari luar Jazirah Arab dan seni
bangunan memuncak kemajuannya. Waktu itu, para pembesar Arab muslim di Mekkah
dan Madinah membangun gedung-gedung batu yang lebar besar yang diperindah
dengan marmar. Kata orang, istana Saidina usman yang terbesar di antaranya.[9]
Menurut Mas’udi dalam buku sejarahnya, bahwa para sahabat di masa
Khalifah Usman telah membangun rumah-rumah gedung besar, baik di Madinah,
Kaufah, Fusthath, Iskandariah atau kota-kota lainnya. Khas seni bangunan Arab
dengan menara, kubah, pilar dan ukiran lebah bergantung yang semuanya mengarah
ke pohon kurma yang mereka cintai, karena kurma adalah makanan pokok mereka.
- Pembangunan Mesjid
Selama masa permulaan Islam (masa Rasul dan Khulafaur Rasyidin),
sesuai dengan kebutuhan kaum muslimin telah banyak didirikan mesjid-mesjid,
baik dalam kota-kota ataupun dalam desa-desa, apalagi bila disadari bahwa
fungsi mesjid tidak saja sebagai tempat sembahyang, tapi mesjid pada permulaan
Islam adalah pusat kegiatan ibadat, politik, ekonomi dan kebudayaan.[10]
Di antara mesjid-mesjid yang dibangunkan di masa ini, yaitu:
a.
Mesjid
Quba
Pada hari pertama Rasul datang di Madinah, beliau sampai pada satu
tempat di luar Yasrib, yang bernama Quba. Di tempat inilah Rasul beristirahat
empat hari yaitu hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis. Dan di tempat inilah
beliau membangun sebuah mesjid pertama dalam Islam yang dinamakan mesjid Quba.
Mesjid Quba ini dibangun pada tanggal 12 Rabiulawal 1 HIjriyah (28 Juni 622 M)
secara gotong royong, di mana Rasul sendiri bersama para sahabat turut
mengangkat batu. Batu pertama diangkat oleh Rasul, kemudian berturut-turut Abu
Bakar, Umar dan usman. Mesjid Quba tidak begitu besar, tapi arsitekturnya
menjadi model bagi mesjid-mesjid yang dibangun kemudiannya.[11]
b.
Mesjid
Madinah
Untuk mendirikan mesjid Madinah, Rasul memilih sebidang tanah
kepunyaan dua anak yatim. Sekalipun wali dari anak-anak yatim tersebut ingin
menyerahkan cuma-cuma tanah tersebut, namun Rasul tetap membelinya. Mesjid
didirikan sangat sederhana. Tembok dindingnya batu bara, sementara atapnya
terdiri dari daun kurma yang dicampur dengan tanah liat. Di samping mesjid
dibangun ruangan tertutup untuk para fakir miskin kaum muslimin. Mesjid diberi
pintu dua, yaitu pintu Aisyah dan pintu Atiqah. Setelah perang Khaibar, nabi sendiri
memperbesar mesjid ini, kemudian berturut-turut diperbesar lagi oleh Khalifah
Umar dan Khalifah Usman, malahan oleh Khalifah Usman diperindah dengan
batu-batu berukir dan batu akik berwarna.
Pada zaman Rasul dan Khulafaur Rasyidin, mesjid Madinah ini menjadi
kantor besar Negara yang di dalamnya diurus segala urusan pemerintahan. Mesjid
tidak saja menjadi ekonomi dan sosial. Rasul menerima duta-duta luar negeri
dalam mesjid, sebagaimana mengurus urusan-urusan Negara lainnya. Di atas mimbar
mesjid Rasul berpidato membentangkan urusan-urusan politik dan agama. Demikian
pula para khalifah sesudahnya, mesjid ini juga menjadi pusat kegiatan ilmu dan
kebudayaan. Tidak pernah mesjid memisahkan urusan agama dengan urusan politik,
seperti halnya dengan gereja.
Selain mesjid Nabawi, di kota Madinah banyak didirikan
mesjid-mesjid selama masa permualan Islam diantaranya yaitu mesjid
al-Qiblatain, mesjid Fatah, mesjid Salman, mesjid Saiyidina Ali, mesjid Ijabah,
mesjid Rayah, mesjid Suqya, mesjid Fadikh, mesjid Bani Quraizah dan mesjid Afr.
Sebagian dari mesjid-mesjid ini sudah tak ada lagi sekarang.[12]
c.
Mesjid
Al-‘Atiq
Dalam membuat rencana pembangunan kota Fusthath, termasuk sebuah
mesjid Jami’ yang berdiri di tengah-tengahnya. Demikian kehendak panglima
Angkatan Perang Islam yang menaklukkan Mesir, Amr bin Ash. Mesjid yang
dinamakan mesjid Al-‘Atiq ini akhirnya lebih terkenal dengan namanya sendiri
yaitu Jami’ Amr bin Ash.
d.
Mesjid-mesjid
di sekitar Mekkah
Selain mesjid Haram dengan Ka’bah di dalamnya, dalam kota Mekkah
dan sekitarnya juga terdapat mesjid-mesjid lainnya yang dibangunkan di zaman
permulaan Islam, antaranya yaitu mesjid Rayah, mesjid Mukhtaba, mesjid Abi
Qubais, mesjid Haras, mesjid Ijabah, mesjid Al-Bai’ah, mesjid Nakar, mesjid
Al-Kibasyi, mesjid Khaif, mesjid Dab, mesjid namrah, mesjid Al-Hiyallah, mesjid
Ja’ranah dan mesjid Fathah. Dan sebagaian dari mesjid-mesjid ini sudah tidak
ada lagi.[13]
C.
Peninggalan Kebudayaan Islam di Indonesia
Agama Islam
muncul pada Abad ke-6 M kemudian masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M dan mulai
berkembang pada abad ke-13 M. Perkembangan Islam di Indonesia hampir di seluruh
Kepulauan Indonesia. Bertolak dari kenyataan tersebut, Islam banyak
menghasilkan peninggalan sejarah yang bercorak Islam di Indonesia yang sangat
beraneka ragam.[14]
Peninggalan-peninggalan itu antara lain sebagai berikut:
- Kaligrafi
Kaligrafi adalah salah satu karya kesenian Islam yang paling
penting. Kaligrafi Islam yang muncul di dunia Arab merupakan perkembangan seni
menulis indah dalam huruf Arab yang disebut khat.[15]Seni
kaligrafi yang bernafaskan Islam merupakan rangkaian dari ayat-ayat suci
Al-qur’an. Tulisan tersebut dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk
gambar, misalnya binatang, daun-daunan, bunga atau sulur, tokoh wayang dan
sebagainya. Contoh kaligrafi antara lain yaitu kaligrafi pada batu nisan,
kaligrafi bentuk wayang dari Cirebon dan kaligrafi bentuk hiasan.
- Kraton
Kraton atau istana dan terkadang juga disebut puri, merupakan
badari kota atau pusat kota dalam pembangunan. Kraton berfungsi sebagai pusat
pemerintahan dan sebagai tempat tinggal raja beserta keluarganya. Pada zaman
kekuasaan Islam, didirikan cukup banyak kraton sesuai dengan perkembangan
kerajaan Islam. Beberapa contoh kraton yaitu kraton Cirebon (didirikan oleh
Fatahillah atau Syarif Hidayatullah tahun 1636), Istana Raja Gowa (Sulawesi
Selatan), Istana Kraton Surakarta, Kraton Yogyakarta, dan Istana Mangkunegaran.
- Batu Nisan
Batu nisan
berfungsi sebagai tanda kubur. Tanda kubur yang terbuat dari batu bentuknya
bermacam-macam. Pada bangunan batu nisan biasanya dihiasi ukir-ukiran dan
kaligrafi. Kebudayaan batu nisan diduga berasal dari Perancis dan Gujarat. Di
Indonesia, kebudayaan tersebut berakulturasi dengan kebudayaan setempat
(India).
Beberapa batu nisan peninggalan sejarah di Indonesia antara lain sebagai berikut.
Beberapa batu nisan peninggalan sejarah di Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Batu Nisan Malik as-Saleh
Batu nisan
ini dibangun di atas makam Sultan Malik as-Saleh di Lhokseumawe, Aceh Utara.
Sultan Malik as-Saleh adalah raja pertama dari kerajaan Samudra Pasai.
b. Batu Nisan Ratu Nahrasiyah
Batu nisan
ini dibangun di atas makam ratu Samudra Pasai bernama Nahrasiyah. Ia meninggal
pada tahun 1428. Nisan itu dihiasi kaligrafi yang memuat kutipan Surat Yasin
dan Ayat Kursi.
c. Batu Nisan Fatimah binti Maimun
Batu nisan
ini dibuat sebagai tanda makam seorang wanita Islam yang bernama Fatimah binti
Maimun. Batu nisan ini terdapat di Leran, Gresik, Jawa Timur.
d. Batu Nisan Sultan Hasanuddin
Batu nisan
ini dibangun di atas makam raja Makasar. Makam Sultan Hasanuddin berada dalam
satu kompleks dengan pemakaman raja-raja Gowa dan Tallo.
Pada makam
tersebut, dibuat cungkup berbentuk kijing. Cungkup itu terbuat dari batu
berbentuk prisma. Kemudian batu itu disusun berbentuk limas. Bangunan limas
terpasang dengan alas berbentuk kubus dan di dalamnya terdapat ruangan. Pada
ruangan inilah terdapat makam beserta batu nisan.
- Bentuk Mesjid
Sejak masuk
dan berkembangnya agama Islam di Indonesia banyak mesjid didirikan dan termasuk
mesjid kuno, di antaranya mesjid Demak, mesjid Kudus, mesjid Banten, mesjid
Cirebon, mesjid Ternate, mesjid Angke, dan sebagainya.
a. Mesjid Angke
Mesjid ini
terletak di Jalan Tubagus Angke, Jakarta Barat yang dibangun pada abad ke-18.
Mesjid ini beratap tumpang dua. Mesjid Angke merupakan mesjid tua yang masih
terlihat kekunoannya. Mesjid ini memiliki gaya arsitektur dan hiasan yang
cantik, merupakan perpaduan antara gaya Jawa, Cina, Arab, dan Eropa. Mesjid ini
dibangun pada tahun 1761. Pengaruh agama Islam menimbulkan tempat ibadah yang
namanya bermacam-macam. Tempat ibadah ukuran kecil disebut langgar, yang
berukuran sedang disebut mesjid, dan yang ukuran besar disebut mesjid agung
atau mesjid Jami. Mesjid merupakan tempat peribadatan agama Islam (tempat orang
melakukan salat). Mesjid juga berperan sebagai tempat penggemblengan jiwa dan
pribadi-pribadi Islam yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
b. Mesjid Demak
Mesjid Demak
didirikan pada masa pemerintahan Raden Patah. Bangunan mesjid terletak di
Kadilangu, Demak. Mesjid ini beratap tumpang yang mirip dengan bentuk pura
Hindu. Mesjid Demak didirikan dengan bantuan para wali (walisongo). Pembangunan
mesjid dipimpin langsung oleh Sunan Kalijaga. Keunikan mesjid ini terletak pada
salah satu tiang utamanya, yakni terbuat dari bahan pecahan-pecahan kayu yang
disebut tatal (soko tatal).
c. Mesjid Kudus
Mesjid Kudus
didirikan oleh Sunan Kudus. Bentuk bangunan masjid ini memiliki ciri khusus.
Bagian menaranya menyerupai candi Hindu.
d. Mesjid Banten
Mesjid Banten
didirikan pada abad ke-16. Bangunannya memiliki atap tumpang sebanyak lima
tingkat. Kemungkinan model bangunan seperti ini untuk menggambarkan derajat
yang dapat diraih seseorang dalam Islam. Menara mesjid Banten dibangun oleh
arsitektur Belanda bernama Cardel. Itulah sebabnya, menara tersebut bergaya
Eropa menyerupai mercusuar.
e. Mesjid Cirebon
Mesjid
Cirebon didirikan pada abad ke-16 M, ketika Kerajaan Cirebon berkuasa. Bentuk
atap mesjid Cirebon juga berupa atap tumpang, terdiri atas dua tingkat.[16]
5. Seni Pahat
Seni pahat
seiring dengan kaligrafi. Seni pahat atau seni ukir berasal dari Jepara, kota
awal berkembangnya agama Islam di Jawa yang sangat terkenal. Di dinding depan
mesjid Mantingan (Jepara) terdapat seni pahat yang sepintas lalu merupakan
pahatan tanaman yang dalam bahasa seninya disebut gaya arabesk, tetapi jika
diteliiti dengan saksama di dalamnya terdapat pahatan kera. Di Cirebon malahan
ada pahatan harimau. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa seni pahat di
kedua daerah tersebut (Jepara dan Cirebon), merupakan akulturasi antara budaya
Hindu dengan budaya Islam.
6. Seni Pertunjukan
Di antara
seni pertunjukan yang merupakan seni Islam adalah seni suara dan seni tari.
Seni suara merupakan seni pertunjukan yang berisi salawat Nabi dengan iringan
rebana. Dalam pergelarannya para peserta terdiri atas kaum pria duduk di lantai
dengan membawakan lagu-lagu berisi pujian untuk Nabi Muhammad Saw. yang
dibawakan secara lunak, namun iringan rebananya terasa dominan. Peserta
mengenakan pakaian model Indonesia yang sejalan dengan ajaran Islam, seperti
peci, baju tutup, dan sarung.
7. Tradisi atau Upacara
Tradisi atau
upacara yang merupakan peninggalan Islam di antaranya ialah Gerebeg Maulud.
Perayaan Gerebeg, dilihat dari tujuan dan waktunya merupakan budaya Islam. Akan
tetapi, adanya gunungan ( tumpeng besar) dan iring-iringan gamelan menunjukkan
budaya sebelumnya (Hindu Buddha). Kenduri Sultan tersebut dikeramatkan oleh
penduduk yang yakin bahwa berkahnya sangat besar, yang menunjukkan bahwa
animisme-dinamisme masih ada. Hal ini dikuatkan lagi dengan adanya upacara
pembersihan barang-barang pusaka keraton seperti senjata (tombak dan keris) dan
kereta. Upacara semacam ini masih kita dapatkan di bekas-bekas kerajaan Islam,
seperti di Keraton Cirebon dan Keraton Surakarta.
8. Karya Sastra
Pengaruh
Islam dalam sastra Melayu tidak langsung dari Arab, tetapi melalui Persia dan
India yang dibawa oleh orang-orang Gujarat. Dengan demikian, sastra Islam yang
masuk ke Indonesia sudah mendapat pangaruh dari Persia dan India. Karya sastra
masa Islam banyak sekali macamnya, antara lain sebagai berikut.
a.
Babad, ialah cerita berlatar
belakang sejarah yang lebih banyak di bumbui dengan dongeng. Contohnya: Babad
Tanah Jawi, Babad Demak, Babad Giyanti, dan sebagainya.
b.
Hikayat, ialah karya sastra yang
berupa cerita atau dongeng yang dibuat sebagai sarana pelipur lara atau pembangkit
semangat juang. Contoh, Hikayat Sri Rama, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Amir
Hamzah dan sebagainya.
c.
Syair, ialah puisi lama yang
tiap-tiap bait terdiri atas empat baris yang berakhir dengan bunyi yang sama.
Contoh: Syair Abdul Muluk, Syair Ken Tambuhan, dan Gurindam Dua Belas.
d.
Suluk, ialah kitab-kitab yang
berisi ajaran Tasawuf, sifatnya pantheistis, yaitu manusia menyatu dengan
Tuhan. Tasawuf juga sering dihubungkan dengan pengertian suluk yang artinya
perjalanan. Alasannya, karena para sufi sering mengembara dari satu tempat ke
tempat lain. Di Indonesia, suluk oleh para ahli tasawuf dipakai dalam arti
karangan prosa maupun puisi. Istilah suluk kadang-kadang dihubungkan dengan
tindakan zikir dan tirakat. Suluk yang terkenal, di antaranya: Suluk Sukarsah,
Suluk Wijil, Suluk Malang Semirang.[17]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kebudayaan Islam ialah cara berpikir dan cara merasa Islam yang
menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang
membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan suatu waktu. Dasar dari
kebudayaan Islam adalah kitab Allah (Al-qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya. Adapun
peninggalan-peninggalan kebudayaan Islam yaitu seperti lukisan kehidupan Islam,
Al-khithabah, seni bahasa, seni bangunan, dan pembangunan mesjid. Sedangkan
peninggalan kebudayaan Islam di Indonesia ialah seperti kaligrafi, kraton, batu
nisan, bentuk mesjid, seni pahat, seni pertunjukan, tradisi atau Upacara dan
karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarazmi, Kebudayaan Islam di Indonesia, http://ambarazmi.wordpress.com/2012/11/11/kebudayaan-islam-di-indonesia/
diakses Minggu, 16 maret 2014.
Ambary, Hasan Muarif, Menemukan Peradaban, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1998.
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1973.
https://www.facebook.com/notes/belajar-mencintai-allah-sebelum-aku-belajar-mencintai-kekasih-ku/peninggalan-peninggalan-sejarah-bercorak-islam/195312563854864
diakses Minggu, 16 Maret 2013.
Pijper, G.F., Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, Jakarta:
Universitas Indonesia, 1985.
[1]A. Hasjmy, Sejarah
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 27
[14] Ambarazmi, Kebudayaan Islam di Indonesia, http://ambarazmi.wordpress.com/2012/11/11/kebudayaan-islam-di-indonesia/ diakses Minggu, 16 maret 2014, jam 10.30 Wita.
[15]Hasan Muarif
Ambary, Menemukan Peradaban, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), h. 183
[16]G.F.Pijper, Sejarah
Islam di Indonesia 1900-1950, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1985), h 16.
[17]https://www.facebook.com/notes/belajar-mencintai-allah-sebelum-aku-belajar-mencintai-kekasih-ku/peninggalan-peninggalan-sejarah-bercorak-islam/195312563854864 diakses Minggu, 16 Maret 2013, jam 11:00 Wita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar