Jumat, 11 April 2014

Pemikiran Christian Wolff, Auguste Comte dan Karl Raimund Popper Tentang Klasifikasi Ilmu



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang 
Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu  kesimpulan yang berupa pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan melalui suatu cara tertentu. Suatu penarikan  kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikannya dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.
Pengetahuan banyak jenisnya, salah satunya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang objek telaahnya adalah dunia empiris dan proses pendapatkan pengetahuannya sangat ketat yaitu menggunakan metode ilmiah. Ilmu menggabungkan logika deduktif dan induktif, dan penentu kebenaran ilmu tersebut adalah dunia empiris yang merupakan sumber dari ilmu itu sendiri Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan sebagai berikut : Christian Wolff, Auguste Comte dan Karl Raimund Popper.
Dari paparan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi tentang klasifikasi ilmu oleh para tokoh filsafat ilmu tersebut yaitu Christian Wolff, Auguste Comte dan Karl Raimund Popper pada bab selanjutnya.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pemikiran Christian Wolff tentang klasifikasi ilmu?
2.      Bagaimana pemikiran Auguste Comte tentang klasifikasi ilmu?
3.      Bagaimana pemikiran Karl Raimund Popper tentang klasifikasi ilmu?










BAB II
PEMBAHASAN

A.  Christian Wolff (1679-1754)
Christian Wolff adalah seorang filsuf Jerman yang berpengaruh besar dalam gerakan rasionalisme sekular di Jerman pada awal abad ke-18. Meskipun Wolff berasal dari keluarga Lutheran, namun pendidikannya di sekolah Katolik membuatnya mengenal pemikiran Aquinas dan Suárez. Studinya di Leipzig membuat Wolff berkenalan dengan pemikiran Leibniz dan sempat berkirim surat dengan filsuf tersebut. Pada tahun 1706, Wolff mengajar matematika di Halle dan pada tahun 1709, ia mulai mengajar filsafat. Ia meninggal pada tahun 1754.[1]
Pemikiran Wolff pada dasarnya merupakan pengembangan dari filsafat Leibniz dengan menerapkannya terhadap segala bidang ilmu pengetahuan. Ia mengupayakan supaya filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti. Untuk itu, filsafat harus disertai dengan pengertian-pengertian yang jelas dan bukti-bukti yang kuat. Suatu sistem filsafat haruslah berisi gagasan-gagasan yang jelas dan penguraian yang baik. Wolff berjasa dalam membuat filsafat menarik perhatian masyarakat umum.[2]
Wolff lebih dikenal sebagai pembela setia ajaran-ajaran Leibnitz, namun disamping itu juga cukup gigih mengembangkan logika-matematika system filsafat yang terkait dengan berbagai lapangan pengetahuan dengan menggunakan sarana metode deduktif seperti yang dipakai dalam matematik. Wolff menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut :
1.      Dengan mempelajari kodrat pemikiran rasional, kita dapat menemukan sifat yang benar dari alam semesta.
2.      Pengetahuan kemanusian terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3.      Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk metode berpikir deduktif.
4.      Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum-hukum berpikir.
5.      Jiwa manusia dalam pandangan Wolff dibagi menjadi tiga, yaitu mengetahui, menghendaki, dan merasakan.[3]

B.  Auguste Comte (1791-1857)
Auguste Comte memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François Xavier Comte. Dia lahir di Montpellier, Perancis pada tanggal 17 Januari 1798 dan meninggal di Paris, pada tanggal 5 September 1857 saat umur 59 tahun. Auguste Comte adalah seorang filsuf Perancis yang dikenal karena memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran.[4]
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Kemudian disusul dengan gejala-gejala pengetahuan yang semakin lama semakin rumit atau kompeks dan semakin konkret. Oleh karena dalam mengemukakan penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte memulai dengan mengamati gejala-gejala yang paling sederhana. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:[5]
1.      Ilmu Pasti (Matematika)
Ilmu pasti merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan. Dengan metode-metode yang dipergunakan melalui ilmu pasti, kita akan memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang sebenarnya.
2.      Ilmu Perbintangan (Astronomi)
Dengan didasari rumus-rumus ilmu pasti, maka ilmu perbintangan dapat menyusun hukum-hukum yang bersangkutan dengan gejala-gejala benda langit.
3.      Ilmu Alam (Fisika)
Ilmu alam merupakan ilmu yang lebih tinggi dari pada ilmu perbintangan, maka pengetahuan mengenai benda-benda langit merupakan dasar bagi pemahaman gejala-gejala dunia anorganik.[6]
4.      Ilmu Kimia (Chemistry)
Gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks dari ilmu alam, dan ilmu kimia mempunyai kaitan dengan ilmu hayat (biologi) bahkan juga dengan sosiologi.
5.      Ilmu Hayat (Fisologi atau Biologi)
Ilmu hayat (biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala-gejala kehidupan. Ini berbeda dengan ilmu-ilmu sebelumnya seperti ilmu pasti , ilmu perbintangan, ilmu alam, dan ilmu kimia yang telah berada pada tahap positif.
6.      Fisika Sosial (Sosiologi)
Fisika sosial merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan. Fisika sosial sebagai ilmu berhadapan dengan gejala-gejala yang paling kompleks, paling konkret, paling konkret dan khusus.[7]

C.  Karl Raimund Popper
Karl Popper lahir di Wina, Austria. Ia dikenal sebagai filsuf yang sangat berpengaruh dibidang sains dan politik. Sedemikian pengaruhnya sehingga Sir Peter Medewar, peraih nobel bidang kedokteran, mengatakan bahwa Karl Popper tak ada duanya sebagai filsuf ilmu terbesar yang pernah ada. Tak hanya Medewar, J. Monod dan Sir John Eccles, peraih nobel, juga mengakuinya. Karl Popper, selain ahli dibidang sains dan politik, juga dikenal sebagai seorang yang ahli matematika dan astronomi teoritis. Buku yang paling berpengaruh adalah The Open Society and Its Enemies (1950).[8]
Beberapa gagasan dasar lingkungan wina. Pertama tama-tama ia ,menentang pembedaan antara ungkapan yang disebut bermakna (meaningful) dari yang tidak bermakna (meaningless) berdasarkan kriterium dapat tidak nya di benarkan secara empiris. Pokok demarkasi terletak pada ada tidaknya dasar empiris bagi ungkapan bersangkutan. Poper tidak dapat di tentukan berdasarkan asas pembenaran yang dianut positivisme logis. Ciri ilmiah ialah bahwa dapat di buktikan salah (it can be falsified) untuk mencapai pandangan ini poper menggunakan kebenaran logis yang sebenarnya sederhana sekali. Dalam perkataan popper sendiri : “Dengan observasi terhadap angsa-angsa putih, betapapun besar jumlahnya, orang tidak dapat sampai pada kesimpulan bahwa semua angsa berwarna putih, tetapi sementara itu cukup satu kali observasi terhadap seekor angsa hitam untuk menyangkal pendapat tadi.[9]
Menurut Popper dengan cara itulah hukum-hukum ilmiah berlaku : bahwa bukannya dapat dibenarkan melainkan dapat dibuktikan salah. Popper beranggapan bahwa suatu teori baru akan diterima kalau sudah ternyata bahwa ia dapat meruntuhkan teori lama yang ada sebelumnya. Pengujian kedua kekuatan teori itu akan dilakukan melalui suatu tes empiris, yaitu tes yang direncanakan untuk membuktikan salah apa yang diujinya. Disini pengetahuan maju bukan karena akumulasi pengetahuan, melainkan lewat proses eliminasi yang semakin keras terhadap kemungkinan kekeliruan dan kesalahan. Maka ilmu pengetahuan maju dengan cara kian mendekati. Ini berarti menyangkut error elimination terus-menerus.[10]
Kerapkali epistemologi Popper dijuluki epistemologi pemecahan masalah. Menurut Popper suatu pengetahuan akan diawali dengan suatu masalah. Untuk memecahkan masalah tersebut diajukanlah sebuah teori yang tentative sifatnya. Kalau teori tersebut sesuai dan berdaya guna, ia dapat menyingkirkan kekeliruan dan kesalahan yang menimbulkan masalah tadi. Maka dari itu, kiranya menjadi jelas juga bahwa hasil langsung kemajuan ilmu ialah negative, sedangkan hasil positif pada dasarnya selalu bersifat sementara.[11]
Popper mengemukakan bahwa system ilmu pengetahuan manusia dapat dikelompokkan kedalam tiga dunia (World), yaitu Dunia 1, Dunia 2, dan Dunia 3. Popper menyatakan bahwa Dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedangkan Dunia 2 adalah kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3 yaitu segala hipotesa, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil kerjasama antara dunia 1 dan dunia 2 serta seluruh bidang.[12]
















BAB II
PENUTUP

Simpulan:
Ada beberapa pandangan tentang klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Christian Wolff, Auguste Comte dan Karl Raimund Popper yaitu:
·         Menurut Christian Wolff pokok pikirannya klasifikasi ilmu pengetahuan ialah:
1.      Dengan mempelajari kodrat pemikiran rasional, kita dapat menemukan sifat yang benar dari alam semesta.
2.      Pengetahuan kemanusian terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3.      Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk metode berpikir deduktif.
4.      Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum-hukum berpikir.
5.      Jiwa manusia dalam pandangan Wolff dibagi menjadi tiga, yaitu mengetahui, menghendaki, dan merasakan.
·         Menurut Auguste Comte penggolongan ilmu pengetahuan adalah:
1.      Ilmu Pasti (Matematika)
2.      Ilmu Perbintangan (Astronomi)
3.      Ilmu Alam (Fisika)
4.      Ilmu Kimia (Chemistry)
5.      Ilmu Hayat (Fisologi atau Biologi)
6.      Fisika Sosial (Sosiologi)
·         Sedangkan menurut Karl Raimund Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (World), yaitu Dunia 1, Dunia 2, dan Dunia 3.

















DAFTAR PUSTAKA

Anne Ahira, http://www.anneahira.com/tokoh-tokoh-sosiologi-dunia.htm diakses Sabtu, 16 November 2013.
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1983.
Haryono Imam, C. Verhaak R., Filsafat Ilmu Pengetahuan,  Jakarta: PT. Gramedia, 1995.
Maksum, Ali, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: PT. Ar-Ruzz Media, 2011.
Munstansyir, Rizal & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Cet. 3, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.



[1] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 63.
[2] ibid
[3] Rizal Munstansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet 3, h. 144.
[4] Anne Ahira, http://www.anneahira.com/tokoh-tokoh-sosiologi-dunia.htm diakses Sabtu, 16 November 2013, jam 15:30 Wib.
[5] Rizal Munstansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, op.cit., h. 145
[6] Ibid, h. 146
[7] Ibid,  h. 148

[8] Ali Maksum, Pengantar Filsafat, ( Yogyakarta: PT. Ar-Ruzz Media, 2011). h. 220
[9] ibid
[10] ibid
[11] C. Verhaak R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan,  (Jakarta: PT. Gramedia, 1995), h. 158.
[12] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar