BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengetahuan
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam
mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan
tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya.
Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama,
manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan
berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara
berpikir seperti ini disebut penalaran.
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai
dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan melalui suatu cara
tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid)
kalau proses penarikannya dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara
penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat
didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.
Pengetahuan
banyak jenisnya, salah satunya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari
pengetahuan yang objek telaahnya adalah dunia empiris dan proses pendapatkan
pengetahuannya sangat ketat yaitu menggunakan metode ilmiah. Ilmu menggabungkan
logika deduktif dan induktif, dan penentu kebenaran ilmu tersebut adalah dunia
empiris yang merupakan sumber dari ilmu itu sendiri Klasifikasi atau
penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai
dengan semangat zaman. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi
ilmu pengetahuan sebagai berikut : Christian Wolff, Auguste Comte dan Karl
Raimund Popper.
Dari
paparan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi
tentang klasifikasi ilmu oleh para tokoh filsafat ilmu tersebut yaitu Christian
Wolff, Auguste Comte dan Karl Raimund Popper pada bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pemikiran Christian Wolff tentang klasifikasi ilmu?
2.
Bagaimana
pemikiran Auguste Comte tentang klasifikasi ilmu?
3.
Bagaimana
pemikiran Karl Raimund Popper tentang klasifikasi ilmu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Christian Wolff (1679-1754)
Christian Wolff
adalah seorang filsuf Jerman yang
berpengaruh besar dalam gerakan rasionalisme sekular di Jerman pada
awal abad ke-18. Meskipun
Wolff berasal dari keluarga Lutheran, namun
pendidikannya di sekolah Katolik membuatnya
mengenal pemikiran Aquinas dan Suárez. Studinya
di Leipzig membuat Wolff
berkenalan dengan pemikiran Leibniz dan sempat
berkirim surat dengan filsuf tersebut. Pada tahun 1706, Wolff mengajar matematika di Halle dan pada tahun
1709, ia mulai mengajar filsafat. Ia meninggal pada tahun 1754.[1]
Pemikiran Wolff
pada dasarnya merupakan pengembangan dari filsafat Leibniz dengan menerapkannya
terhadap segala bidang ilmu pengetahuan. Ia mengupayakan supaya filsafat
menjadi ilmu pengetahuan yang pasti. Untuk itu, filsafat harus disertai dengan
pengertian-pengertian yang jelas dan bukti-bukti yang kuat. Suatu sistem
filsafat haruslah berisi gagasan-gagasan yang jelas dan penguraian yang baik. Wolff berjasa
dalam membuat filsafat menarik perhatian masyarakat umum.[2]
Wolff lebih dikenal sebagai pembela setia ajaran-ajaran Leibnitz,
namun disamping itu juga cukup gigih mengembangkan logika-matematika system
filsafat yang terkait dengan berbagai lapangan pengetahuan dengan menggunakan
sarana metode deduktif seperti yang dipakai dalam matematik. Wolff menjelaskan
pokok-pokok pikirannya mengenai klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai
berikut :
1.
Dengan
mempelajari kodrat pemikiran rasional, kita dapat menemukan sifat yang benar
dari alam semesta.
2.
Pengetahuan
kemanusian terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3.
Ilmu-ilmu
murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk metode berpikir deduktif.
4.
Seluruh
kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum-hukum berpikir.
5.
Jiwa
manusia dalam pandangan Wolff dibagi menjadi tiga, yaitu mengetahui,
menghendaki, dan merasakan.[3]
B.
Auguste Comte (1791-1857)
Auguste Comte
memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François Xavier Comte. Dia lahir di
Montpellier,
Perancis
pada tanggal 17 Januari 1798 dan meninggal di Paris, pada tanggal 5 September
1857 saat umur 59
tahun. Auguste Comte adalah seorang filsuf Perancis yang
dikenal karena memperkenalkan bidang ilmu sosiologi
serta aliran positivisme. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun
dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode
ilmiah dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran.[4]
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan
Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang
menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil
terlebih dahulu. Kemudian disusul dengan gejala-gejala pengetahuan yang semakin
lama semakin rumit atau kompeks dan semakin konkret. Oleh karena dalam
mengemukakan penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte memulai dengan
mengamati gejala-gejala yang paling sederhana. Urutan dalam penggolongan ilmu
pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:[5]
1.
Ilmu
Pasti (Matematika)
Ilmu pasti
merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan. Dengan metode-metode yang
dipergunakan melalui ilmu pasti, kita akan memperoleh pengetahuan tentang
sesuatu yang sebenarnya.
2.
Ilmu
Perbintangan (Astronomi)
Dengan didasari
rumus-rumus ilmu pasti, maka ilmu perbintangan dapat menyusun hukum-hukum yang
bersangkutan dengan gejala-gejala benda langit.
3.
Ilmu
Alam (Fisika)
Ilmu alam
merupakan ilmu yang lebih tinggi dari pada ilmu perbintangan, maka pengetahuan
mengenai benda-benda langit merupakan dasar bagi pemahaman gejala-gejala dunia
anorganik.[6]
4.
Ilmu
Kimia (Chemistry)
Gejala-gejala
dalam ilmu kimia lebih kompleks dari ilmu alam, dan ilmu kimia mempunyai kaitan
dengan ilmu hayat (biologi) bahkan juga dengan sosiologi.
5.
Ilmu
Hayat (Fisologi atau Biologi)
Ilmu hayat
(biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala-gejala
kehidupan. Ini berbeda dengan ilmu-ilmu sebelumnya seperti ilmu pasti , ilmu
perbintangan, ilmu alam, dan ilmu kimia yang telah berada pada tahap positif.
6.
Fisika
Sosial (Sosiologi)
Fisika sosial
merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan. Fisika sosial
sebagai ilmu berhadapan dengan gejala-gejala yang paling kompleks, paling
konkret, paling konkret dan khusus.[7]
C.
Karl Raimund Popper
Karl Popper lahir di Wina, Austria. Ia dikenal sebagai filsuf yang
sangat berpengaruh dibidang sains dan politik. Sedemikian pengaruhnya sehingga
Sir Peter Medewar, peraih nobel bidang kedokteran, mengatakan bahwa Karl Popper
tak ada duanya sebagai filsuf ilmu terbesar yang pernah ada. Tak hanya Medewar,
J. Monod dan Sir John Eccles, peraih nobel, juga mengakuinya. Karl Popper,
selain ahli dibidang sains dan politik, juga dikenal sebagai seorang yang ahli
matematika dan astronomi teoritis. Buku yang paling berpengaruh adalah The
Open Society and Its Enemies (1950).[8]
Beberapa gagasan dasar lingkungan wina. Pertama tama-tama ia
,menentang pembedaan antara ungkapan yang disebut bermakna (meaningful) dari
yang tidak bermakna (meaningless) berdasarkan kriterium dapat tidak nya di
benarkan secara empiris. Pokok demarkasi terletak pada ada tidaknya dasar
empiris bagi ungkapan bersangkutan. Poper tidak dapat di tentukan berdasarkan asas
pembenaran yang dianut positivisme logis. Ciri ilmiah ialah bahwa dapat di
buktikan salah (it can be falsified) untuk mencapai pandangan ini poper
menggunakan kebenaran logis yang sebenarnya sederhana sekali. Dalam perkataan
popper sendiri : “Dengan observasi terhadap angsa-angsa putih, betapapun besar
jumlahnya, orang tidak dapat sampai pada kesimpulan bahwa semua angsa berwarna
putih, tetapi sementara itu cukup satu kali observasi terhadap seekor angsa
hitam untuk menyangkal pendapat tadi.[9]
Menurut Popper dengan cara itulah hukum-hukum ilmiah berlaku :
bahwa bukannya dapat dibenarkan melainkan dapat dibuktikan salah. Popper
beranggapan bahwa suatu teori baru akan diterima kalau sudah ternyata bahwa ia
dapat meruntuhkan teori lama yang ada sebelumnya. Pengujian kedua kekuatan
teori itu akan dilakukan melalui suatu tes empiris, yaitu tes yang direncanakan
untuk membuktikan salah apa yang diujinya. Disini pengetahuan maju bukan karena
akumulasi pengetahuan, melainkan lewat proses eliminasi yang semakin keras
terhadap kemungkinan kekeliruan dan kesalahan. Maka ilmu pengetahuan maju
dengan cara kian mendekati. Ini berarti menyangkut error elimination terus-menerus.[10]
Kerapkali epistemologi Popper dijuluki epistemologi pemecahan
masalah. Menurut Popper suatu pengetahuan akan diawali dengan suatu masalah.
Untuk memecahkan masalah tersebut diajukanlah sebuah teori yang tentative
sifatnya. Kalau teori tersebut sesuai dan berdaya guna, ia dapat menyingkirkan
kekeliruan dan kesalahan yang menimbulkan masalah tadi. Maka dari itu, kiranya
menjadi jelas juga bahwa hasil langsung kemajuan ilmu ialah negative, sedangkan
hasil positif pada dasarnya selalu bersifat sementara.[11]
Popper mengemukakan bahwa system ilmu pengetahuan manusia dapat
dikelompokkan kedalam tiga dunia (World), yaitu Dunia 1, Dunia 2, dan Dunia 3.
Popper menyatakan bahwa Dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedangkan
Dunia 2 adalah kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3
yaitu segala hipotesa, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil kerjasama
antara dunia 1 dan dunia 2 serta seluruh bidang.[12]
BAB II
PENUTUP
Simpulan:
Ada
beberapa pandangan tentang klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Christian
Wolff, Auguste Comte dan Karl Raimund Popper yaitu:
·
Menurut Christian Wolff pokok pikirannya
klasifikasi ilmu pengetahuan ialah:
1. Dengan
mempelajari kodrat pemikiran rasional, kita dapat menemukan sifat yang benar
dari alam semesta.
2. Pengetahuan
kemanusian terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3. Ilmu-ilmu
murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk metode berpikir deduktif.
4. Seluruh
kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum-hukum berpikir.
5. Jiwa
manusia dalam pandangan Wolff dibagi menjadi tiga, yaitu mengetahui,
menghendaki, dan merasakan.
·
Menurut
Auguste Comte penggolongan ilmu pengetahuan adalah:
1.
Ilmu
Pasti (Matematika)
2.
Ilmu
Perbintangan (Astronomi)
3.
Ilmu
Alam (Fisika)
4.
Ilmu
Kimia (Chemistry)
5.
Ilmu
Hayat (Fisologi atau Biologi)
6.
Fisika
Sosial (Sosiologi)
·
Sedangkan
menurut Karl Raimund Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan manusia
dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (World), yaitu Dunia 1, Dunia 2, dan
Dunia 3.
DAFTAR PUSTAKA
Anne Ahira, http://www.anneahira.com/tokoh-tokoh-sosiologi-dunia.htm diakses Sabtu, 16 November 2013.
Hadiwijono, Harun,
Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1983.
Haryono Imam,
C. Verhaak R., Filsafat Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: PT. Gramedia, 1995.
Maksum, Ali, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: PT. Ar-Ruzz
Media, 2011.
Munstansyir,
Rizal & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Cet. 3, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003.
[2]
ibid
[3]
Rizal Munstansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), cet 3, h. 144.
[4]
Anne Ahira, http://www.anneahira.com/tokoh-tokoh-sosiologi-dunia.htm
diakses Sabtu, 16 November 2013, jam 15:30 Wib.
[5]
Rizal Munstansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, op.cit., h. 145
[6]
Ibid, h. 146
[7]
Ibid, h. 148
[8]
Ali Maksum, Pengantar Filsafat, ( Yogyakarta: PT. Ar-Ruzz Media, 2011).
h. 220
[9]
ibid
[10]
ibid
[11]
C. Verhaak R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1995), h. 158.
[12]
ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar