PERKEMBANGAN PEMIKIRAN
MAKROEKONOMI
2.1. Pemikiran
Klasik
Teori makroekonomi yang menjadi
pegangan umum para ahli ekonomi sebelum tahun
1937 dijuluki dengan nama teori makroekonomi
klasik. Kaum klasik secara ideologi percaya bahwa sistem di mana
setiap orang betul-betul bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi apapun bisa
mencapai kesejahteraan masyarakat secara otomatis (lassez faire). Menurut
mereka, peranan pemerintah harus dibatasi seminimal mungkin, sebab apa yang
bisa dikerjakan oleh pemerintah dapat dikerjakan oleh swasta secara lebih
efisien. Kegiatan pemerintah haruslah dibatasi pada macam-macam kegiatan yang
betul-betul tidak dapat dilakukan oleh swasta dengan efisien misalnya di bidang
pertahanan, pemerintahan, ataupun pendidikan.
Dengan ciri ideologi ini, kita dapat mengetahui bahwa di bidang
makroekonomi pun mereka tidak menghendaki campur tangan pemerintah. Jadi esensi
dari teori makroekonomi adalah suatu
perekonomian laissez faire adalah
self-regulating yang artinya mempunyai kemampuan untuk menghasilkan tingkat
kegiatan ekonomi nasional (misalnya GDP) yang efisien (full employment) secara
otomatis.
Menurut kaum klasik, di pasar barang
tidak mungkin terjadi kelebihan produksi atau kekurangan produksi untuk jangka
waktu yang lama. Pendapat semacam itu dilandasi adanya kepercayaan bahwa setiap
barang yang diproduksi selalu ada yang membutuhkan, dan harga-harga adalah
fleksibel yang dapat dengan mudah berubah sehingga kembali pada posisi full
employment. Pada pasar tenaga kerja, bila harga upah cukup fleksibel maka
permintaan tenaga kerja akan selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja.
Jadi pada tingkat upah tersebut tenaga kerja bersedia dibayar sebesar upah
tersebut, dan yang menganggur adalah mereka yang tidak bersedia dibayar pada
tingkat upah tersebut.
Karena uang tidak dapat menghasilkan
apa-apa kecuali mempermudah transaksi, maka uang yang diminta masyarakat hanya
sejumlah kebutuhan akan transaksi. Jadi semakin banyak transaksi yang dilakukan
akan semakin banyak uang tunai yang dibutuhkan masyarakat. Sedangkan esensi teori klasik di pasar luar
negeri adalah bahwa suatu perekonomian nasional tidak perlu merepotkan diri
untuk menyeimbangkan neraca perdagangannya.
2.2. Pemikiran
Keynes
Keynes ada pada posisi yang unik dalam
sejarah pemikiran ekonomi barat, karena pada saat-saat krisis ideologi Keynes
dapat menawarkan suatu pemecahan yang
merupakan jalan tengah. Dia berpendapat
bahwa untuk menolong sistem perekonomian negara-negara tersebut, orang harus
bersedia meninggalkan ideologi
laissez taire
yang murni. Tidak bisa tidak, pemerintah harus melakukan campur tangan lebih
banyak dalam mengendalikan perekonomian
nasional.
Keynes
Keynes mengatakan bahwa kegiatan
produksi dan pemilikan faktor-faktor produksi masih tetap bisa dipegang oleh
swasta, tetapi pemerintah wajib melakukan kebijakan-kebijakan yang secara aktif
akan mempengaruhi gerak perekonomian. Sebagai contoh, pada saat terjadi
depresi, pemerintah harus bersedia melakukan program atau kegiatan yang
langsung dapat meyerap tenaga kerja (yang tidak tertampung di sektor swasta),
meskipun itu membutuhkan biaya besar.
Inti dari ideologi Keynesianisme
adalah Keynes tidak percaya akan kekuatan hakiki dari sistem laissez faire
untuk mengoreksi diri sendiri sehingga
tercapai kondisi efisien (full employment) secara otomatis, tetapi
kondisi
full-employment hanya dapat dicapai dengan tindakan-tindakan terencana.
2.3. Pemikiran
Moneteris (Monetarism)
Milton Friedman
Selama tahun 1960-an dan awal tahun
1970-an, di bawah pimpinan ekonom terkenal Milton Friedman dari Chicago
University (kini hijrah ke Stanford University) telah berkembang suatu aliran
pemikiran (school of thought) di dalam makroekonomi yang dikenal sebagai aliran
moneteris (monetarism). Para ekonom dari aliran moneteris ini menyerang
pandangan dari aliran Keynesian, terutama menyangkut penentuan pendapatan yang
dinilai oleh mereka sebagai tidak benar. Kaum moneteris menghendaki agar
analisis tentang penentuan pendapatan memberi penekanan pada pentingnya peranan
jumlah uang beredar (money supply) di dalam perekonomian. Perdebatan yang lain
menyangkut : efektifitas antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, peranan
kebijakan pemerintah, dan tentang kurva Phillips (kurva yang menunjukkan bahwa hubungan antara pengangguran dan
inflasi adalah saling berkebalikan).
Bagi kaum moneteris, jumlah uang
beredar merupakan faktor penentu utama dari tingkat kegiatan ekonomi dan
harga-harga di dalam suatu perekonomian. Dalam jangka pendek (short run),
jumlah uang beredar mempengaruhi tingkat output dan kesempatan kerja; sedangkan
dalam jangka panjang (long run) jumlah uang beredar mempengaruhi tingkat harga
atau inflasi. Menurut Milton Friedman “inflasi ada di mana saja dan selalu
merupakan fenomena moneter”. Pertumbuhan moneter atau uang beredar yang
berlebihan dalam hal ini bertanggung jawab atas timbulnya inflasi, dan
pertumbuhan moneter yang tidak stabil bertanggung jawab atas timbulnya gejolak
atau fluktuasi ekonomi. Oleh karena pertumbuhan moneter sangat berpengaruh
terhadap variabilitas, baik variabilitas dalam tingkat harga maupun pertumbuhan
output (GNP), maka kebijakan moneter yang diambil pemerintah sedapat mungkin haruslah
dapat menjamin terciptanya suatu tingkat pertumbuhan moneter atau jumlah uang
beredar yang konstan dan tetap terkendali pada tingkat yang
rendah.
Adapun gagasan pokok dari aliran
moneteris yang dianggap penting di antaranya adalah :
1. Sektor atau perekonomian swasta pada
dasarnya adalah stabil.
2. Kebijakan makroekonomi aktif seperti
kebijakan fiskal dan moneter hanya akan membuat keadaan perekonomian menjadi
lebih buruk. Bahkan secara ekstrim
mereka mengatakan bahwa “kebijakan makroekonomi yang aktif itu lebih merupakan
bagian dari masalah, dan bukan bagian dari solusi”. Dengan perkataan lain, kaum
moneteris menghendaki suatu peran atau campur tangan pemerintah yang seminimum
mungkin di
dalam perekonomian.
3. Seperti halnya dengan aliran Klasik, kaum
moneteris berpendapat bahwa harga-harga dan upah di dalam perekonomian adalah
relatif fleksibel, yang akan menjamin keadaan keseimbangan di dalam
perekonomian selalu bisa diwujudkan.
4. Jumlah uang beredar merupakan faktor penentu
yang sangat penting dari tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Berbagai pendapat atau gagasan kaum
moneteris di atas, memiliki implikasi kebijakan yang penting , yaitu :
1. Stabilitas di dalam pertumbuhan jumlah uang
beredarlah yang merupakan kunci dari stabilitas makroekonomi, dan bukan
kebijakan makroekonomi aktif yang menimbulkan fluktuasi dalam pertumbuhan
jumlah uang beredar yang menjadi penentu kestabilan makroekonomi.
2. Kebijakan fiskal itu sendiri memiliki
pengaruh sistematis yang sangat kecil, baik terhadap pendapatan nasional riil
maupun pendapatan nasional nominal; dan bahwa kebijakan fiskal (fiscal policy)
bukanlah suatu sarana atau alat stabilisasi yang efektif.
2.4. Pemikiran
Rational Expectation (Ratex)
Penganut rational expectation (ratex)
tidak lain adalah kelompok klasik baru (new-classical), karena asumsi ratex
dijadikan oleh kaum tersebut sebagai landasan pokok seluruh analisis dan
pemikirannya. John Muth merupakan pencetus pertama ide ratex dimana pada awal
1960-an ia mengemukan premis :
”ekspektasi
tiap individu bersifat rasional bila ekspentasi tersebut identik dengan hasil
prediksi model”. Premis ini mengandung pengertian bahwa apabila masyarakat
mengetahui benar informasi tentang suatu peristiwa atau kebijakan maka mereka
akan bereaksi dimana reakasi tersebut berciri rasional. Sebagai gambaran, jika
masyarakat mengetahui bahwa jumlah uang beredar meningkat dan
mereka menyadari bahwa dampaknya akan terasa di
dalam peningkatan harga maka ekspektasi harga juga akan ikut meningkat.
Menurut penganut model ratex jika dan
hanya jika masyarakat membuat kesalahan ekspektasi maka kebijakan pemerintah
dapat memberi hasil, contohnya pada kebijakan peningkatan jumlah uang beredar
berdampak pada peningkatan output. Walau demikian, paham klasik tentang
kekuatan pasar nampaknya sangat
kuat berakar
juga pada penganut model ratex. Menurut pandangan penganut ratex jika kesalahan
terjadi, intervensi pemerintah semacam contoh di atas tetap tidak diinginkan
karena ia justru akan menghasilkan ketidakpastian yang lebih besar lagi.
Berbeda dengan pandangan kaum monetaris dimana mereka masih memberi “ruang”
untuk melihat berbagai dampak kebijakan pemerintah melalui perlakuan eksplisit
terhadap faktor adaptive expectation, khususnya dalam jangka pendek.
Memang agak sulit untuk membayangkan
suatu keadaan dimana individu dapat mengetahui semua informasi sehingga
ekspektasinya menjadi rasional. Seperti tidak kurang sulitnya untuk
membayangkan situasi dimana dalam jangka pendek suatu kebijakan seperti
menaikkan jumlah uang beredar akan tidak
mempunyai
dampak sama sekali terhadap tingkat output. Menurut jawaban penganut ratex
kesalahan ekspektasi karena kesulitan memperoleh informasi memang tak dapat
dihindarkan meskipun yang bersangkutan sangat rasional dalam pengambilan
keputusan. Dengan pengertian lain, menurut mereka untuk mempunyai ekspektasi
rasional tidak
harus selalu bebas dari membuat kesalahan ekspektasi.
2.5. Pemikiran
New Classical
Pada dasarnya munculnya aliran
pemikiran ini karena terjadi perubahan fenomena perekonomian setelah era golden
age macroeconomics (1940-1970) mulai berakhir. Di tahun 70-an (1974-1975) terjadi oil shock
dalam perekonomian dunia dimana harga minyak di pasar dunia meningkat sangat
tinggi (oil boom) sehingga
harga-harga
meningkat (inflasi) yang sangat mempengaruhi kondisi ekonomi Amerika.
Aliran pemikiran ini mengkombinasikan
pemikiran monetaris dengan beberapa ide yang dulu telah dikemukakan oleh aliran
klasik, yakni : pasar tenaga kerja dan pasar kapital akan menyesuaikan secara
penuh. Untuk itu, berdasarkan asumsi bahwa individu mampu mengefisienkan
penggunaan informasi yang
tersedia dalam
membuat peramalan. Dengan menggunakan tiga alat dari monetaris, market clearing
(mekanisme pasar), dan rational expectation (ekspektasi rasional). Pemikiran
ini melumpuhkan pemikiran Keynesian, dengan menekankan lagi pada tidak perlunya
intervensi pemerintah seperti yang dikemukakan aliran klasik
sebelumnya
(Galbraith dan Darity, 1994).
Pemikir pada aliran ini yang terkenal
adalah Edward Prescott. Ia dan pengikutnya mengembangkan model yang dikenal
dengan model siklus bisnis riil (Real Business Cycle Model atau Model RBC).
Model ini mengasumsikan bahwa output selalu akan berada pada tingkat natural.
Jadi semua fluktuasi output hanyalah
pergerakan dari
dan ke tingkat output natural atau dalam kondisi full employment (tidak ada
pengangguran).
Pergerakan output disebabkan karena
adanya kemajuan teknologi (technological progress). Apabila ada penemuan baru,
produktivitas akan meningkat dan menyebabkan output akan meningkat pula.
Peningkatan produktivitas akan meningkatkan upah yang akan membuat tenaga kerja
semakin giat bekerja. Dengan demikian produktivitas akan meningkatkan output
dan kesempatan kerja.
2.6. Pemikiran New Keynesian
Penganut aliran New Keynesian
berpendapat bahwa sintesis yang timbul sebagai respon terhadap kritik
ekspektasi rasional pada dasarnya adalah benar, yakni asumsi yang menyatakan
bahwa nilai-nilai ekspektasi perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan
perekonomian nasional, dimana nilai tersebut harus
serasional
mungkin berdasarkan informasi yang tersedia. Mereka juga berargumentasi bahwa
masih cukup banyak yang harus dipelajari tentang sifat-sifat dan karakteristik
yang tidak selalu sempurna dalam kondisi pasar yang berbeda, disamping juga
tentang implikasi dari ketidak-sempurnaan tersebut bagi evolusi makroekonomi.
Salah satu kajiannya berfokus pada
aspek menentukan tingkat upah dalam pasar tenaga kerja. Tingkat upah yang
efisien muncul dari suatu gagasan yang apabila upah yang diterima oleh pekerja
adalah terlalu rendah mengakibatkan hal-hal seperti (a) pekerja tidak
termotivasi untuk menghasilkan ouput yang
optimal
(bermalas-malasan), (b) masalah tentang moral dalam suatu perusahaan, (c)
kesulitan didalam mendapatkan dan mempertahankan pekerja yang berkualitas, dan
lain sebagainya. Salah seorang yang sangat berpengaruh terhadap issue tersebut
adalah George Akerlof dari Berkeley, yang mempunyai gagasan tentang
suatu “norma”,
yang mengkaji apa yang sebenarnya disebut dengan “fair” dan “unfair”.
Penelitian ini menggali aspek sosiologi dan psikologi yang selama ini
ditinggalkan, serta menjelaskan implikasinya terhadap dunia makroekonomi.
Hal lain yang juga diteliti oleh
aliran New Keynesian adalah peran dari ketidaksempurnaan dalam pasar kredit.
Diasumsikan bahwa dampak dari kebijakan moneter akan bekerja melalui tingkat
suku bunga, dimana perusahaan atau individu dapat meminjam uang dengan tingkat
suku bunga yang telah ditentukan. Didalam kenyataannya, perusahaan dan individu
tersebut meminjam uang dari bank, dimana bank sering merendahkan potensi yang
dimiliki oleh peminjam dibandingkan dengan keinginan bank untuk memberikan
pinjamannya pada tingkat suku bunga yang telah ditentukan. Mengapa hal ini
dapat terjadi, dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi
pandangan kita tentang bekerjanya suatu kebijakan moneter menjadikan
subyek-subyek kajian dari berbagai penelitian, utamanya oleh Ben Bernanke dari
Princeton.
Hal lain yang juga dikaji adalah
tentang kekakuan dari nilai nominal. Fischer dan Taylor menyatakan bahwa
keputusan untuk merubah tingkat upah atau harga secara tiba-tiba akan
mengakibatkan output dapat menyimpang dari tingkat keseimbangan dalam waktu
yang cukup lama. Kesimpulan ini menimbulkan berbagai
isu, apabila
perubahan yang tidak terduga tersebut bertanggungjawab, paling tidak sebagian,
terhadap fluktuasi perekonomian, mengapa penentu tingkat upah atau penentu
tingkat harga tidak dapat mensinkronkan suatu keputusan? Mengapa harga dan upah
tidak disesuaikan lebih sering? Mengapa tidak semua harga dan
upah berubah,
katakanlah setiap tanggal 1 setiap bulannya? Didalam menjawab issu-issu
tersebut, Akerlof dan N. Gregory Mankiw (Harvard University) telah menurunkan
suatu hasil yang sangat penting dan menakjubkan, yang sering disebut dengan
biaya menu untuk menerangkan fluktuasi output, yaitu: Setiap penentu
harga atau upah
tidak akan sangat jauh berbeda sebagaimana kapan dan seberapa seringnya
seseorang merubah upah atau harganya sendiri (bagi pengecer, merubah harga
setiap hari atau setiap minggu tidak akan memberikan perbedaan yang mencolok
terhadap keuntungan). Oleh karenanya, meskipun biaya yang dipergunakan untuk
melakukan perubahan terhadap harga sangat kecil, seperti misalnya biaya untuk
mencetak sebuah menu, akan mengakibatkan penyesuaian harga yang sangat jarang
dan tak terduga. Hal ini secara umum dapat menyebabkan penyesuaian yang sangat
lambat terhadap tingkat harga, dan pada akhirnya kepada fluktuasi agregat
output yang direspon oleh pergerakan permintaan agregat. Singkatnya,
keputusan-keputusan yang tidak banyak berpengaruh pada tingkat individu
(seberapa sering untuk merubah harga atau upah) akan mengakibatkan dampak yang
luas secara agregat (penyesuaian yang lambat dari tingkat harga, dan karenanya
pengaruh yang
besar terhadap pergerakan dari permintaan dan output agregat).
Dapat disimpulkan secara singkat bahwa
aliran New Keynesian menggali lebih dalam kepada isu-isu yang berkaitan dengan
peranan dari ketidaksempurnaan pasar terhadap fluktuasi perekonomian.
III. RISALAH
ALIRAN PEMIKIRAN MAKROEKONOMI
3.1. Mengapa Ada Aliran Pemikiran
Aliran pemikiran (school of thought)
pada kenyataannya adalah eksis.
Keberadaannya diperlukan karena tidak semua fenomena yang ditangkap oleh
seseorang atau ilmuwan dapat didekati atau dipandang dengan cara yang sama. Hal yang lebih teknis adalah mungkin saja
didalam menangkap fenomena tersebut dan mencoba menyelesaikan atau menjawabnya
ada perbedaan alat (tools) yang digunakan.
Perbedaan-perbedaan (misal) seperti ini akan diperoleh hasil yang
sebenarnya sama tetapi didekati dengan cara yang berbeda. Suatu pertanyaan yang dinyatakan “buatlah
suatu bidang dengan luas 100 cm2. Inti
permasalahan sebenarnya adalah bagaimana membuat suatu bidang dengan luasan
tersebut. Tidak ada penjelasan atau keterangan
tambahan, maka fenomena itu akan ditangkap oleh orang dengan berbagai cara. Namun dalam hakikat yang terkandung
didalamnya bahwa hanya ada satu kebenaran dari permasalahan itu yaitu kita dapat membuat bidang 100 cm2,dan
itulah kebenaran tersebut. Adapun bentuk
dari bidang itu apakah segitiga, segiempat, belah ketupat, lingkaran dan lain
sebagainya, hanya mencerminkan bagaimana suatu fenomena ditangkap dan fenomena
itu ditunjukkan ke dalam bentuk yang dapat dicerna oleh manusia. Selama bidang-bidang itu mempunyai luasan
100 cm2, maka itu adalah hakikat kebenarannya, sebab 100 cm2 adalah
simplifikasi dari bentuk yang berbeda-berbeda tersebut, dan di dalam konsep
ilmu pengetahuan itulah yang disebut dengan model yaitu abstraksi atau
simplikasi dari
dunia nyata. Cara orang mengabstraksi
dengan cara yang berbeda-beda tersebut karena berangkat dari pengetahuan,
permasalahan dan asumsi yang dipakai juga berbeda terhadap suatu fenomena yang
timbul.
Aliran pemikiran dalam perkembangan
ilmu pada dasarnya ingin menjawab satu solusi yang hakiki dengan pendekatan
yang berbeda. Hal yang berbeda mungkin
pada pendekatan dan itulah yang disebut aliran pemikiran. Konsep kebenaran pada satu inti atau objek
yang sedang diperbincangkan tetap hanya
satu.
Contoh pendekatan makroekonomi di atas
memperlihatkan bagaimana perkembangan makroekonomi atau aliran-aliran di dalam
makroekonomi dari waktu ke waktu. Kaum
klasik berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu campur tangan dalam
perekonomian. Mereka beranggapan
perekonomian akan mengatur dirinya sendiri
sedemikian rupa
sehingga sumberdaya ekonomi yang ada akan mampu digunakan secara efisien
sehingga selalu terjadi keadaan dimana kondisi perekonomian pada full
employment. Pandangan ini cukup lama
berakar dan dipegang sebagai landasan
perekonomian sebelum munculnya Keyness yang membawa aliran pemikiran baru, yang
mengatakan bahwa intervensi pemerintah itu diperlukan dalam perekonomian dalam
upaya membuat suatu keadaan lebih baik atau ada pihak tertentu yang menjadi
tujuan perbaikan ekonomi.
Mengapa pemikiran Keynes muncul ? Hal
itu tidak terlepas dari fenomena yang berkembang pada saat itu, dimana terjadi
depresi besar (great depretion) sehingga terjadi pengangguran
besar-besaran. Pengangguran
besar-besaran inilah merupakan fenomena yang tidak dapat dijawab oleh kaum
klasik. Kaum klasik mengatakan bahwa di
dalam perekonomian yang full employment (padahal mereka mengatakan perekonomian
selalu full employment) tidak ada pengagguran (unemployment). Tetapi kenyataan pada saat itu terjadi
pengangguran besar-besaran. Munculnya
pemikiran Keynes membuka cakrawala baru dan menjadi
tonggak sejarah
penting keberadaan makroekonomi.
Pertanyaan adalah apakah pemikiran klasik salah ? Jawabannya adalah
tidak. Mengapa ? Paham klasik muncul sesuai dengan zamannya
dan fenomena yang ada diabstraksikan
dalam model klasik untuk menunjukkan perilaku perekonomian pada saat itu. Kalau begitu apa
yang menjadi
penentu mengapa perlu adanya aliran pemikiran.
Dengan latar belakang dan penjelasan
di atas, jelaslah munculnya aliran pemikiran disebabkan karena ilmu tidak
statis melainkan dinamis, dinamisnya perkembangan ilmu tidak terlepas dari
beberapa hal. Pertama, fenomena
(perekonomian) selalu mengalami perubahan.
Keadaan sekarang dimana munculnya pasar modal mengakibatkan di dalam
perekonomian orang tidak murni lagi mengadakan transaksi perdagangan atau produksi,
tetapi sudah masuk unsur ekspektasi.
Aliran rasional ekspektasi (ratex) yang mengatakan bahwa ekspektasi
setiap individu bersifat rasional bila ekspektasi tersebut identik dengan hasil
prediksi model. Atau dapat dikatakan
bahwa apabila masyarakat mengetahui benar
informasi tentang suatu peristiwa atau kebijakan maka mereka akan
beraksi dimana reaksi tersebut berciri rasional. Kedua, waktu adalah variabel yang menentukan
untuk menjawab mengapa perilaku atau fenomena itu berubah. Seseorang dapat saja memprediksikan sesuatu
tetapi apakah hal itu nantinya sesuai
hanyalah waktu yang akan dapat menjawabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono.
1980. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu
Ekonomi Makro, seri. 2, edisi
keempat, BPFE,
Yogyakarta.
Galbraith, J.K
and W Darity, Jr. 1984. Macroeconomics. Houghton Mifflin
Company. New Jersey.
Keraf, A.S dan
M. Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan
Filosofis.
Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Nanga, M.
2001. Makroekonomi : Teori, Masalah dan
Kebijakan. PT Raja Grafindo
Persada.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar