BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada perkembangannya dapat dipahami bahwa manusia cenderung
untuk bersosialisasi atau bermasyarakat antara individu yang satu dengan
individu yang lainnya. Hal itu untuk dapat bertahan hidup dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dalam hal ini, manusia membuat suatu kelompok dimana
terdapat hubungan yang erat diantara mereka yang hidup dalam bermasyarakat,
manusia slalu melakukan berbagai interaksi yang menimbulkan suatu akibat.
Dimasyarakat ini sendiri terdapat suatu aturan atau peraturan yang timbul
dengan sendirinya selama proses sosialisasi itu berlangsung maupun aturan yang
sengaja dibuat untuk mengatur dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat itu
sendiri. Sikap tindak dalam melakukan setiap perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang tidak selamanya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Adapun
tindakan yang melanggar aturan atau peraturan hukum pidana tersebut dapat
disebut dengn tindak pidana apabila memenuhi unsur dan ketentuannya yang
sebagaimana telah diatur dalam KUHP.
Tindak pidana dapat diartikan suatu perbuatan yang mana bila dilanggar
akan mendapatkan sanksi yang jelas dan sesuai dengan kitab UU Hukum Pidana.
Dalam melakukan penuntutan pidana terhadap pelaku tindak pidana terhadap pelaku
tindak pidana didalam KUHP diatur pula tentang hapusnya kewenangan menuntut
pidana dan menjalankan pidana, hal ini diatur dalam KUHP buku kesatu BAB VIII
mengenai aturan umum.kewenanhan menuntut pidana sendiri merupakan hak negara
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum khususnya dalam hal ini adalah
kejaksaan, untuk maka dalam perkara pidana diberikan jangka waktu hal ini
berkaitan dengan daluwarsa yang diatur dalam pasal 76 sampai 85 KUHP terhadap
penuntutan pidana dan daluwarsa terhadap penjalanan pidana.
B. Rumusan Masalah
1.
Hal apakah menyebabkan hapusnya kewenangan negara
untuk menuntut pidana dalam BAB VIII KUHP ?
2.
Bagaimana akibat dihapusnya kewenangan menjalankan
pidana itu ?
C. Tujuan penulisan
1.
Untuk mengetahui penyebab hapusnya kewenangan negara
untuk menuntut pidana dalam BAB VIII KUHP
2.
Untuk mengetahui akibat dihapusnya kewenagan
menjalankan pidana itu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hal-hal penyebab hapusnya
Kewenangan negara Menuntut Pidana dalam BAB VIII KUHP dan menjalankan pidana serta akibatnya
Penuntutan yang dilalui oleh pemerintahan menganggap telah
atas dasar kemanfaatannya kepada masyarakat, dan apabila perkara tersebut tidak
dituntut maka perkara tersebut tidak dapat dijatuhi pidana.contoh pasal 53
yaitu kalau terdakwa dengan suka rela mengurung niatnya untuk melakukan suatu
kejahatan. Dan juga terdapat pada buku 1 BAB VIII KUHP Pasal 76 sampai 82 yang
mengatur alasan dihapusnya kewenangan menuntut pidana yang disebut dengan
penghapusan penuntutan( Vervolging Suits Luitings Gronden).[1]
Ada beberapa alasan mengapa kewenangan menuntut pidana itu
jadi dihapuskan, yaitu:
a.
Tidak adanya pengaduan pada
delik-delik aduan
Dalam BAB VII Pasal
72-75 diatur mengenai siapa saja yang berhak mengadu dan tenggang waktu
pengaduan ayat 4 menyebutkan tentang “penarikan aduan dapat dilakukan
sewaktu-waktu selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai”
Bentuk-bentuk delik aduan terbagi 2 macam,
yaitu;
1.
Delik aduan absolut bahwa kepentingan orang yang
terkena tindak pidana itu melebihi kerugian yang diderita oleh umum, maka hukum
memberikan pilihan kepadanya untuk mencegah atau memulai suatu proses
penuntutan.
Contoh: seorang
perempuan yang belum kawin telah disetubuhi boleh memilih untuk menikahinya
atau dijatuhi pidana.contohnya juga pada
pencabulan anak dibawah umur pada pasal 239 dan lain-lain.
2.
Delik aduan relative bahwa tidak bersifat pada
kejahatan tetapi karena ada hubungan keturunan atau darah serta perkawinan.
Dalam hal ini dapat menjadi alasan dalam mencegah penuntutan, yang berhak mengadu
adalah. Dalam pasal 72 KUHP yaitu:
1.
Yang bersangkutan belum umur 18 tahun belum cukup umur
dibawah pengampuan. Yaitu: oleh wakil yang sah dalam perkara perdata,wali
pengampu, istri, saudara sederajat lurus,keluarga sedarah, menyimpang sampai
derajat ke-3
2.
Jika yang besangkutan meninggal pasal 73 oleh: orang
tua, anak,suami atau isteri.
3.
Dalam hal yang khusus seperti: pasal 284 tentang
perzinahan yang berhak mengadu adalah suami atau isteri.
4.
Dalam melarikan wanita pasal 332 yang berhak mengadu
adalah
a)
Jika belum cukup umur oleh wanita tersebut harus
memberi ijin bila wanita kawin.
b)
Jika sudah cukup umur oleh suami atau isterinya.
c)
Tenggang waktu pengajuan pengaduanpasal 74 yaitu
bertempat tinggal di indonesia 6 bulan sejak mengetahui, bertempat tinggal
diluar indonesia 9 bulan sejak mengetahui adanya kejahatan.
d)
Penarikan kembali aduan bahwa ijin memberikan
kewenagan penuntutan dilakukan secara tuntas, mka berlakunya daluwarsa
tersebut.meskipun jangka waktu 3 bulan pasal 75.
b.
Ne bis in idem
Yaitu (telah dituntut untuk kedua kalinya)yang diatur dalam
pasaL 76 KUHP Ayat 1 menyebutkan bahwa orang yang tidak boleh dituntut dua kali
karena telah ada putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap orang terhadap siapa putusan itu dijatuhkan adalah
tindak pidana yang dituntut sama dengan yang terdahulu.
Dalam istilahnya (nemodebet bis vaxeri).
Kegunaannya untuk menjaga martabat pengadilan, untuk merasa
sudah pasti bagi terdakwa yang telah mendapat keputusan.
Syarat-syarat dalam asas ini adalah:
a.
Ada keputusan yang berkekuatan tetap
b.
Siap atas keputusannya
c.
Tindak pidana yang dituntut kedua adalah sama dengan
yang pernah dipututskan terdahulu.[2]
c. Matinya
terdakwa
pasal 77 yang bertanggung jawab bersifat pribadi. apabila hal
ini terjadi maka dalam taraf pengusutan itu dihentikan apabila telah dimajukan
maka penuntut umum harus oleh pengadilan dinyatakan tidak dapat diterima dengan
tentunya apabila pengadilan banding atau kasasi maka harus memutuskan
perkaranya.pengecualian diatur dalam pasal 361 dan pasal 363 HIR yaitu bahwa
dalam hal menuntut denda ongkos perkara atau merampas barang-barang yang
tertentu mengenai pelanggaran penghasilan negara dan cukai maka tuntutan itu
dapat dilakukan kepada ahli waris oleh karena itu yang bersifat individual
hukum acara pidana, baik wewenang penuntut umum
maupun wewenang untutk mengeksekusi pidana hapus karena kematian
terdakwa atau terpidana.
d. Daluwarsa(verjaring)
pasal 78 mengatur
waktu, yaitu:
a.
Untuk semua pelanggaran dan kejahatan percetakan
sesudah 1 tahun.
b.
Untuk kejahatan
yang diancan dengan denda,kurungan atau penjara maksimal 3 tahun, daluwarsanya
sesudah 6 tahun.
c.
Untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari
3 tahun, daluwarsanya 12 tahun.
d.
Untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur
hidup daluwarsanya sesudah 18 tahun.
Daluawarsa ini berlaku pada hari sesudah perbuatan
dilakukan kecuali hal-hal tertentu seperti ditangguhkan karena adanya
perselisihan dalam hukum perdata.
Contoh: A melakukan tindak pidana pembunuhan biasa (
pasal 338 KUHP) pada tanggal 1 januari 2004 yang diancam pidana maksimal 15
tahun penjara. Jika A kemudian menghilang dan tidak tertangkap polisi, maka
kewenangan penuntutan itu akan berakhir setelah waktu 12 tahun ( 1 januari 2016).
Menurut pasal 79 tenggang daluwarsa mulai berlaku pada
hari sesudah perbuatan dilakukan kecuali dalam hal-hal tertentu yang disebut
dalam pasal tersebut menyangkut vorduurence delict( delik berlangsung terus
lihat penjelasan dalam bab tentang jenis delik) adapun yang diatur dalam pasal
ini:
a.
Kejahatan dalam mata uang pasal 244 perhitungan
daluwarsa didasarkan pada waktu setelah uang diapakai atau diedarkan
b.
Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang pasal
328,329,330 dan 333 daluwarsa dihitung keesokan hari setelah orang tersebut
dibebaskan atau ditemukan meninggal dunia.
c.
Kejahatan terhadap register kedudukan pasal 556 samapi
558 a, sehari setelah data tersebut dimasukkan dalam catatan register.
Menurut pasal 80nayat 1 tenggang daluwarsa terhenti
atau tercegah apabila ada tindakan penuntutan (daad van vervolging), pada
tindakan penuntutan yang menyerahkan kepada perkara sidang, mengajukan
tuduhan.yang waktunya tidak dihitung.
Menurut pasal 81 ayat 1 penuntutan tertunda, apabila
ada perselisihanyaitu perselisihan menrut hukum perdata terlebih dahulu
diselesaikan sebelm acara pidana dapat diteruskan[3]
hal ini agar terdakwa tidak diberi kesempatan untuk menunda-nunda penyelesaian
perkara perdatanya dengan perhitungan dapat dipenuhi tenggang daluwarsa
penuntutan pidana.
Menurut ayat 2 bagi orang sebelum cukup umurnya maka
tempo waktu gugur dikurangi sepertiganya. Hal ini penyebabnya pidana itu
dihapus yaitu:
1.
Menuntut tersangka karena terlalu jauhnya suatu
kejadian yang ingin diadukan jadi semakin lama yang mengakibatkan hilangnya
ingatan kejadian tersebut.
2.
Semakin lama semakin sulit menemukan pembuktian
terhadap delik tersebut.
3.
Terjadinya penyelesaian diluar persidangan.
Pada pasal 82
ayat 1 berbunyi hak menuntut hukum karena pelanggaran yang terancam
hukuman utama tak lain dari pada denda. Ayat 2 apabila perbuatan itu terencana
maka denda itu dibayar sesuai dengan yang direncanakan. Ayat 3 apabila
kesalahan itu dilakukan secara berulang ulang maka hak menuntut hukuman bisa
ditambah.[4]
e. Telah ada pembayaran denda
Maksimum kepada
pejabat tertentu untuk pelanggaran yang
hanya diancam dengan denda saja ( pasal 82 ). Dengan digunakan lembaga hukum
afkoop(penebusan) atau schikking (perdamaian).[5]
f. Ada abolisi atau amensti diluar KUHP.
Yaitu tentang pernyataan umum yang diatur oleh suatu aturan
perundang-undangan yang memuat pencabutan semua akibat pemidanaan dari suatu
delik tertentu demi kepentingan semua terpidana ataupun bukan. Oleh akrena itu
amensti mencakup perkara dalam fase ante santatium (sebelum dijatuhkan putusan)
maupun post santaium (pasca proses ajudikasi). Dalam abodisi merupakan hak
prerogative presiden yang ditetapkan dalam UUD 1945 sebelum perubahan dalam
abidisi ini mengandung penghapusan yang diberikan kepada perseorangan yang
mencakup penghapusan seluruh akibat penjatuhan putusan, termasuk putusan itu sendiri.
g. Ada Grasi
Grasi tidak menghilangkan putusan hakim yang bersangkutan
keputusan hakim tetap ada, tetapi pelaksanaannya dihapuskan atau dikurangi.
Jadi grasi presiden berupa:
1)
Tidak mengeksekusi seluruhnya
2)
Hanya mengeksekusi sebagian saja.
3)
Mengadakan komutasi yaitu jenis pidananya diganti
contoh penjara diganti dengan kurungan diganti dengan denda,pidana mati diganti
penjara seumur hidup.
Menurut Remelink keadaan pada waktu hakim menjatuhkan
putusan tidak atau kurang diperhatiakn
serta pertimbangan apabila sebelum ia ketahui maka akan mendorongnya akan
menjatuhkan pidana atau tindakan lain bahkan sanksi. Gersi dapat dikabulkan
apabila hukumannya tidak mencapai tujuan atas sasaran pemidanaan itu sendiri.
Perihal proswdur grasi diatur dalam uu 22 tahun 2002 menurut ketentuan pasal 2
ayat 2 grasi hanya dapat dimohonkan bagi
terpidana yang dijatuhi pidana mati, penjara seumur hidup penjara paling rendah
2 tahun dalam pasal 2 ayat 3 kecuali dalam hal:
1.
Terpidana yang pernah ditolak permohonannya grasinya
dan telah lewat waktun 2 tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi
tersebut.
2.
Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati
menjadi pidana penjara seumur hidup dan telah lewat 2 tahun sejak tanggal
keputusan pemberian grasi diterima.
Dalam pasal 3 permohonan grasi tidak menunda
pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana kecuali dalam hal putusan pidana
mati. Permohona grasi dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7 diajukan secara
tertulis oleh terpidana kuasa hukumnya, keluarganya kepada presid diterimanya
serta salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memututskan perkara pada tingkat pertama paling lambat 7 hari
terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan salinanya.
Dalam jangka waktu paling lambat 20 hari terhitung
sejak tanggal penerimaan salinan permohonan maka pengadilan tingkat pertama
mengirimkan salinan permohonan berkas perkara terpidana kepada mahkamah agung
dan dalam jangka waktu palinh lambat 3 bulan sejak terhitungnya sejak tanggal
diterima salinan permohonan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 9,
jangka waktu penolakan atau pemberian sejak diterimanya pertimbangan mahkamah
agung berupa keputusan presiden dapat berupa pemberian atau penokan grasi.[6]
Contoh lainnya kasus gugrnya hak menuntut yaitu Sudi Ahmad salah seorang terdakwa kasus
penyuapan Mahkamah agung yang ditahan dipolda metro jaya meninggal dunia
sebelumnya, dia mengelukan sidang perkaranya yang terkatung-katung gara-gara
hakimnya berseteru. Tahanan komisi pemberantas korupsi itu menghembuskan nafas
terkhir di RS soekanto Bhayangkara ,kramat Jati Jakarta Timur, pukul 18:00 wib
karena sakit hernia. Sejak saat itu kofri unit MA dirawat secara intensif.
Terdakwa akan dioerasi namun keburu meninggal dunia. Kata wakil ketua KPK
Tumpak Hatorangan Pangambean. Suyati isterinya sudi ahmad menggungkapkan sejak
sabtu 20/5, perut suami membesar dan
kembung.penyakit suaminya itu sudah lama terjadi dan sering kambuh. Pada saat
sudah meninggalnya kasus mereka tampak tidak jelas penyelesaiannya sampai sekarang
maka KPK akan meminta majelis hakim yang mengadili akan menggugurkan tuntutan
karena perkaranya gugur karena hukum. Sesuai dengan pasal 40 UU no.30 tahun
2002 KPK tidak berhak mengeluarkan surat penghentian penyidikanmaupun
penuntutan. Yang berhak adalah majelis hakim untuk mengadilinya. Disini
menjelaskan bahwa sudi ahmad tentang kasus suap gugr demi hukum karena sudi
sebagai terdakwa sudah meninggal dunia.tetapi kasus tersebut dilakukan
penututpan karena bataldemi hukum maka majelis hakim harus membatalkan tuntutan
dari Jaksa penuntut dengan mengeluarkan NO (Niet Ontvankelijk Verklaard).[7]
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hal
penyebab hapusnya hak kewenagan negara untuk menuntut pidana dan penjalankannya
ada beberapa hal yang perlu diketahui yaitu
1.
Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan yaitu
tentang perzinahan pasal 284, pencabulan pasal 287 sampai 288, melarikan wanita
pasal 332 dan pencemaran nama baik pasal 319.
2.
Ne Bis In Idem didalamnya mengatur tentang tidak
adanya dituntut 2 kali karena perbuatan yang pertama sudah diadili dengan
putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
3.
Matinya terdakwa yang sudah dijelaskan pada pasal
77bawa yang bertanggung jawab hanyalah orang yang bersifat individual.
4.
Daluwarsa pasal 78 yaitu bagi yang pelanggaran
kejahatan percetakan sesudah 1 tahun,yang diancam denda selama penjara maksimum
3 tahun,daluawarsanya 6 tahun, kejahatan pidana selam penjara lebih 3 tahun
daluwarsanya 12 tahun, untutk ancaman pidna mati atau seumur hidup daluwarsanya 18 tahun.
5.
Telah adanya pembayaran denda maksimum kepada pejabat
tertentu untutk pelanggaran yang diancam dengan denda saja pasal 82 KUHP.
Didalamnya menyebutkan sebagai penebusan atau perdamaian.
6.
Amnesti dan abolisi yang pencabutannya diatur dalam UU
yang skibst pemidanaannya terjadi pada suatu delik tertentu dengan delik
tertentu lainya. Untuk kepentingan semua terpidana atau buka terpidana. Dan
amnesti dan abolisi ini sudag diatur dalam UUD 1945sebelum perubahan. Serta abolisi
ini disebut juga dengan penghapusan seluruh akibta penghukuman penjatuhan
putusan
7.
Diluar dari kewenangan menuntut serta menjalankan KUHP
yaitu dengan Gresi .
8.
Dalam pembahasan ini menjelaskan tentang penghapusan
kewenangan negara untuk menuntut pidana dan menjalankan pidana dalam pasal 76
sampai pasal 85 BUKU 1 BAB VIII KUHPidana.
DAFTAR PUSTAKA
Frans Maramis, hukum pidana umum dan tertulis di indonesia, Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 2012
http://zrifmaronie.blogspot.com/2011/06/alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana.html
http://repository.usu.ac.id/bitsteam/1527/3/pidana-berlin.pdf.txt
http://sendhynugraha.blogspot.com/2013/04/makalah-hapusnya-kewenangan-menuntut-pidana.html
[1]
Frans Maramis, hukum pidana umum dan tertulis di indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 2012)
[2]
http://zrifmaronie.blogspot.com/2011/06/alasan hapusnya kewenangan menuntut
pidana.html
[3]
http://zrifmaronie.blogspot.com/2011/06/alasan hapusnya kewenangan
menuntut pidana.html
[5]
ibid.html
[7]
http://sendhynugraha.blogspot.com/2013/04/makalah-hapusnya-kewenangan-menuntut-pidana.html
dalam alasan kewenangan penghapus pidana terdapat beberapa hal yang perlu dipertanyakan yakni ....
BalasHapus1. apa perbedaan antara alasan hapusnya kewenangan menuntut dengan hapusnya kewenangan menjalankan pidana ?
makasih gan
perbedaannya bisa langsung dilihat gan dari kata menuntut dan menjalankan, bila hapusnya kewenangan menuntut, maka sejak awal kasus itu hendak diusut atau dituntut oleh JPU bagaimanapun caranya tidak bisa dilakukan sebab adanya alasan-alasan yang telah disebutkan diatas
Hapusnamun bila hapusnya kewenangan menjalankan, dari awal kasus tersebut sudah melewati beberapa tahap dipengadilan dan sudah sampai pada taraf vonis/putusan hakim yang berkekuatan tetap tapi karena adanya alasan matinya terdakwa atau daluwarsa maka kewenangan menjalankan yang dipunyai terpidana menjadi hilang
sebagai contoh daluwarsa dari hapusnya menjalankan pidana adalah di masa sekarang ini aja deh gan..... banyak kan tuh koruptor yang sudah divonis hakim tapi gak kunjung dipenjara-penjara nah lama kelamaan masa menjalankan pidananya bisa hapus tuhh....