BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Negara Inggris ialah negara yang menggunakan sistem hukum yang
bersumber dari Common law dan Statute law. Common law ialah hukum yang
bersumber pada kebiasaan atau adat istiadat atau hukum tidak tertulis,
sedangkan Statute law adalah hukum yang
mengikat (berdasarkan UU). Negara-negara yang menggunakan sistem Common law
seperti di Inggris ialah Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, dan Australia.
Negara Indonesia juga sebenarnya menggunakan sistem hukum yang hampir sama
dengan sistem hukum Inggris yang juga bersumber dari hukum tidak
tertulis/kebiasaan (Common law). Sehingga, untuk lebih jelasnya mengenai Hukum
Pidana di Inggris ini akan penulis bahas
dalam bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas terdapat masalah yang akan
dibahas penulis dalam bab selanjutnya yaitu:
- Bagaimana Hukum Pidana di Inggris?
- Bagaimana Prinsip Umum Hukum Pidana di Inggris?
- Bagaimana Tindak Pidana di inggris?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sumber Hukum
Pidana Inggris
- Common Law
Yaitu bagian dari hukum Inggris yang
bersumber pada kebiasaan atau adat istiadat masyarakat yang dikembangkan
berdasarkan keputusan pengadilan. Jadi bersumber dari hukum tidak tertulis
dalam memecahkan masalah atau kasus-kasus tertentu yang dikembangkan dan
unifikasikan dalam keputusan-keputusan pengadilan sehingga merupakan suatu precedent. Oleh karena itu common law ini sering
juga disebut Case law atau juga disebut Hukum Preseden.[1]
Common law yang dikembangkan dalam
keputusan-keputusan pengadilan ini mempunyai kedudukan yang sangat kuat, karena
di Inggris berlaku asas state decisis atau asas the binding force of precedents. Asas ini mewajibkan hakim untuk mengikuti keputusan
hakim yang ada sebelumnya. Pada asasnya kekuatan mengikat ini berlaku bagi
keputusan pengadilan yang lebih tinggi, namun dapat juga berlaku untuk
keputusan pengadilan yang setingkat, asal tidak ada preseden yang saling
bertentangan dan preseden itu tidak terjadi secara per incuriam, artinya tidak terjadi karena kekeliruan dalam hukum.[2]
Kekuatan mengikat dari hukum preseden
ini terletak pada bagian putusan yang disebut ratio decidendi, yaitu semua bagian putusan atau pertimbangan hukum
yang menjadi dasar dari putusan dalam kasus konkret. Hal-hal lain yang berupa
penyebutan fakta-fakta yang tidak ada relevansinya secara langsung dengan
perkaranya, yang disebut obiter dicta tidak mempunyai kekuatan mengikat dalam prakteknya sistem preseden itu
tidak seketat yang dibayangkan, sebab hakim dapat menghindari kekuatan mengikat
dari ratio
decidendi itu
apabila ia dapat menunjukkan bahwa perkara yang sedang dihadapi itu ada
perbedaan dengan perkara yang diputus terdahulu. Hakim atau advokat dapat
menggunakan distinction (pembedaan) seperti itu untuk melumpuhkan kekuatan mengikat dari
preseden.[3]
- Statute law
Ialah hukum yang berasal dari
perundang-undangan. Seperti halnya dengan common law, statute law ini pun
mempunyai binding
authority (kekuatan
mengikat). Hukum Undang-undang (statute law) di Inggris hanya memuat perumusan
tindak pidana (kejahatan) tertentu, misalnya:[4]
a. UU mengenai tindak pidana terhadap orang
(Offences
against the Person Act) tahun 1861.
b. UU Sumpah Palsu (Perjury Act) tahun 1911.
c. UU tindak Pidana Seksual (Sexual Offecens
Act) 1956.
d. UU mengenai pembunuhan (Homicide Act) 1957.
e. UU mengenai pembunuhan anak (Infanticide Act) 1922, yang telah diubah dengan UU
tahun 1938.
f. UU mengenai pembunuhan berencana atau UU
mengenai penghapusan pidana mati (Murder/Abolition of death Penalty Act) tahun 1965.
g. UU mengenai abortus (Abortion Act) tahun 1967.
h. UU mengenai pencurian (Theft Act) tahun 1968.
i.
UU mengenai obat-obatan berbahaya (The Dangerous
Drugs Act) tahun
1965.
j.
UU mengenai pembajakan pesawat udara (Hijacking Act) 1971.
Dari contoh Undang-undang di atas
terlihat, bahwa perumusan tindak pidana di Inggris tidak dikodifikasikan dalam
satu kitab undang-undang secara tunggal, tetapi tersebar dalam beberapa
undang-undang tersendiri. Di damping kedua sumber hukum tersebut (Common law dan Statute law), ada
pula beberapa textbook yang memuat pendapat atau ajaran/doktrin dari para
penulis terkenal. Textbook atau pendapat para penulis ini tidak mempunyai binding
authority (kekuatan
mengikat), tetapi beberapa diantaranya mempunyai kekuatan persuasif, artinya
yang bersifat memberikan keyakinan/dorongan kuat.[5]
B. Prinsip-Prinsip
Umum Hukum Pidana di Inggris
- Asas Legalitas
Walaupun asas ini tidak pernah secara
formal dirumuskan dalam perundang-undangan, namun asas ini menjiwai
putusan-putusan pengadilan. Karena bersumber pada case law, pada mulanya
pengadilan di Inggris merasa dirinya berhak menciptakan delik. Namun dalam perkembangannya
tahun 1972 House of Lords menolak secara bulat adanya kekuasaan pengadilan
untuk menciptakan delik-delik baru atau memperluas delik yang ada. Jadi
nampaknya ada pergeseran dari asas legalitas dalam pengertian materiil ke asas
legalitas dalam pengertian formal. Artinya suatu perbuatan pada mulanya dapat
ditetapkan sebagai suatu delik oleh hakim berdasarkan common law (hukum
kebiasaan yang dikembangkan lewat putusan pengadilan), namun dalam
perkembangannya hanya dapat ditetapkan berdasarkan undang-undang (statute law).
- Asas Mens Rea
Berdasarkan asas ini, ada dua syarat
yang harus dipenuhi untuk seseorang dapat dipidana, yaitu ada perbuatan
lahiriah yang terlarang (artus reus) dan ada sikap batin jahat/tercela(mens
rea). Artus reus tidak hanya menunjuk pada suatu perbuatan (an
act) dalam arti yang biasa, tetapi mengandung arti yang lebih luas, yaitu
meliputi:[6]
- Perbuatan dari si terdakwa
- Hasil atau akibat dari perbuatannya itu.
- Keadaan-keadaan yang tercantum/ terkandung dalam perumusan tindak pidana, misalnya dalam perumusan delik pencurian disebut barang milik orang lain.
- Strict Liability
Walaupun pada prinsipnya berlaku asas Mens
Rea, namun di Inggris ada delik-delik yang tidak mensyaratkan adanya mens
rea. Si pembuat sudah dapat dipidana apabila ia telah melakukan perbuatan
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang tanpa melihat bagaimana sikap
batinnya. Di sini berlaku apa yang disebut dengan Strict Liability yang
sering diartikan secara singkat pertanggungjawaban tanpa kesalahan.
Menurut common law, Strict Liability
berlaku terhadap tiga macam delik, yaitu:
a.
Public nuisance
(gangguan terhadap ketertiban umum, menghalangi jalan raya, mengeluarkan
bau tidak enak yang mengganggu lingkungan).
b.
Criminal libel (fitnah,
pencemaran nama).
c.
Contempt of
court (pelanggaran tata tertib pengadilan)
- Vicarious Liability
Vicarious Liability sering
diartikan dengan pertanggungjawaban menurut hukum seseorang atas perbuatan
salah yang dilakukan oleh orang lain. Secara singkat sering diartikan
pertanggungjawaban pengganti.
Dalam hal-hal bagaimanakah seseorang
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan orang lain?
a.
Ketentuan umum
yang berlaku menurut Common law ialah bahwa seseorang tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara Vicarious untuk tindak pidana yang
dilakukan oleh pelayan/buruhnya. Jadi, seorang majikan tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatan (tindak pidana) yang dilakukan oleh
pelayannya.
b.
Menurut
Undang-undang (Statute law) Vicarious
Liability dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:[7]
(1)
Seseorang dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang lain,
apabila ia telah mendelegaikan kewenangannya menurut undang-undang kepada orang
lain itu. Jadi, harus ada prinsip pendelegasian (the delegation principle).
(2)
Seorang majikan
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang secara fisik/jasmaniah
dilakukan oleh buruh/pekerjanya apabila menurut hukum perbuatan buruhnya itu
dipandang sebagai perbuatan majikan. Jadi, apabila si pekerja sebagai pembuat
materi/fisik dan majikan sebagai pembuat intelektual.
- Pertanggungjawaban Korporasi
Pertanggungjawaban pidana yang disebut Vicarious
Liability dapat dihubungkan dengan pertanggungjawaban dari korporasi.
Korporasi berbuat dengan perantaraan orang. Apabila orang ini melanggar suatu
ketentuan undang-undang, maka menjadi pertanyaan apakah korporasi yang
dipertanggungjawabkan. Atas pelanggaran terhadap suatu kewajiban hukum oleh occupier
dari pabrik dan atau perbuatan dari pelayan, korporasi dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini korporasi hanya bertanggungjawab atas
sejumlah kecil delik, pada dasarnya delik undang-undang yang cukup dengan
adanya strict liability.[8]
- Penyertaan (Participation in a crime)
Ada empat
kategori participation, yaitu:
a.
A principal in
the first degree (pelaku tingkat pertama; pelaku utama atau pembuat
materiil/ actual offender).
b.
A principal in
the second degree (pelaku tingkat kedua; yaitu pembantu/ aider abettor).
c.
An accessory
before the fact (pembantu sebelum tindak pidana).
d.
An accessory
after the fact (pembantu setelah tindak pidana).
- Inchoate offences (tindak pidana yang tidak lengkap atau baru taraf permulaan)
Terjadi suatu tindak pidana sering
melibatkan atau didahului oleh berbagai aktivitas perbuatan yang sangat erat
hubungannya dengan tindak pidana pokok. Berbagai perbuatan yang mendahului
terjadinya tindak pidana pokok yang sebenarnya beru merupakan taraf permulaan,
dapat dilihat sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri (independent
offence) dan oleh karena itu dapat disebut sebagai preliminary crimes (kejahatan
pada taraf persiapan/permulaan/pendahuluan). Preliminary crimes inilah yang
dalam kepustakaan Inggris dikenal dengan istilah inchoate offences, yang
meliputi:
a.
Incitement (Penganjuran).
b.
Conspiracy (Permufakatan
jahat).
c.
Attempt (Percobaan).
- Alasan penghapusan pidana (exemptions from liability)
Seseorang yang dituduh melakukan tindak
pidana, dapat mengajukan alasan pembelaan atau alasan penghapusan pidana.
Seperti: mistake (kesesatan), compulsion (paksaan), intoxication
(keracunan/mabuk alkohol), automatism (gerak refleks), insanity (kegilaan/ketidakwarasan),
infancy (anak di bawah umur), dan consent of the victim (persetujuan
korban).[9]
C.
Tindak Pidana
di Inggris
Ada beberapa tindak pidana tertentu di
Inggris, antara lain:
1.
Homicide,
Murder dan Manslaughter.
2.
Contempt of
Court
- Homicide
Ialah
pembunuhan manusia oleh manusia, yang dibedakan menjadi:
- Lawful homicide (pembunuhan ynag tidak melawan hukum), misalnya:
a.
Pelaksanaan
pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan yang berwenang.
b.
Kematian yang
timbul dalam usaha menegakkan/mendahulukan keadilan.
c.
Kematian yang
timbul dari perbuatan seseorang yang melakukan pembelaan diri atau harta
bendanya.
d.
Kematian yang
timbul karena kecelakaan
- Unlawful homicide (pembunuhan yang melawan hukum), seperti murder, manslaughter dan infanticide.
- Murder
Ialah
pembunuhan melawan hukum dengan maksud jahat yang dipikirkan sebelumnya atau
disebut pembunuhan berencana. Adapun tindak pidana murder ini
berdasarkan Homicide Act 1957, yaitu semua orang yang melakukan murder
dikenakan pidana mati. Dengan keluarnya The Murder Act 1965, pidana
mati untuk murder itu telah dihapuskan dan diganti dengan pidana penjara
seumur hidup.
- Manslaughter
Ialah suatu
pembunuhan melawan hukum yang dilakukan tidak dengan maksud jahat yang
dipikirkan sebelumnya atau bisa disebut pembunuhan biasa (tidak berencana).
- Contempt of Court
Contempt of Court merupakan
istilah umum untuk menggambarkan perbuatan-perbuatan (tidak melakukan
perbuatan) yang apda hakikatnya ingin mencampuri atau menganggu proses
peradilan atau melarang anggota masyarakat memanfaatkan sistem peradilan dalam
menyelesaikan perselisihan mereka. Contempt of Court dapat dibagi dua,
yaitu:
1.
Civil contempt,
yaitu ketidakpatuhan terhadap putusan atau perintah pengadilan, jadi merupakan
perlawanan terhadap pelaksanaan hukum. Misal: menolak untuk mematuhi perintah
pengadilan (dalam perkara perdata) untuk menghentikan gangguan, untuk membayar
kerugian dan sebagainya. Sanksi terhadap Civil contempt ini bersifat
paksaan.
2.
Criminal
contempt, yaitu perbuatan-perbuatan yang bertujuan menganggu atau
merintangi penyelenggaraan peradilan pidana. Jadi, merupakan bentuk perlawanan
terhadap penyelenggaraan peradilan. Sanksi terhadap criminal contempt ini
bersifat pidana. Misal:[10]
a.
Gangguan di
muka atau di ruang pengadilan.
b.
Perbuatan-perbuatan
untuk mempengaruhi proses peradilan yang tidak memihak.
c.
Perbuatan-perbuatan
yang memalukan atau menimbulkan skandal bagi pengadilan.
d.
Menganggu
pejabat pengadilan di luar sidang pengadilan.
e.
Pelanggaran
kewajiban oleh pejabat pengadilan.
f.
Pembalasan
terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan selama proses pengadilan berjalan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
Sumber hukum
pidana inggris terbagi dua, yaitu Common aw dan Statute law. Common law ialah hukum Inggris yang bersumber pada
kebiasaan atau adat istiadat masyarakat yang dikembangkan berdasarkan keputusan
pengadilan. Sedangkan Statute law ialah hukum yang berasal dari
perundang-undangan. Adapun prinsip-prinsip umum hukum pidana di inggris yaitu asas legalitas, asas mens rea, strict
liability, vicarious
liability, pertanggungjawaban
korporasi, penyertaan (participation
in a crime), inchoate offences (tindak pidana
yang tidak lengkap atau baru taraf permulaan), dan alasan penghapusan pidana (exemptions
from liability).
Sedangkan tindak pidana tertentu di
Inggris, antara lain:
- Homicide, Murder dan Manslaughter.
- Contempt of Court
DAFTAR PUSTAKA
Arief,
Barda Nawawi, Perbandingan Hukum Pidana, Edisi 1, Cet. 3, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1998.
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
BalasHapusPromo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^
.... -_-
BalasHapusNAMA KUHP INGGRIS APA BANG??
Thank's blog nya bagus pake footnote 👍👍
BalasHapus