BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hak Asasi Manusia menjadi sorotan utama
seiring berkembangnya gagasan demokrasi yang seiring berkembangnya gagasan
demokrasi yang semakin mendunia. Persoalan ini tidak saja menjadi sorotan
masyarakat dan organisasi internasional seperti PBB, tetapi juga pemerintahan
yang peduli terhadap upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM. Dengan
demikian, kita harus menyadari bahwa masalah Hak Asasi Manusia adalah masalah
bersama dalam menuntut partisipasi aktif
untuk menghargai dan melindunginya demi kelangsungan kehidupan manusia
yang beradab. PBB pada tahun 1948 telah mengeluarkan Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia. Pengakuan masyarakat internasional tentang Hak Asasi Manusia
semakin kuat dengan banyaknya konvensi internasional mengenai Hak Asasi
Manusia.[1]
Untuk lebih jelasnya tentang HAM Internasional ini akan dibahas dalam bab
selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
konvensi hak anak?
2.
Bagaimana
konvensi menentang penyiksaan?
3.
Bagaimana
konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi?
4.
Bagaimana
konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konvensi Hak Anak
Anak
merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta sebagai sumber
daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi pembangunan yang
berkesinambungan.[2]
Materi substantif hak anak dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dikelompokkan dalam 4
(empat) kategori, yaitu:
1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights)
Ialah hak-hak
anak dalam Kovensi Hak Anak yang meliputi hak-hak untuk melestarikan dan
mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan
tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Mengenai hak terhadap
kelangsungan hidup didalam KHA terdapat pada pasal 6 dan pasal 24 KHA. Dalam
pasal 6 KHA tercantum ketentuan yang mewajibkan kepada setiap negara peserta
untuk menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak.
Pasal 24 KHA mengatur mengenai kewajiban negara-negara peserta untuk menjamin
hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa di jangkau dan untuk memperoleh
pelayanan kesehatan ddan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer.
Dalam pasal 24
KHA dikemukakan beberapa langkah kongkrit yang harus dilakukan negara-negara
peserta mengimplementasi hak hidup anak, yaitu :[3]
a.
Untuk melaksanakan menurunkan
angka kematian bayi dan anak (vide pasal 24 ayat 2 huruf a).
b.
Menyediakan pelayanan kesehatan
yang diperlukan khususnya pelayanan kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2
huruf b).
c.
Memberantas penyakit dan
kekurangan gizi termasuk dalam rangka pelayanan kesehatan primer (vide pasal 24
ayat 2 huruf c).
d.
Penyediaan pelayanan kesehatan
sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibu-ibu (vide pasal 24 ayat 2 huruf d).
e.
Memeperoleh informasi serta akses
pada pendidikan dan mendapat dukungan pada pengetahuan dasar tentang kesehatan
dan gizi (pasal 24 ayat 2 huruf e).
f.
Mengembangkan perawatan kesehatan
pencegahan, bimbingan bagi orang tua serta penyuluhan keluarga berencana (vide
pasal 24 ayat 2 huruf f).
g.
Mengambil tindakan untuk
menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk terhadap pelayanan
kesehatan (vide pasal 24 ayat 3), dan pengembangan kerja sama internasional (vide
pasal 24 ayat 4).
Hak terhadap
kelangsungan hidup berkaitan pula dengan beberapa pasal relevan dengan
hak terhadap kelangsungan hidup itu
yaitu pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 23, pasal
26, pasal 27, pasal 30, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 38.
2.
Hak terhadap perlindungan (protection
rights).
Ialah hak-hak
anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi,
tindak kekerasan dan penerlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga (bagi
anak-anak pengungsi). Hak terhadap perlindungan merupakan hak anak yang
penting. Kenyataannya anak-anak sering menderita berbagai jenis pelanggaran,
perkosaan sebagai akibat dari keadaan ekonomi, politik dan lingkungan sosial.
Hak terhadap Perlindungan dibedakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
a. Pasal-pasal mengenai larangan diskriminasi anak: Pasal 2 tentang
prinsip non diskriminasi terhadap hak-hak anak, Pasal 7 tentang hak anak untuk
mendapatkan nama dan kewarganegaraan, Pasal 23 tentang hak anak-anak penyandang
cacat memperoleh pendidikan, perawatan dan latihan khusus, Pasal 30 tentang hak
anak-anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli.
b.
Pasal-pasal mengenai
larangan eksploitasi anak:
·
Pasal 10 tentang hak anak
untuk berkumpul kembali bersama orangtuanya dalam kesatuan keluarga, apakah
dengan meninggalkan atau memasuki negara tertentu untuk maksud tersebut.
·
Pasal 11 tentang kewajiban
negara untuk mencegah dan mengatasi penculikan atau penguasaan anak diluar
negeri.
·
Pasal 16 tentang hak anak
untuk memperoleh perlindungan dari gangguan terhadap kehidupan pribadi.
·
Pasal 19 tentang kewajiban
negara untuk melindungi anak dari segala bentuk salah perlakuan yang dilakukan
oleh orangtua atau orang lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan mereka.
·
Pasal 20 tentang kewajiban
negara untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak yang kehilangan
lingkungan keluarga mereka.
Adapun pasal
yang berkaitan mengenai larangan eksploitasi anak yaitu Pasal 21, Pasal 25,
Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 39 dan Pasal 40.
c. Pasal mengenai krisis dan keadaan darurat anak
Untuk
menjelaskan hak-hak anak atas perlindungan dari krisis dan keadaan
darurat dapat dirujuk dalam pasal-pasal berikut: Pasal 10 tentang mengembalikan
anak dalam kesatuan keluarga. Pasal 22 tentang perlindungan terhadap anak-anak
dalam pengungsian. Pasal 25 tentang peninjauan secara periodik mengenai
penempatan anak. Pasal 38 tentang konflik bersenjata atau peperangan yang
menimpa anak. Pasal 39 tentang perawatan rehabilitasi. Dalam kertas kerja yang
berjudul A Guide for Non-Governmental Organzations Reporting to the
Committee on the Rights of the Child, dirinci beberapa pasal perlindungan
khusus, yaitu :[4]
1. Anak-anak dalam situasi darurat, yakni: anak-anak dalam
pengungsian (vide pasal 22), anak-anak dalam (korban) peperangan atau konflik
bersenjata (vide pasal 38).
2. Anak-anak yang berkonflik dengan hukum, yakni masalah
prosedural peradilan anak (vide pasal 40), anak-anak yang berada dalam
penekanan terhadap kebebasan (vide pasal 37), re-integrasi sosial anak-anak dan
penyembuhan fisik dan psikologis anak (vide pasal 39).
3. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni; eksploitasi
ekonomi seperti pekerja anak (vide pasal 32), penyalahgunaan obat bius dan
narkotika (vide pasal 33), eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual (vide
pasal 34), bentuk-bentuk eksploitasi lainnya (vide pasal 36), perdagangan anak,
penculikan dan penyelundupan anak (vide pasal 35).
4. Anak-anak dari kelompok minoritas atau anak-anak penduduk suku
terasing (vide pasal 30).
d. Hak untuk tumbuh kembang (development rights)
Ialah hak-hak
anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan dan hak
untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental,
spritual, moral dan sosial anak. Mengenai hak untuk tumbuh kembang dalam KHA
pada intinya terdapat hak untuk memperoleh akses pendidikan dalam segala bentuk
dan tingkatan, dan hak yang berkaitan dengan taraf hidup secara memadai untuk
pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. Hak anak
atas pendidikan, diatur dalam pasal 28 dan pasal 29 Konvensi Hak Anak.
Pasal 28 ayat 1, hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan sekaligus memberikan
langkah konkrit bagi terselenggarakannya hak pendidikan. Untuk menjelaskan Hak
untuk tumbuh kembang dalam KHA mengacu kepada beberapa pasal, yaitu
pasal 17 (hak untuk memperoleh informasi), pasal 28 dan 29 (hak untuk
memperoleh pendidikan), pasal 31 (hak untuk bermain dan rekreasi), pasal 14
(hak untuk kebebasan berfikir, consience dan agama), pasal 5, 6,13,14
dan 15 (hak untuk pengembangan kepribadian, sosial dan psikologis), pasal 6 dan
pasal 7 (hak atas identitas, nama dan kebangsaan), pasal 24 (hak atas kesehatan
dan pengembangan fisik), pasal12 dan pasal 13 (hak untuk didengar), dan pasal
9, 10 dan 11 (hak untuk keluarga). Berdasarkan bentuknya, hak atas untuk tumbuh
kembang, yaitu :
1.
Hak untuk memperoleh informasi
2.
Hak untuk memperoleh pendidikan
3.
Hak untuk bermain dan rekreasi
4.
Hak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan budaya
5.
Hak untuk kebebasan berfikir,
consience dan beragama
6.
Hak untuk mengembangkan
kepribadian
7.
Hak untuk memperoleh identitas
8.
Hak untuk memperoleh pengembangan
kesehatan dan fisik
9.
Hak untuk didengar (pendapat)
10. Hak untuk/atas keluarga
e.
Hak untuk Berpatisipasi (participation
rights).
Ialah hak-hak
anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat
dalam segala hal mempengaruhi anak. Hak anak untuk berpartisipasi merupakan
hak anak mengenai identitas budaya mendasar bagi anak, masa kanak-kanaknya, dan
pengembangan keterlibatannya didalam masyarakat luas. Hak partisipasi ini
memberi makna bahwa anak-anak ikut memberikan sumbang peran, dan bukan hanya
seorang penerima yang bersifat fasif dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan
perkembangannya. Mengenai hak untuk berpartisipasi dalam Konvensi Hak Anak
diantaranya diatur dalam pasal 12, pasal 13 dan pasal 15.
Berdasarkan
uraian diatas, hak anak atas partisipasi terdiri dari:
1. Hak anak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas
pendapatnya.
2. Hak anak untuk mendapatkan dan mengetahui informasi serta untuk
berekspresi.
3. Hak anak untuk berserikat, dan menjalin hubungan untuk
bergabung.
4. Hak anak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan
terlindung dari informasi yang tidak sehat.
5. Hak anak untuk memperoleh informasi tentang Konvensi Hak Anak.
B.
Konvensi Menentang Penyiksaan
Penyiksaan adalah tindakan kekerasan fisik dan atau mental yang
dilakukan secara sepihak, sengaja dan sistematik oleh seseorang atau sekelompok
orang lain yang menimbulkan perasaan tidak nyaman sampai dengan nyeri yang
tidak tertahankan, sehingga berakibat terjadinya cedera dan kerusakan sementara
dan atau menetap pada tubuh maupun pada fungsi organ tubuh, serta gangguan
psikiatrik berupa perasaan cemas, takut dan teror yang berlebihan, hilangnya
harga diri atau jati diri, serta penyiksaan berat yang dapat menyebabkan
kematian dan sebagainya.[5]
Pasal 351 KUHPidana merumuskan Penyiksaan sebagai sesuatu yang
mengakibatkan luka-luka berat, kematian, dan sengaja merusak kesehatan. Akan
tetapi dalam pasal 28 KUHPidana merumuskan Penyiksaan adalah luka-luka berat
hanya pada penyiksaan fisik semata. Efek dari penyiksaan adalah penderitaan
yang bertingkat-tingkat. Ada beberapa istilah dalam penyiksaan antara lain:[6]
- Falanga, istilah untuk pemukulan berulang-ulang yang sangat hebat (menyakitkan) pada telapak kaki dan seputar kaki. Falanga termasuk pemukulan sistematis dan berakibat cacatnya korban. Penyiksaan ini acap menimpa para tahanan di seluruh dunia.
- Planton adalah penyiksaan yang dilakukan pada tahanan dengan melakukan suatu posisi yang tidak normal dengan jangka waktu tertentu misalnya berdiri dengan kepala ditutup selama 14 jam. Planton lebih dikenal dengan memaksa korban untuk berdiri dengan jangka waktu lama.
- Submarino adalah memasukkan kepala korban ke dalam air, lumpur atau cairan lainnya, atau lebih dikenal dengan wet submarino. Dry submarino adalah memasukkan kepala korban ke kantong plastik dan mengikat kantong itu dengan tujuan korban akan kesulitan bernapas.
- Telephono, pemukulan kedua daun telinga secara simultan dengan telapak tangan bertujuan merusak gendang telinga, sehingga dapat menyebabkan sakit, pendarahan dan kehilangan pendengaran sehingga sulit dideteksi oleh dokter.
Jadi, penyiksaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan
sengaja kepada seseorang yang tidak dapat mempertahankan haknya dalam menentang
sebuah kekerasan terhadap dirinya, dimana suatu tindakan tersebut menimbulkan
rasa sakit bagi dirinya baik sakit yang jasmani atau dirasakan oleh tubuh/ raga
maupun sakit rohani atau mental pada seseorang bahkan penyiksaan yang
berdampak hilangnya nyawa seseorang atau sampai menyebabkan kematian sehingga
dapat dikatakan telah merampas hak hidup seseorang yang merupakan hak paling mendasar
yang dimiliki oleh manusia sebagai mahkluk pribadi. Hal-hal seperti inilah yang
menyebabkan diperlukannya suatu pengaturan khusus yang mengatur tentang sesuatu
yang menentang adanya penyiksaan, dimana seharusnya manusia dengan kemampuannya
berfikir dan belajar seharusnya lebih bisa mengoreksi diri, mengembangkan
pemikirannya secara rasional bahwa tindakan penyiksaan bukanlah suatu cara yang
paling tepat untuk mencapai kebenaran.
Dengan menyadari bahwa tindakan penyiksaan merupakan tindakan yang bertentangan
dengan Hak Asasi Manusia, bertentangan dengan hak seseorang untuk menentukan
nasibnya sendiri dalam hal hak bebas dari penyiksaanan sehingga pemerintah
mencari cara agar dalam mengungkapkan kebenaran tidaklah harus dengan jalan
penyiksaan. Kemudian lahirlah gerakan anti penyiksaan. yang dituangkan dalam
Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment / CAT). Agar tindakan-tindakan
penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat manusia tidak terjadi di Indonesia. Konvenan ini
diperlukan guna untuk melindungi hak-hak manusia agar terbebas dari adanya
suatu penyiksaan, baik penyiksaan itu dilakukan dengan siksaan fisik maupun
mental.
C.
Konvensi Tentang Penghapusan Semua Dikriminasi
Konvensi Internasional tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi ras atau disebut dengan istilah ICERD (International Convention on the Elimination
of All Forms of Racial Discrimination) adalah sebuah instrumen hukum
internasional yang mengatur tentang penghapusan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pengutamaan
berdasarkan ras, warna kulit, keturunan atau kebangsaan atau suku bangsa.
Konvensi ini lahir sebagai tindakan responsif terhadap banyaknya terjadi
berbagai diskriminasi rasial di berbagai belahan dunia. Sejumlah contoh tindakan diskriminasi rasial diantaranya sejarah
perdagangan budak, politik segregasi sosial berdasarkan ras, perendahan
kelompok-kelompok masyarakat adat, tindakan pembedaan terhadap masyarakat
minoritas, pemberlakuan kebijakan
apartheid di Afrika Selatan, diskriminasi antara “si hitam dengan si
putih” yang terjadi di Amerika.[7]
Suara-suara penolakan atas diskriminasi rasial
ini telah diangkat dalam suatu deklarasi yang telah dibentuk oleh negara-negara
anggota PBB yaitu United Nation
Declaration on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination
melalui resolusi 1904 (XVIII). Namun, karena sifat deklarasi hanyalah
sebuah pernyataan politis yang tidak bersifat mengikat secara hukum, maka untuk
menindaklanjuti deklarasi tersebut dirumuskanlah mengenai penolakan atas
diskriminasi rasial tersebut kedalam suatu konvensi. Pada 21 Desember
1965, Majelis Umum PBB mengesahkan konvensi ICERD ini sebagai resolusi 2106 A
(XX) dan mulai berlaku secara efektif pada 4 Januari 1969.
Konvensi internasional tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi ras terdiri dari 25 Pasal dengan sebuah klausula
tambahan yang terdiri dari : Bagian I (pasal 1-7), Bagian II (Pasal 8-16),
Bagian III (Pasal 17-25) dan Tambahan Secara garis besar, konvensi ini
mewajibkan negara-negara pihak yang berjumlah 174 negara untuk menghapuskan
berbagai bentuk dan perwujudan dari diskriminasi ras di negaranya serta
menjamin hak-hak setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit, keturunan,
asal-usul kebangsaan atau etnis dan kesederajatan di muka hukum terutama
kesempatan untuk menggunakan hak-haknya.
Bagian II (Pasal 8-16), bagian ini mengatur ketentuan
mengenai CERD (Committee on the
Elimination of Racial Discrimination). CERD memiliki tugas dan wewenang
untuk melakukan pemantauan atas pelaksanaan konvensi. Komite ini terdiri dari
18 orang pakar yang bermoral tinggi dan diakui ketidakberpihakannya serta
kemampuannya di bidang HAM. Keanggotaan komite tentang penghapusan diskriminasi
rasial terdiri dari .
Bagian III (Pasal 17-25), bagian ini merupakan ketentuan
penutup, memuat hal-hal yang berkaitan dengan mulai berlakunya konvensi,
perubahan, pensyaratan (reservation), ratifikasi dan aksesi, pengunduran
diri serta mekanisme penyelesaian sengketa antar negara pihak.[8]
D.
Konvensi Anti Diskriminasi Terhadap Perempuan
Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia menegaskan asas
mengenai tidak dapat diterimanya diskriminasi dan menyatakan bahwa semua manusia
dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, dan bahwa tiap orang berhak
atas semua hak dan kebebasan yang dimuat di dalamnya, tanpa perbedaan apapun,
termasuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin. Negara-negara pihak pada
perjanjian- internasional mengenai Hak Asasi Manusia berkewajiban untuk
menjamin hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak
ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik.
Mengingat bahwa diskriminasi terhadap perempuan melanggar asas
persamaan hak dan rasa hormat terhadap martabat manusia, merupakan halangan
bagi partisipasi perempuan, atas dasar persamaan dengan laki-laki dalam
kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya negara-negara mereka. Hal ini
menghambat perkembangan kemakmuran masyarakat dan menambah sukarnya
perkembangan sepenuhnya dari potensi kaum perempuan dalam pengabdiannya
terhadap negara-negara mereka dan terhadap umat manusia. Dalam situasi-situasi
kemiskinan, perempuan yang paling sedikit mendapat kesempatan untuk memperoleh
makanan, pemeliharaan kesehatan, pendidikan, pelatihan, maupun untuk memperoleh
kesempatan kerja dan lain-lain kebutuhan, Yakin bahwa dengan terbentuknya tata
ekonomi internasional yang baru, berdasarkan pemerataan dan keadilan, akan
memberi sumbangan yang berarti pada peningkatan persamaan antara lelaki dan
perempuan. dari hal ini diperlukan perubahan pada peranan tradisional laki-laki
maupun peranan perempuan dalam masyarakat dan dalam keluarga, untuk mencapai
persamaan sepenuhnya antara laki-laki dan perempuan.[9]
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
Adapun Internasional mengenai Hak Asasi Manusia dalam makalah ini,
antara lain:
1. Konvensi
Hak Anak (KHA) dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
a. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights.)
b. Hak terhadap perlindungan (protection rights).
c. Pasal mengenai krisis dan keadaan darurat anak.
d. Hak untuk tumbuh kembang (development rights).
e. Hak untuk Berpatisipasi (participation rights).
2.
Konvensi
menentang penyiksaan ialah gerakan anti penyiksaan yang diperlukan guna untuk
melindungi hak-hak manusia agar terbebas dari adanya suatu penyiksaan, baik
penyiksaan itu dilakukan dengan siksaan fisik maupun mental.
3.
Konvensi
tentang penghapusan semua dikriminasi adalah sebuah instrumen hukum internasional
yang mengatur tentang penghapusan segala
bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pengutamaan berdasarkan ras,
warna kulit, keturunan atau kebangsaan atau suku bangsa.
4.
Konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan
harus ditegakkan karena diskriminasi terhadap
perempuan melanggar asas persamaan hak dan rasa hormat terhadap martabat
manusia, merupakan halangan bagi partisipasi perempuan, atas dasar persamaan
dengan laki-laki dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya
negara-negara mereka.
DAFTAR PUSTAKA
________http://bappeda.kendalkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=29:pemsosbud&id=87:konvensi-hak-hak-anak-kha
diakses Senin, 29 April 2014.
Effendi,
Masyhur, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional,
Bogor: Ghalia Indonesia, th.
Fahrian, Rizki,
http://rizkifahrian09.blogspot.com/2013/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html
diakses Selasa, 29 April 2014.
Kudeter,
Dodoy, http://logikailmiah.blogspot.com/2012/12/konvensi-penghapusan-segala-bentuk.html
diakses Selasa, 29 April 2014.
Muzaffar, Chandra, Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, Bandung:
Mizan Pustaka, 1993.
My Way, Law Is, http://lawismyway.blogspot.com/2011/01/penerapan-konvensi-menentang-penyiksaan.html
diakses Senin, 28 April 2014.
Rafiqi, Zainul, http://zolvirm.blogspot.com/2012/11/makalah-ham_3691.html
diakses Senin, 28 April 2014.
[1]Zainul Rafiqi, http://zolvirm.blogspot.com/2012/11/makalah-ham_3691.html diakses Senin,
28 April 2014, Jam 19:30 Wita.
[2]http://bappeda.kendalkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=29:pemsosbud&id=87:konvensi-hak-hak-anak-kha
diakses Senin, 29 April 2014, Jam 20.00 Wita.
[5]Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia dalam
Hukum Nasional dan Internasional, (Bogor: Ghalia Indonesia, th), h. 76.
[6]Law Is My Way, http://lawismyway.blogspot.com/2011/01/penerapan-konvensi-menentang-penyiksaan.html diakses Senin, 28 April 2014, Jam 17:30 Wita.
[7]Chandra
Muzaffar, Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, (Bandung: Mizan
Pustaka, 1993, h. 70
[8]Rizki Fahrian,
http://rizkifahrian09.blogspot.com/2013/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html
diakses Selasa, 29 April 2014, Jam 08.30 Wita.
[9]Dodoy kudeter, http://logikailmiah.blogspot.com/2012/12/konvensi-penghapusan-segala-bentuk.html diakses Selasa, 29 April 2014, Jam 17.35 Wita.
i like id..plhese you can pariasi this is blog
BalasHapusingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
BalasHapusPromo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^