BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada tahun 1972 di
Swedia diselenggarakan KTT lingkungan yang pertama di Stockholm. Negara-negara
dunia pertama dan dunia ketiga hadir dalam KTT yang difasilitasi PBB itu. Pada
bulan April 2001 Komisi Hak Asasi Manusia PBB menyimpulkan bahwa setiap orang
memiliki hak hidup di dunia yang bebas dari polusi bahan-bahan beracun dan
degradasi lingkungan hidup. Menanggapi momen bersejarah tersebut Klaus Toepfer,
Direktur Eksekutif UNEP (United Nation Environment Program) menyatakan keadaan
lingkungan hidup secara nyata membantu untuk menentukan sejauh mana orang dapat
menikmati hak-hak dasarnya untuk hidup, kesehatan, makanan dan perumahan yang
layak serta atas penghidupan dan budaya tradisionalnya. Hak dasar untuk hidup
terancam oleh degradasi dan deforestasi, paparan bahan kimia beracun, limbah
berbahaya dan pencemaran air minum.[1] Untuk
lebih jelasnya tentang Instrumen Internasional dan nasional tentang lingkungan
hidup sebagai Hak Asasi Manusia ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hak atas
sumber-sumber kehidupan dalam HAM?
2. Bagaimana Hak atas
lingkungan hidup yang sehat dan bersih dalam HAM?
3. Bagaimana reformasi
pengelolaan lingkungan hidup dalam HAM?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hak Atas Sumber-Sumber Kehidupan
Bila Klaus Toepfer
(Direktur Eksekutif UNEP) menyatakan hak dasar untuk hidup terancam oleh
degradasi dan deforestasi, paparan bahan kimia beracun, limbah berbahaya dan
pencemaran air minum. Sesungguhnya ia luput untuk mensoalkan perampasan sumber-sumber kehidupan rakyat
(agraria dan sumberdaya alam) sebagai ancaman terbesar yang dihadapi rakyat
menyangkut hak dasar untuk hidup. Walaupun belum ada deklarasi traktak atau
konvenan khusus tentang hak lingkungan hidup sebagai hak asasi sesungguhnya berbagai
dimensi yang menyangkut hak-hak dasar atas sumber-sumber kehidupan dan
lingkungan hidup telah tercakup dalam berbagai Hak-Hak Ekonomi-Sosial-Budaya
(EKOSOB), dalam UU HAM dan Kovenan Internasional tentang EKOSOB.[2]
Dalam perundang-undangan Indonesia hak atas sumber-sumber kehidupan,
yaitu:[3]
1. Hak atas penentuan
nasib sendiri (Pasal 1 ayat 1 : Semua rakyat mempunyai hak menentukan nasib
sendiri. Atas kekuatan hak itu, mereka dengan bebas mengejar perkembangan
ekonomi, sosial dan budaya mereka sendiri) Keterangan : Kedaulatan rakyat dan
otonomi komunitas
2. Hak atas Pekerjaan
(Setiap negara peserta kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk hak
setiap orang atas kesempatan untuk mencari nafkah dengan pekerjaan yang
dipilihnya atau diterimanya sendiri secara bebas, dan akan mengambil
langkah-langkah yang diperlukan guna menjamin hak ini) Keterangan : Perampasan
atas sumber-sumber agraria dan sumber daya alam hakekatnya adalah merampas hak
atas pekerjaan
3. Hak atas taraf
kehidupan yang layak (Pasal 11 ayat 1 negara-negara peserta konvenan ini
mengakui hak setiap orang atas taraf
kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk sandang, pangan dan
tempat tinggal, dan perbaikan yang terus menerus dari lingkungannya.
4. Hak atas kekayaan alam
(Pasal 1 ayat 2 : Semua rakyat dapat secara bebas mengatur segala kekayaan dan
sumberdaya mereka sendiri. Tidak dapat dibenarkan suatu bangsa merampas
penghidupan rakyatnya sendiri.)
B.
Hak Atas Lingkungan Hidup yang Sehat dan Bersih
Adapun hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih yaitu:
1.
Hak atas Kehidupan Pasal 6 ayat 1 Setiap umat manusia mempunyai hak
hidup yang melekat pada dirinya. (UU No. 23 tahun 1997).
2.
Hak Atas Kesehatan. (UU No. 23 tahun 1997) Pasal 12 ayat 1 Mengakui hak
setiap orang untuk menikmati kegiatan fisik dan mental pada taraf yang
tertinggi yang dapat dicapai Pasal 12 ayat 2 b .memperbaiki semua aspek
kesehatan lingkungan dan industri.
C.
Mengembangkan Kemandirian Ekonomi
Saat ini beban utang luar negeri atau ketergantungan terhadap utang luar
negeri telah memasuki stadium kritis karena telah menyebabkan defisit
kedaulatan. Utang luar negeri telah dijadikan alat oleh negara-negara kreditor
dan lembaga-lembaga keuangan internasional, untuk mendiktekan
kebijakan-kebijakan di bidang perekonomian yang menguntungkan
perusahaan-perusahaan transnasional. Melalui tema-tema deregulasi, liberalisasi
dan privatisasi, negara memberikan atau dipaksa memberikan akses yang sangat
besar kepada kepentingan modal internasional untuk menguasai cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, serta atas
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Tidak saja akses
rakyat yang semakin marginal, tetapi juga pemerintah ditekan untuk menurunkan
standar keaamanan dan regulasi lingkungan hidup.[4]
Untuk itu pemerintah harus segera melepaskan ketergantungan terhadap utang
luar negeri dan mengutamakan penyiapan prasarana bagi potensi entreprnuer
lokal potensi ekonomi rakyat. Pertama-tama pemerintah harus berani menuntut
pihak kreditor untuk menghapuskan utang-utang lama yang dikorup oleh Rezim Orba
serta proyek utang luar negeri yang telah merampas hak-hak rakyat dan
menghancurkan lingkungan hidup. Rakyat Indonesia dn pemerintah berhak menolak
pembayaran utang luar negeri yang sama sekali tidak memberikan manfaat kepada
rakyat, atau dinikmati oleh kontraktor, konsultan, para pemasok dari kreditor
sebagai prasyarat pencairan utang demi pembangunan proyek utang.
Secara moral penghapusan utang luar negeri adalah tindakan yang dapat
dibenarkan. Bahkan kini telah muncul wacana tentang utang sosial-ekologis
negara-negara maju terhadap negara-negara didunia ketiga. Tesisnya adalah bahwa
kemakmuran dan gaya hidup konsumen di negara-negara maju, diperoleh melalui
eksploitasi terhadap kekayaan alam di dunia ketiga yang dihisap sejak jaman
kolonialisme hingga hari ini. Tesis kedua, kemakmuran dan gaya hidup konsumen
di dunia maju harus dibayar dengan kerusakan lingkungan yang ditanggung rakyat
dunia ketiga. Diantaranya pemanasan global, penipisan lapisan ozon kontributor
utamanya adalah konsumsi di negara maju.
D.
Reformasi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Reformasi pengelolaan lingkungan hidup harus mengacu kepada upaya penguatan
ketahanan dan keberlanjutan ekologi dan sosial di antaranya melalui reformasi
kebijakan yang berkaitan dengan perundang-undangan dan reformasi kebijakan yang
berkaitan dengan perundang-undangan dan reformasi kelembagaan. Namun demikian
proses ini sama sekali tidak boleh mengabaikan fakta bahwa selama ini ada
hak-hak rakyat yang telah dilanggar serta konflik-konflik yang sangat intens
dan meluas menjadi bom waktu bagi keberlanjutan ekologi dan sosial. Selain itu
hanya melalui penyelesaian konflik sebagai upaya menyeimbangkan neraca
kedaulatan dan keadilan ini, negara akan memperoleh legitimasi dan dukungan
untuk melakukan pembaharuan pengelolaan lingkungan hidup.[5]
Adapun reformasi ini akan mencakup reformasi di bidang perundang-undangan
dan reformasi kelembagaan negara, yaitu:
- Pembaharuan Kelembagaan
Kelembagaan pemerintah pengelola lingkungan hidup yang ada saat ini tidak
mampu berfungsi secara efektif karena sifat kewenangan yang terbatas
mengkoordinasikan kebijakan sektor dalam bidang lingkungan hidup selalu
dimarjinalkan di bawah kepentingan sektor yang berorientasi eksploitasi dan
skala besar. Selain itu kepengurusan lembaga lingkungan hidup yang
sentralistis, menambah kompleksitas penanganan masalah penurunan kualitas
lingkungan hidup tidak memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
kebijakan dalam rangka menjamin daya dukung lingkungan, menjamin keadilan dan
keberlanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang.
Selain itu, efektivitas kelembagaan pengelolaan sumber daya alam di dukung
oleh keberadaan peran masyarakat. Peran masyarakat adalah sumber dari tiga hak
dasar masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan yaitu hak masyarakat untuk
mengakses informasi, hak masyarakat untuk berpartisipasi, dan hak masyarakat
untuk mendapatkan keadilan. Dalam Konteks pengelolaan sumber daya alam ketiga
hak dasar masyarakat tersebut mutlak harus dijamin pelaksanaannya.[6]
Dengan demikian, dalam hal penataan kelembagaan pengelolaan lingkungan
hidup, reformasi kelembagaan yang harus dilakukan:
a.
Kelembagaan yang terkait dengan kebijakan makro pengelolaan lingkungan
hidup harus dijadikan landasan bagi penyangga dan penjamin keberlanjutan
kehidupan Indonesia dimasa yang akan datang dan tidak lagi sebagai penyangga
ekonomi.
b.
Menetapkan kelembagaan yang memiliki fungsi perlindungan dan konservasi
lingkungan, yang kewenangannya meliputi perencanaan, penetapan baku mutu dan
standar pengelolaan lingkungan hidup, mitigasi dampak penurunan kualitas
lingkungan dan rehabilitasi akibat pencemaran. Lembaga ini juga harus
mengintegrasikan fungsi pengawasan dan penegakan hukum lingkungan dan memiliki
kewenangan penundaan ijin operasi sementara jika diduga terjadi pelanggaran
hukum di bidang lingkungan.
c.
Mengintegrasikan kelembagaan yang memiliki fungsi menjamin akses terhadap
pemanfaatan lingkungan secara adil dan berkelanjutan. Sebagai konsekuensinya,
perlu dilakukan kaji ulang dan perampingan kelembagaan sektoral yang ada saat
ini. Idealnya seluruh kelembagaan sektoral berada pada satu atap dari mulai
perijinan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring.
Di tingkat daerah kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup hendaknya
menganut prinsip desentralisasi kewenangan berdasarkan fungsi, yang diharapkan
dapat mendekatkan proses pengambilan keputusan dari pengambil keputusan kepada
kelompok penerima dampak. Bentuk kelembagaan yang diusulkan adalah kepemerintahan
rakyat (community govermance), dimana kelembagaan ini sifatnya ad-hoc,
informal, multistakeholder, pendekatan berdasarkan isu dan
kepentingan dan dikelola dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kelembagaan
formal pemerintah dalam bidang pengelolaan lingkungan menjadi bagian dari
kepemerintahan rakyat ini.
- Pembaharuan Perundang-Undangan
Reformasi perundang-undangan diperlukan karena tidak adanya kesamaan cara
pandang terhadap lingkungan hidup sebagai penyangga kehidupan, yang berakar
pada persoalan pemahaman yang parsial sehingga menimbulkan pendekatan sektoral
dan jangka pendek dalam pengelolaannya. Dari sisi proses penyusunan
perundang-undangan juga tidak memenuhi prasyarat dan prinsip seperti telah
disebutkan diatas. Akhirnya terjadi ketimpangan antara peraturan yang dibuat,
implementasi dan proses penegakan undang-undang yang bersangkutan. Ada
kecenderungan eskalasi kerusakan lingkungan akibat lingkungan tidak dimaknai
sebagai satu kesatuan yang utuh. Lingkungan hidup dimaknai sebagai satu obyek statis
yang hampa dari interaksi dengan manusia. Hak rakyat atas lingkungan hidup yang
bersih dan sehat serta kewajiban negara untuk menjamin hak konstitusional warga
negaranya tidak dapat dijabarkan secara baik keterkaitannya.
Reformasi dalam bidang ini membutuhkan tiga undang-undang ”payung” bagi
terlaksananya reformasi lingkungan hidup, dalam rangka menjamin pemenuhan
kewajiban negara terhadap hak konstitusional warga negaranya. Pertama,
kita memerlukan undang-undang untuk melaksanakan reforma agraria/landreform.
Undang-undang ini mutlak diperlukan untuk menghilangkan dan mengatasi
ketimpangan dan ketidakadilan akses, kontrol dan kepemilikan sumberdaya agraria
yang bersifat struktural. Jika reforma pertanahan telah selesai dilaksanakan
maka undang-undang ini dapat dicabut.
Yang kedua, adalah undang-undang yang mengatur pengelolaan agraria
atau sumberdaya alam dengan mengacu kepada asas-asas kehati-hatian (precauntionary
principle) keadilan antar dan intragenerasi, kepastian hukum (termasuk
kepastian usaha), perlindungan masyarakat adat, keterbukaan keterpaduan
antarsektor, dan keberlanjutan. Selain itu juga memuat hal-hal yang berkenaan
dengan aspek-aspek demokrasi pengelolaan SDA (sumberdaya alam) yang tercermin
dalam pengaturan tentang hak dan peran serta masyarakat yang lebih hakiki (genuene)
dan terinci dengan menyebarkan prinsip akses informasi, partisipasi publik, dan
akses keadilan, kemudian bagaimana pengakuan dan perlindungan secara utuh
hak-hak tradisional, wilayah ulayat hukum adat dan sistem nilai masyarakat aat
dalam pengelolaan SDA. Selain itu pula diatur bagaimana pengawasan dan
akuntabilitas publik, serta transparasi dan keterbukaan manajemen pengelolaan
SDA. Ketiga, undang-undang yang memilki wewenang untuk perlindungan
lingkungan dan sumber-sumber kehidupan rakyat. Undang-undang ini mengatur upaya
pencegahan kerusakan, penanganan kerusakan, penegakan hukum/sanksi dan upaya
rehabilitasi atau pemulihan lingkungan.
Adapun pengaturan sektoral tetap diperlukan mengingat karakteristik khusus
yang dimiliki oleh masing-masing sektor. Namun demikian pengaturan tersebut
harus mengacu pada ketiga rambu peraturan perundang-undangan tersebut. Hal ini
untuk mencegah tumpang tindih kewenangan seperti yang ada pada saat ini.
Peraturan sektoral hendaknya hanya mengatur urusan teknis pengelolaan
sumberdaya yang bersangkutan.[7]
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
1. Hak atas sumber-sumber
kehidupan terbagi empat yaitu :
a. Hak atas penentuan
nasib sendiri.
b. Hak atas Pekerjaan.
c. Hak atas taraf
kehidupan yang layak.
d.Hak atas kekayaan alam
2. Hak atas lingkungan hidup
yang sehat dan bersih terbagi dua, yaitu:
a. Hak atas Kehidupan.
b.
Hak Atas Kesehatan.
- Reformasi pengelolaan lingkungan hidup harus mengacu kepada upaya penguatan ketahanan dan keberlanjutan ekologi dan sosial di antaranya melalui reformasi kebijakan yang berkaitan dengan perundang-undangan dan reformasi kebijakan yang berkaitan dengan perundang-undangan dan reformasi kelembagaan. Adapun reformasi ini akan mencakup reformasi di bidang perundang-undangan dan reformasi kelembagaan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Fernando, Irsan,
http://treasnada.blogspot.com/2011/11/bab-i-pendahuluan-11-latar-belakang.html
diakses Selasa, 29 April 2014.
Hanif, Bang,
http://celotehbanghanif.blogspot.com/2012/01/dimensi-ham-dalam-kasus-lingkungan-di.html
diakses Selasa 29 April 2014.
Jabar, Walhi, http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/perspektif-ham-dalam-advokasi.html
diakses Selasa, 29 ApriL 2014.
Jabar, Walhi, http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/perspektif-ham-dalam-advokasi.html
diakses Selasa, 29 April 2014.
Muzaffar, Chandra, Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, (Bandung:
Mizan Pustaka, 1993.
Thibyan, Byin,
http://byantibyan.wordpress.com/2012/11/24/makalah-pkn-ham/ diakses Selasa, 29
April 2014.
[1]Byin Thibyan,
http://byantibyan.wordpress.com/2012/11/24/makalah-pkn-ham/ diakses Selasa, 29
April 2014, Jam 16.30 Wita.
[2]Walhi
Jabar, http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/perspektif-ham-dalam-advokasi.html
diakses Selasa, 29 April 2014, Jam 19:30 Wita.
[3]Ibid
[4]Irsan Fernando,
http://treasnada.blogspot.com/2011/11/bab-i-pendahuluan-11-latar-belakang.html
diakses Selasa, 29 April 2014, Jam 15:30 Wita.
[5]Bang Hanif,
http://celotehbanghanif.blogspot.com/2012/01/dimensi-ham-dalam-kasus-lingkungan-di.html
diakses Selasa 29 April 2014, Jam 16:00 Wita.
[7]
Walhi
Jabar, http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/perspektif-ham-dalam-advokasi.html
diakses Selasa, 29 April 2014, Jam 19:30 Wita.
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
BalasHapusPromo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^