BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara
resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam
pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No. 7
bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek
pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila
Pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada
dasar ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila
sekaligus sebagai pendukung pokok Negara. Dalam upaya manusia mewujudkan
kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut.
a.
Bagaimana pancasila sebagai paradigma
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ?
b.
Bagaimana pancasila sebagai paradigma
pembangunan ?
c.
Bagaimana pancasila sebagai paradigma
reformasi ?
3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dalam makalah
ini adalah sebagai berikut.
a.
Mengetahui pancasila sebagai
paradigma dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b.
Mengetahui pancasila sebagai
paradigma pembangunan.
c.
Mengetahui pancasila sebagai
paradigma reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pancasila Sebagai Paradigma dalam Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
Istilah Paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu
pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahun. Secara
terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure
of Scientific Revolution (1970 : 49). Inti sari pengertian paradigma
adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoretis yang umum (merupakan suatu sumber
nilai), sehingga merupakan suatu sumber hokum-hukum, metode, serta penerapan
dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter
ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis hal ini disebabkan oleh semakin
banyaknya haisl-hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya
terdapat suatu kemungkinan yang sangat besar ditemukannya kelemahan-kelamahan
pada teori yang telah ada, dan jikalau demikian maka ilmuwan akan kembali pada
asumsi-asumsi dasar serta asumsi teoretis sehingga dengan demikian perkembangan
ilmu pengetahuan kembali mengkaji paradigma dari ilmu pengetahuan tersebut atau
dengan lain perkataan ilmu pengetahuan harus mengkaji dasar ontologis dari ilmu
itu sendiri. Misalnya dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang
didasarkan pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode
kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat
yang persial terukur, korelatif danm positivistic maka ternyata hasil dari ilmu
pengetahuan tersebut secara epistimologis hanya mengkaji suatu aspek saja dari
objek ilmu pengetahuan yaitu manusia. Dalam masalah popular ini istilah
paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung konolasi pengertian
sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan
tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang
tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.
2.
Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan
Untuk mencapai tujuan dalam hidup
bermasyarakat berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan
nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan
martabatnya. Tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang
rinciannya adalah sebagai berikut:“melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia,” hal
ini dalm kapasitasnya tujuan negara hokum formal adapun rumusan “memajukan kesejahteraan
umum mencerdaskan bangsa” hal ini dalam pengertian negara hukum material,
yang secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus atau nasional. Adapun
selain tujuan nasional juga tujuan internasional (tujuan umum)” ikut
melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Unsure-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi susunan
kodrat manusia, rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang Maha Esa, sehingga
upaya mewujudkan tujuan maka pembangunan haruslah mendasarkan pada hakikat manusia.
Pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (rokhani) yang mencakup
akal, rasa dan kehendak, aspek raga (jasmani), aspek individu, aspek makhluk
sosial dan aspek kehidupan.
1)
Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Iptek
Ilmu pengetahuan dan teknologi pada
hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rokhani manusia. Akal merupakan
potensi rokhaniyah menusia dalam hubungan intelektualitas. Pengembangan Iptek
sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
2)
Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang
politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia. Hal ini perwujudan hak
atas martabat kemanusiaan sehingga sistem politik negara mampu menciptakan
sisitem yang menjamin atas hak-hak tersebut. Pengembangan politik negara
terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan moralitas
sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila.
3)
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan
Ekonomi
Mubyarto mengemabangkan ekonomi
kerakyatan yaitu ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi
kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan
saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa.
Pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan
(Mubyarto,1999).
4)
Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Sosial Budaya
Dalam pembangunan pengembangan aspek
sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan
nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam prinsip etika pancasila
pada hakikatnya bersifat humanistic.
5)
Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Hankam
Negara pada hakikatnya adalah
merupakan suatu masyarakat hukum. Atas dasar pengertian demikian ini maka
keamanan merupakan syarat mutlak tercapainya kesejahteraan warga negara.
6)
Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Kehidupan Beragama
Pada proses reformasi dewasa ini
dibeberapa wilayah negara Indonesia terjadi konflik sosial yang bersumber pada
masalah SARA, terutama bersumber pada masalah agama. Hal ini menunjukkan
kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak
berkemanusiaan. Tragedy di Ambon, Poso, Medan, Mataram, Kupang serta daerah
lainnya menunjukkan betapa semakin melemahnya toleransi kehidupan beragama yang
berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu merupakan suatu tugas
berat bagi bangsa Indonesia yang saling menghargai, menghormati dan saling
mencintai sebagai sesama umat manusia yang beradab.
Dalam pengertian inilah maka negara
menegaskan pkok pikiran ke-4 bahwa “negara berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha Esa, atas
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
3.
Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi
Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan Negara dalam suatu system
Negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan
bangsa dan Negara Indonesia. Betapapun perubahan dan reformasi dilakukan namun
bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai religiusnya, nilai
kemanusiaannya, nilai persatuannya, nilai kerakyatan serta nilai keadilannya.
Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama
bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang
baik pada masa orde lama maupun orde baru. Oleh karena itu proses reformasi
walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform
dan sumber nilai yang jelas yang merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi melakukan perubahan
dalam berbagai bidang yang sering diteriakkan dengan jargon reformasi total.
Reformasi total ini bukan berarti harus mengubah kehidupan bangsa Indonesia
menjadi tidak berketuhanan, tidak berkemanusiaan, tidak berpersatuan, tidak
berkerakyatan serta tidak berkeadilan. Tetapi sebaliknya, reformasi ini harus
memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas bagi bangsa
Indonesia. Sehingga nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma
reformasi total tersebut.
a.
Gerakan Reformasi dan
Ideologi Pancasila
Makna serta pengertian “Reformasi” dewasa ini banyak
disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang
mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan pengertian reformasi
itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan
mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
makna reformasi itu sendiri, misalnya pemaksaan kehendak dengan menduduki
kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri maupun swasta, memaksa untuk
mengganti pekabat dalam suatu instansi, melakukan pengrusakan, bahkan yang
paling memprihatikan adalah melakukan pengerakan massa dengan merusak dan
membakar took-toko, pusat-pusat kegiatan ekonomi, kantor instansi pemerintah,
fasilitas umum, kantor pos, kantor bank disertai dengan penjarahan dan
penganiayaan. Oleh karena itu makna reformasi itu harus benar-benar diletakkan
dalam pengertian yang sebenarnya sehingga agenda proses reformasi itu
benar-benar sesuai tujuannya.
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki
kondisi syarat-syarat sebagai berikut:
1)
Suatu gerakan reformasi dilakukan
karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak
terjadi suatu penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi
dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat Pembukaan UUD 1945
serta batang tubuh UUD 1945.
2)
Suatu gerakan reformasi dilakukan
harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam
hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara Indonesia. Jadi reformasi
pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai
sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan ideologis
yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarahkan kepada anarkisme,
disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada suatu kehancuran bangsa dan Negara
Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.
3)
Suatu gerakan reformasi dilakukan
dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu (dalam hal ini UUD)
sebagai kerangka acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk
mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan structural
yang ada karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan
pada dasar serta system Negara demokrasi bahwa kedaulatan adalah di tangan
rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2).
4)
Reformasi dilakukan kea rah suatu
perubahan kea rah kondisi serta keadaan yang lebih baik. Perubahan yang
dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat
yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi
harus dilakukan kea rah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia
sebagai manusia.
5)
Reformasi dilakukan dengan suatu
dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta
terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Pancasila sebagai dasar cita-cita reformasi
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia,
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarah, nampaknya
tidak diletakkan dalam berkedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Pada masa Orba
Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa, sehingga
kedudukan pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktek
kebijaksanaan pelaksana penguasa negara. Misalnya setiap kebijaksanaan penguasa
Negara senantiasa berlindung di balik ideology Pancasila sehingga setiap
tindakan dan kebijaksanaan penguasa Negara senantiasa dilegitimasi oleh
ideology Pancasila. Sehingga konsekuensinya setiap warga Negara yang tidak
mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila. Asas
kekeluargaan sebagaimana terkandung dalam nilai Pancasila disalahgunakan
menjadi praktek nepotisme, sehingga merajalela.
Oleh karena itulah maka gerakan reformasi harus tetap
diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan
ideology, sebab tanpa adanya suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme serta
pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan Negara Indonesia. Maka
reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun secara rinci
sebagai berikut:
1)
Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha
Esa, yang berarti bahwa suatu gerakan kea rah perubahan harus mengarah pada
suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Karena hakikatnya manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa adalah
sebagai makhluk yang sempurna yang berakal budi sehingga senantiasa bersifat
dinamis, sehingga selalu melakukan suatu perubahan kea rah suatu kehidupan
kemanusiaan yang lebih baik. Maka reformasi harus berlandaskan moral religious
dan hasil reformasi yang dijiwai nilai-nilai religious tidak membenarkan
pengrusakan, penganiayaan, merugikan orang lain serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
2)
Reformasi yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab yang berarti bahwa reformasi harus dilakukan dengan
dasar-dasar nilai-nilai martabat manusia yang beradab. Oleh karena itu
reformasi harus dilandasi oleh moral kemanusiaan yang luhur, yang menghargai
nilai-nilai kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan bahkan
reformasi mentargetkan ke arah penataan kembali suatu kehidupan Negara yang
menghargai hak-hak asasi manusia. Reformasi menentang segala praktek
eksploitasi, penindasan oleh manusia terhadap manusia lain, oleh golongan satu
terhadap golongan lain, bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Untuk bangsa
yang majemuk seperti bangsa Indonesia maka semangat reformasi yang berdasarkan
pada kemanusiaan menetang praktek-praktek yang mengarah pada diskriminasi dan
dominasi sosial, baik alasan perbedaan suku, ras, asal-usul maupun agama.
Reformasi yang dijiwai nilai-nilai kemanusiaan tidak membenarkan perilaku yang
biadab membakar, menganiaya, menjarah, memperkosaan bentuk-bentuk kebrutalan lainnya
yang mengarah pada praktek anarkisme.
3)
Semangat reformasi harus berdasarkan
pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus menjamin tetap tegaknya Negara
dan bangsa Indonesia. Reformasi harus menghindarkan diri dari praktek-praktek
yang mengarah pada disintegrasi bangsa, upaya sparatisme baik atas dasar ke
daerahan, suku maupun agama. Reformasi memiliki makna menata kembali kehidupan
bangsa dalam bernegara, sehingga reformasi justru harus mengarah pada lebih
kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa. Demikian juga reformasi harus senantiasa
dijiwai asas kebersama sebagai suatu bangsa Indonesia.
4)
Semangat dan jiwa reformasi harus
berakar pada asas kerakyatan sebab justru permasalah dasar gerakan reformasi
adalah pada prinsip kerakyatan. Penataan kembali secara menyeluruh dalam segala
aspek pelaksanaan pemerintahan Negara harus meletakkan kerakyatan sebagai
paradigmanya. Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan Negara dan sekaligus
sebagai tujuan kekuasaan Negara, dalam pengertian inilah maka reformasi harus
mengembalikan pada tatanan pemerintahan Negara yang benar-benar bersifat
demokratis, artinya rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Negara. Maka semangat reformasi menentang segala bentuk penyimpangan demokratis
seperti kediktatoran baik bersifat langsung maupun tidak langsung, feodalisme
maupun totaliterianisme. Asas kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
menghendaki terwujudnya masyarakat demokratis.
5)
Visi dasar reformasi harus jelas,
yaitu demi terwujudnya Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Gerakan
reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali dalam berbagai bidang
kehidupan Negara harus memiliki tujuan yang jelas, yaitu terwujudnya tujuan
bersama sebagai Negara hukum yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Oleh karena itu hendaklah disadari bahwa gerakan reformasi yang
melakukan prubahan dan penataan kembali, pada hakikatnya bukan hanya bertujuan
demi perubahan itu sendiri, namun perubahan dan penataan demi kehidupan bersama
yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak asasi peradilan yang benar-benar
bebas dari kekuasaan, serta legalitas dalam arti hukum harus benar-benar dapat
terwujudkan. Sehingga rakyat benar-benar menikmati hak serta kewajibannya
berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial. oleh karena itu reformasi hukum
baik yang menyangkut materi hukum terutama aparat pelaksana dan penegak hukum
adalah merupakan target reformasi yang mendesak untuk terciptanya suatu
keadilan dalam kehidupan rakyat.
Dalam perspekif Pancasila gerakan reformasi sebagai
suatu upaya untuk menata ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai
realisasi kedinamisan dan keterbukaan Pancasila dalam kebijaksanaan dan
penyelenggaraan Negara. Sebagai suatu ideology yang bersifat terbuka dan
dinamis Pancasila harus mampu mengantisipasi perkembangan zaman terutama
perkembangan dinamika aspirasi rakyat. Nilai-nilai Pancasila adalah ada pada
filsafat hidup bangsa Indonesia dan sebagai bangsa maka akan senantiasa
memiliki perkembangan aspirasi sesuai dengan tuntutan zaman.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Istilah Paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu
pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahun. istilah
paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung konolasi pengertian sumber
nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari
suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk
dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.
2. Saran
Dapat mengembangkan kembali dalam pelajaran tentang pancasila sebagai
paradigma dan berbagai macam-macam pancasila sebagai paradigma dalam
masyarakat, pancasila sebagai paradigma pembangunan, dan pancasila sebagai
paradigma reformasi.
DAFTAR PUSTAKA
www.pancasilasebagaiparadigma.com, di akses pada tanggal 07
November 2014
Abulgani Ruslan, 1998, Pancasila
dan Reformasi, Paradigma Offset : Yogyakarta
Kaelan, 2010, Pendidikan
Pancasila, Paradigma Offset : Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar