BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut
pandangan bangsa Arab, Syair merupakan puncak keindahan dalam sastra,
sebab syair itu adalah suatu bentuk gubahan yang dihasilkan dari kehalusan
perasaan dan keindahan daya khayal, karena itu bangsa Arab lebih menyenangi
syair dibandingkan dengan hasil satra lainnya.
Apabila
dibandingkan antara karangan-karangan ataupun kuliah dan khutbah, maka yang
dapat berpengaruh lebih dahulu dihati seseorang adalah gubahan syair, karena
gubahan syair itu dapat langsung dirasakan dalam hati walaupun tidak dipikirkan
terlebih dahulu. Disini dapat kita ketahui dengan jelas bahwa bangsa Arab lebih
menyukai syair daripada bentuk prosa lainnya
Dari pemaparan
di atas penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai syair dalam
kehidupan bangsa Arab dalam bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian syair?
2. Bagaimana lahirnya syair?
3. Bagaimana syair dalam kehidupan bangsa Arab?
4. Siapa saja tokoh-tokoh syair dan karyanya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Syair
Syair, seringkali kita mendengar
istilah tersebut dalam buku-buku sejarah kebudayaan bangsa arab terutama pra
islam. Istilah tersebut secara etimologis diambil dari asal kata شعورا شعرا يشعر شعر yang
berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi atau mengubah sebuah syair.
Sedangkan menurut Jurji Zaidah, syair berarti nyanyian (Al-Ghina),
lantunan (Insyadz), atau melagukan (Tartil). Asal kata ini telah
hilang dari bahasa arab, namun masih ada dalam bahasa lain seperti syuur dalam
bahasa ibrani yang berarti suara, nyanyian, melantunkan lagu. Diantara sumber
kata syair adalahشير (syir)
yang berarti kasidah atau nyanyian-nyanyian yang terdapat dalam kitab taurat
juga menggunakan nama ini.[1]
Menurut Al-Aqqad, kata Syir harus
dikembalikan pada makna aslinya, yaitu bahasa smith. Kata شيرو pada suku Aqqadi kuno merujuk pada
suara nyanyian gereja. Dari kata ini, kemudian pindah ke dalam bahasa ibrani (شير) dengan
arti melagukan (Insyadz) dan ke dalam bahasa aramiyah yang bersinonim
denganشور ,ترنم (menyanyikan) dan ترتيل (melagukan). Namun,
sejarah menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi lebih dulu berkelud dalam dunia nadzam
dari pada orang Hijaz. Dengan demikian menunjukkan bahwa pengalaman dan
kemahiran mereka telah memperkuat keberadaan Syir yang berkaitan dengan kasidah
dan nyanyian. Berdasarkan sumber itu, orang-orang Arab dipandang kuat telah
mengambil شير dengan
huruf ain, jadilah kata Sy’ir (شعر). Kata inilah kemudian digunakan pada kata
syair secara universal.[2]
Bagi orang arab, kata sy’ir mempunyai
arti tersendiri sesuai dengan pengetahuan, kemampuan, dan kebiasaan mereka.
Dalam pandangan mereka, sy’ir berarti pengetahuan, kemampuan dan kebiasaan
mereka. Karena sy’ir mempunyai arti kepandaian dan pengetahuan, maka pelakunya
dikenal dengan al-Fathin (cerdik pandai). Pendapat ini ada kemiripan
dengan pengertian poet dalam bahasa yunani, yang artinya membuat atau
mencipta. Poet berarti pencipta melalui imajinasinya, atau orang yang
berpengliatan tajam, orang suci, sekaligus filosofis, negarawan, guru, dan
menebak kebenaran yang metafisik.
Secara terminologi, dalam
Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa syair adalah ucapan yang atau susunan kata yang
fasih yang terikat dengan rima (pengulangan bunyi) dan matra (unsur irama yang
berpola tetap) dan biasanya mengungkapkan imajinasi yang indah dan berkesan
memikat. Dalam bahasa melayu/Indonesia, satu koplet syair biasanya terdiri dari
empat baris yang berahiran sama yaitu a,a,a,a. Sementara Ibnu Rasyiq lebih
mempertegas adanya unsur kesengajaan, sebagaimana ia berkata : “Sesungguhnya
syi’r terdiri dari empat hal, yaitu lafadz, wazan, makna dan qafiah. Ini
batasan syi’r, karena ada sebuah ungkapan yang berirama dan berqafiah tetapi
tidak dapat dikatakan syi’r, karena tidak dibuat-buat dan tidak dimaksud syi’r
seperti Al-Qur’an dan Hadits nabi.”[3]
B.
Lahirnya Syair
Keadaan bangsa
Arab pada masa sebelum Islam datang dikenal suka berperang, berfoya-foya dan
menyembah berhala akan tetapi mereka dikenal cukup luas karena keahliannya
dalam bidang sastra. Mereka sangat terkenal karena bahasa dan syairnya. Bahasa
Arab adalah bahasa yang memiliki sejarah panjang sesuai dengan kekayaan yang
didapat sampai saat ini. Bahasa arab yang sekarang kita tahu adalah kerabat
dekat dengan bahasa semitik, misalnya akkad/babylonia, aram, nabatea,
ibrani, feonisia dan dialek kanaan lainnya. Dari sebagian
banyak bahasa semitik pada waktu itu hanya bahasa Arablah yang masih bertahan
sampai sekarang.
Syair pada
waktu itu adalah bagian dari kehidupan orang-orang Arab pra Islam. Apa yang menjadi
aktivitas orang-orang pra Islam pada waktu itu menjadi sebuah manifestasi yang
begitu banyak yang diabadikan didalam puisi. Oleh karenanya tema-tema yang ada
pada waktu itu berkisar hanya pada kegiatan sehari-hari mereka, terutama yang
paling banyak menjadi tema adalah tentang kesukuan. Syair pada waktu itu bisa
menjadi sebuah senjata yang bisa membuat hasrat manusia berdebar, tersanjung,
dan memuji sehingga orang yang mendengarkannya merasa terbuai.[4]
Bahkan
fanatisme orang-orang Arab yang masih akut sekali kesukuannya menjadi hal
paling penting dalam bentuk suatu syair pada waktu itu. Semangat kepahlawanan
ditunjukan didalam puisi bukan tak lain untuk menyemangati orang-orang yang
akan ikut berperang. Tema dari syair-syair orang Arab pra Islam menurut Ismail
Al-Faruqi terjadi karena disebabkan oleh adanya dua keadaan yang sangat
beragam, yakni hedonisme dan romantisisme. Hedonisme
artinya, bahwa mereka hanya mengejar kehidupan yang bersifat nisbi, mereka
tidak terlalu percaya akan adanya hari pembalasan dan menikmati kehidupan,
mengejar kebahagiaan adalah tujuan mereka. Sementara romantisisme mungkin
lebih pada bagaimana mereka mengagungkan seseorang prihal keadaan perang yang
terus menerus atau kepahlawanan coba baca ayyam al-Arab dalam suku mereka.
Inilah mungkin yang menjadi asbabun nujul dari salah satu ayat dalam Al-quran
tentang penyair dan ihwalnya.[5]
C.
Syair dalam kehidupan
bangsa Arab
Ada dua cara dalam mempelajari syair Arab dimasa Jahiliyah, kedua
cara itu sangat besar faedahnya :
-
Mempelajari
syair itu sebagai suatu kesenian yang sangat dihargai oleh bangsa Arab pada
masa itu.
-
Mempelajari
syair itu dengan maksud supaya kita dapat mengetahui adat istiadat dan budi
pekerti bangsa Arab.
Syair adalah salah satu seni yang paling indah yang amat dihargai
dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Mereka sangat gemar berkumpul mengelilingi
penyair-penyair untuk mendengarkan syair-syair mereka. Ada beberapa pasar
tempat para penyair berkumpul, yaitu Pasar Ukaz, Majinnah, dan Zul Majas. Di
pasar-pasar itu para penyair menyanyikan syairnya yang telah disiapkan,
sehingga warga sukunya mengelilingi penyair-penyair yang menjadi kebanggaannya.
Dipilihlah diantara syair-syair itu yang terbagus, lalu digantungkan di Ka'bah
tidak jauh dari patung dewa-dewa pujaan mereka. Seorang penyair mempunyai
kedudukan yang sangat amat tinggi dalam masyarakat bangsa Arab. Salah satu
pengaruh dari syair pada bangsa Arab ialah bahwa syair itu dapat meninggikan
derajat seorang yang tadinya hina, atau sebaliknya dapat menghina-dinakan
seseorang yang tadinya mulia.
Sebagai contoh dapat kita sebutkan di sini Abdul 'Uzza Ibnu 'Amir,
dia adalah seorang yang hidupnya melarat dan memiliki anak gadis yang banyak,
akan tetapi tidak ada satu pun pemuda yang mau memperistri mereka. Kemudian dia
dipuji oleh al A'sya seorang penyair ulung. Syair al A'sya yang berisi pujian
itu tersiar kemana-mana. Dengan demikian menjadi masyhurlah Abdul 'Uzza itu,
kini kehidupanya menjadi baik, maka berebutlah para pemuda untuk meminang anak
gadisnya. Itulah syair dan demikianlah pengaruhnya, syair itu sebagai suatu
seni yang telah menggambarkan kehidupan, budi pekerti, dan adat istiadat bangsa
Arab.
Syair-syair dari penyair-penyair yang hidup di masa Jahiliyah
menjadi sumber yang terpenting bagi sejarah bangsa Arab sebelum Islam.
Syair-syair dapat menggambarkan kehidupan bangsa Arab di masa Jahiliyyah. Orang
yang membaca syair Arab, akan melihat kehidupan bangsa Arab tergambar dengan
jelas pada syair itu. Dia akan melihat padang pasir kemah-kemah tempat
permainan dan sumber-sumber air. Dia akan mendengar tutur kata
pemimpin-pemimpin laki-laki dan wanita. Dia akan mendengar bunyi kuda dan
gemerincingan pedang. Syair itu akan mengisahkan kepadanya
peperangan-peperangan, adat istidat dan budi pekerti bangsa Arab, dan banyak
lagi hal-hal lain yang syair Arab Jahiliyah itu adalah sumber untuk
mengetahuinya.[6]
Keistimewaan bangsa Arab adalah meraka mempunyai perhatian yang
besar terhadap bahasa dan keindahan sastra, karena mereka mempunyai perasaan
yang halus dan ketajaman penilaian terhadap sesuatu. Dua sifat ini menjadi
faktor utama mereka untuk mempunyai kelebihan dan kemajuan dalam bahasa. Karena
keindahan bahasa akan bersandarkan pada perasaan yang halus dan daya khayal
yang tinggi. Dengan kedua sifat ini maka bangsa Arab dapat mengeluarkan segala
yang bergejolak dalam jiwanya dalam bentuk gubahan syair yang indah. Hal ini
pula berkenaan dengan peranan atau kedudukan penyair dalam masyarakat Arab.
Seorang penyair yang hebat mampu membela kehormatan kaum dan keluarga
kabilahnya.
Bangsa Arab
menganggap betapa pentingnya peranan penyair, sampai mereka sering memperalat
seorang penyair sebagai seorang yang dapat memberi semangat dalam perjuangan,
memberi sokongan suara bagi seorang untuk dapat diangkat sebagai kepala
kabilah, dan ada pula yang menggunakan mereka sebagai perantaraan untuk
mendamaikan dua lawan yang saling bermusuhan, bahkan ada juga yang menggunakan
penyair untuk meminta maaf dari seorang penguasa.
Di kalangan
bangsa Arab banyak terdapat para penyair yang terkenal. Namun dari sekian
banyak itu, yang paling terkenal hanya ada tujuh sampai sepuluh orang saja,
sebab hampir sebagian besar dari hasil karya mereka masih utuh dan terjaga
hingga kini. Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang penyair itu, semuanya
dianggap hasil karya syair yang terbaik dari karya syair yang pernah dihasilkan
oleh bangsa Arab.
Hasil karya
syair mereka terkenal dengan sebutan al-Muallaqad, yaitu yang
tergantung, sebab setiap hasil karya syair yang paling indah di masa itu, pasti
digantungkan di dinding Ka’bah sebagai penghormatan bagi penyair atas hasil
karyanya. Dari dinding Ka’bah inilah nantinya masyarakat umum akan mengetahuinya
secara meluas dan turun temurun.
Seluruh hasil
karya syair yang digantungkan pada dinding Ka’bah selain dikenal dengan sebutan
al-Muallaqad juga disebut al-Muzahabah
yaitu yang ditulis dengan tinta emas. Sebab setiap syair yang baik sebelum
digantungkan pada dinding Ka’bah, ditulis dengan tinta emas terlebih dahulu
sebagai penghormatan terhadap hasil karya itu.[7]
D.
Tokoh-tokoh dan karyanya
Banyak sekali karya syair-syair yang terkenal dan bagus pada masa
itu, tetapi ada muallaqad penyair Arab yang kualitas syairnya tingkat pertama
pada masa itu. yakni Umrul Qais, Nagibah Adz Zibyzny, dan Zuhair bin Abi Sulma.[8]
1.
Umrul
Qais
a.
Mengenal
Umrul Qais
Umrul Qais adalah penyair Arab yang hidup pada 150 tahun sebelum
hijrah. Dia dijuluki Al-Malik Ad Dhalil (raja dari segala raja penyair). Penyair
ini berasal dari suku Kindah yang pernah berkuasa penuh di Yaman, karena itu
penyair ini dikenal dengan penyair Yaman (Hadramaut). Umrul Qais seorang anak
raja Yaman bernama Hujur Al-Kindy, Ibunya Fatimah binti Rabia’ah. Segi penyair
ini sangat berpengaruh dalam kepribadian penyair ini, ia dibesarkan di Nejed
dengan kehidupan dunia yang melimpah dan dalam lingkungan keluarga yang suka
berfoya-foya. Kebiasaan buruknya penyair ini sering mabuk-mabukan, bermain
cinta dan melupakan kewajibannya sebagai putra mahkota yang seharusnya mawas
diri dan melatih diri memimpin masyarakat karena perangainya yang buruk ayahnya
sering memarahinya dan akhirnya ia dibuang dan diusir oleh ayahnya dari Istana.
Selama dalam pembuangan, penyair ini mengembara ke segala penjuru
jazirah Arab dan kelak pengembaraan inilah yang membawa pengaruh kuat dalam
syairnya, karena dari pengalaman pengembaraan seluas itulah ia mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman baru baginya. Umrul Qais bergabung bersama
orang-orang Badui, orang Badui ini sangat senang bergabung dengan Umrul Qais
karena ia banyak harta dan pendukungnya.[9]
Ketika Umrul Qais sedang asyik berfoya foya, tiba-tiba datang kabar
kematian ayahnya terbunuh ditangan Kabilah bani Asaf yang sedang memberontak
kepada kekuasaan ayahnya. Kematian ayahnya itu menuntut Umrul Qais untuk
kembali ke Nejed agar dapat membalas kematian orang tuanya. Panggilan itu tidak
disambut baik oleh Umrul Qais, bahkan dengan sambil bermalas-malasan ia
berkata: “dulu semasa kecilku aku dibuang, kini setelah dewasa aku dibebani
oleh darahnya, biarkan saja urusan itu, sekarang adalah waktunya untuk
mabuk-mabukan dan besok untuk menuntut darahnya.”
Namun tak lama kemudian penyair in berangkat menuju ke Nejed untuk
menuntut balas kematiaan orang tuanya. Untuk melaksankan niatnya itu Umrul Qais
terpaksa meminta bantuaan ke kabilah-kabilah Arab yang berada disekitarnya.
Sehingga pertempuran ini berkecanuk lama dan akhirnya ia terdesak, melarikan
diri menuju kekerajaan Romawi Timur (Bizantium) di Turki. Di tengah perjalanan
penyair itu terbunuh oleh musuhnya dan dimakamkan di kota Angkara Turki.
b.
Karya
Umrul Qais
Sebagian besar ahli sastra Arab berpendapat bahwa puisi Umrul Qais
dapat digolongkan pada kelas tertingi dari golongan penyair Arab lainnya.
Karena penyair ini banyak menyandarkan pada kekuatan daya khayalnya dan
pengalamannya dalam mengembara, bahasanya sangat tinggi sekali dan isinya
sangat padat. Umrul Qais dianggap orang pertama yang menciptakan cara menarik
perhatian dengan jalan istifokus sohby yakni cara mengajak orang untuk
berhenti pada puing reruntuhan bekas rumah kekasihnya (tempat yang berhubungan
dengan kisah cinta) sekedar mengenang masa indah yang telah berlalu akan cintanya.
Memang cara ini sangat menarik sekali, bila digunakan dalam syair
Tasbib/ghazal yaitu suatu bentuk atau jenis syair yang didalamnya banyak
menyebutkan wanita dan kecantikannya, syair ini juga menyebutkan tentang
kekasih, memuji atau merayu sang kekasih, juga membahas tempat tinggalnya dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kisah percintaan. Cara seperti ini
sangat disenangi orang Arab (penyair Arab) dalam membuka setiap qasidahnya
untuk perhatian orang. Umrul Qais juga dianggap sebagai penyair pertama dengan
mensifati kecantikan seorang wanita dengan mengupamakannya dengan seekor kijang
yang panjang lehernya, karena wanita yang panjang lehernya menandakan sebagai
seorang wanita cantik dan rupawan.
Orang yang mempelajari puisi karya Umrul Qais dengan mendalam maka
dia akan mengerti bahwa keindahan syairnya terletak pada caranya yang halus
dalam syair ghazalnya. Ditambah dengan istirah/kata kiasan dan perumpamaan.
Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah yang menciptakan perumpamaan
dalam syair Arab. Hanya saja kadang-kadang syairnya tidak luput dari
perumpamaan yang cabul/porno terutama ketika membicarakan kaum wanita, tetapi
perumpamaan ini tidak mengurangi nilai syairnya karena kadar kecabulannya tidak
terlalu berlebihan. Disamping itu perumpamaan kecabulannya tersebut merupakan
kebiasaan bagi setiap penyair Arab dalam mengekspresikan sesuatu secara
singkat, jelas, dan padat.
Ada satu contoh dari syairnya yang menunjukan kelihaian penyair ini
dalam menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa dengan gayanya yang khas
sehingga bayangan yang ada seperti benar-benar terjadi. Untuk itu penulis akan
mengutip syairnya Umrul Qais yang mengisahkan kepada kita tentang sesuatu
kesusahan atau kegelisahan yang dialaminya pada suatu malam hari sebagai berikut:
وليل كموج البحر أرخى سدوله # علي بأنوع الهموم ليبتل
فقلت له لما تمطى بصلبه # واردف اعجازا وناء بكلكل
اﻻايهاالليل الطويل اﻻ انجلى# بصبح وما اﻻء صباح منك بأمثل
فيا لك من ليل كان نجومه # بكل مغار الفتل شدت بيذ بل
Artinya: “Malam bagaikan gelombang samudra menyelimutkan
tirainya padaku, dengan kesedihan untuk membencanaiku, aku berkata padanya kala
ia menggeliat merentang tulang punggungnya dan siap melompat menerkam
mangsanya, wahai malam panjang kenapa engkau tidak segera beranjak pergi yang
digantikan pagi yang tiada pagi seindah kamu, Oh… malam yang gemintangnya,
bagaikan terjerat ikatan yang kuat.”
Sebenarnya penyair ini akan mengutarakan betapa malang nasibnya.
Dimana keresahan hatinya akan bertambah susah bila malam hari tiba. Karena pada
saat itu dia merasakan seolah-olah malam sangat itu panjang sekali. Sehingga ia
mengharapkan waktu pagi hari segera tiba, agar keresahannya akan berkurang,
namun keresahan itu tidak jua berkurang walaupun pagi hari telah tiba. Contoh
diatas merupakan bukti nyata akan kepandaian penyair ini dalam menggambarkan
sesuatu keadaan. Sehingga keadaan atau peristiwa itu seakan-akan benar tejadi
adanya.
Contoh diatas memberikan gambaran kepada kita, bagaimanakah penyair itu memberikan gambaran yang sangat besar akan keresahan melandanya dan dialaminya pada waktu itu, sehingga baik pada waktu malam hari maupun pagi hari keresahan itu tetap saja mengikutinya seperti seseorang yang selalu diikuti bayangannya ketika hendak menggerakan kakinya dalam sinaran bulan purnama di malam hari yang segelap lautan.
Contoh diatas memberikan gambaran kepada kita, bagaimanakah penyair itu memberikan gambaran yang sangat besar akan keresahan melandanya dan dialaminya pada waktu itu, sehingga baik pada waktu malam hari maupun pagi hari keresahan itu tetap saja mengikutinya seperti seseorang yang selalu diikuti bayangannya ketika hendak menggerakan kakinya dalam sinaran bulan purnama di malam hari yang segelap lautan.
Rahasia keindahan syair ini adalah penyair tidak menjelaskan atau
menceritakan keresahan yang dialaminya secara langsung. Bahkan ia memberikan
perumpamaan terlebih dahulu dan suatu permisalan yang dekat dengan pengertian
aslinya, kemudian penyair ini mengajak sang malam hari tuk untuk berbicara dan
bercakap-cakap layaknya seorang manusia diajak bicara.
Syair ini adalah syair yang abadi, tak lekang dimakan zaman karena
imajinasi yang sangat kuat/daya khayalnya yang tinggit, dan maknanya dalam, isi
pada syair ini kondisonal/situasional yakni ketika seseorang dilanda keresahan,
kegelisahan, banyak masalah yang diderita, dan lainya, ketika membaca dan
mendalami juga menghayati kandungan syair ini ia akan menemukan sesuatu
kesamaan rasa, kesamaan konflik atau penokohannya. Karena seperti yang
disebutkan penulis diatas, penyair ini tidak menceritakan dengan pasti apa
konflik yang terjadi keresahan/masalah-masalah yang terjadi.
Keindahan syairnya terletak pada caranya pemilihan kata atau
diksinya yang halus dalam syair ghazalnya.walaupun hidup dalam keadaan
geografis alam yang keras tetapi tak mempengaruhi kata-katanya yang halus dan
lembut dalam syairnya itu. Ditambah dengan istirah/kata kiasan dan perumpamaan,
sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah yang menciptakan perumpamaan
dalam syair Arab. Walapun terkadang syairnya mengandung sifat kebadwian dalam
ungkapan kering dan kasar, dengan makna-makna yang seram. Tetapi imajinasinya
sangat kuat sekali, kadang terlihat dalam membayangkan suatu yang keemasan yang
menampilkanya indah sekali, maknanya memukau dan menusuk lerung hati yang
paling dalam, tasbib/nasibnya (pelukisannya) lembut selembut kain sutra,
wasfnya (pelukisan, narasi) akrab seakrab orang arab yang menjamu tamunya,
mudah diserap dan dipahami karena penciptaanya seindah indahnya menggunakan
imajinasi yang kuat. Ada beberapa faktor mengapa tulisan, syairnya Umrul Qais
bisa seperti itu yakni karena keadaan geografis wilayah yang ganas,
pergaulannya dengan suku badui yang cendrung kasar tapi mungkin positifnya ia
bisa mempunyai daya imajinasi yang kuat dan bebas mungkin karena bergaul dengan
mereka yang notabene orang dan pikirannya bebas, terus yang terakhir keadaan
psikologis dan sikis penyair ini pada masa usia masih beliau sudah mengalami
guncangan yang cukup dahsyat, ia diusir dari surga dunianya yaitu istana
ayahnya karena peringainya yang buruk.
Perlu diketahui latarbelakang penciptaan syair diatas menceritakan
pengalaman dan kehidupan pribadi sang penyair itu sendiri. Pengalaman disini
adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya
dengan sang kekasih Unaizah, keluarganya dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh
oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asaf, terus
karena penyakit yang ia derita dan akhirnya sampai sang maut menjemput di kota
Angkara Turki Bizantium waktu ingin meminta bantuan pada raja kekaisaran Romawi
Timur (Bizantium).
Meskipun Umrul Qais dijuluki raja dari segala raja penyair tapi
perlu diketahui orang Arab yang pertama kali menciptakan syair Arab ialah
Muhalhil bin Rabiah Atthaghribi. ia dianggap menjadi orang pertama yang
menciptakan syair arab, karena dari sebagian banyak syair bahasa arab yang
ditemukan ialah hanya sampai zaman Muhalhil saja. Dari sekian banyak karya
syair Muhalhil yang dapat diselamatkan hanyalah tiga puluh bait saja. Setelah
zaman in barulah muncul penyair-penyair yang dipelopori oleh Umrul Qais dkk.
Tak terbantahkan lagi pengaruh Umrul Qais dalam syair bahasa arab sangat
kental, kendati Muhalhil atau orang arab sebelum Muhalhil sebagai pencetus
tetapi sebagai penyair yang memberikan sumbangsih yang sangat besar,
pengaruhnya abadi, dan banyak ditiru oleh generasi penyair masa jahiliah dan
mungkin sampai sekarang generasi modern atau generasi selanjutnya yang akan
mendatang.[10]
2.
Zuhair
bin Abi Sulma
a. Mengenal Zuhair bin Abi Sulma
Zuhair bin Abi Sulma berasal dari bani Ghathafan dan dibesarkan
dari keluarga penyair. Sejak kecil penyair ini belajar syair Dari pamannya
sendiri yang bernama Basyamah bin Shadir dan Aus bin Hujur. Karena itu penyair
ini telah tekenal sejak masa kecil. Selain bakatnya sudah muncul dari muda.
Penyair ini disenangi oleh segenap kaumnya karena kepribadiaan dan budi
pekertinya yang tinggi. Beliau sangat terkenal dengan kesopanan kata-kata
syairnya, imajinasi dan pemikirannya banyak menggunakan kata-kata hikmat dan
pemikiran yang matang dan banyak orang yang menjadikan syairnya sebagai contoh
hikmat dan pemikiran kebijaksanaan. Sehingga tidak aneh jika pendapatnya selalu
diterima oleh kaumnya.
Tidak hanya oleh kaumnya pendapatnya bisa di terima bahkan para
kabilah-kabilah Arab lainnya dan pemuka-pemukanya seperti Haram bin Sinan dan
Harist bin Auf. Zuhair meminta kepada dua pemuka kabilah tadi untuk memberikan
3000 unta kepada pemuka kabilah itu sebagai persyaratan perdamaian karena kedua
suku kabilah itu sudah lama berperang hampir 40 tahun dan kedua suku itu sangat
mengidam-ngidamkan perdamain itu. Penyair itu turut andil dalam perdamain itu
dan kedua pemuka kabilah tadi menyanggupinya karena kelihaian Zuhair dalam memainkan
lantunan Syairnya yang memuji kedua pemuka kabilah tersebut.
b. Karya Zuhair bin Abi Sulma
Tidak ada pertentangan dari pengamat, kritikus puisi bahkan para
ahli sastrapun sepakat bahwa dalam hal menempatkan Zuhair sebagai salah seorang
dari tiga tokoh terkemuka penyair Arab yang mengungguli para penyair selain
mereka yakni Umrul Qais dan Nagibah. Untuk lebih mengenal sosok penyair ini
mari kita lihat petikan bait syairnya yang banyak mengandung kata hikmat yang
dapat dijadikan petuntuk bagi kehidupan.
سئمت تكاليف الحياة ومن يعش # ثمانين حولا لاأبالك يسأم
واعلم ما في اليوم ولأمس قبله # ولكننى عن علم ما في غد عم
رأيت المنايا خبط عشواء من تصب # تمته ومن تهتئ يعمرفيهرم
ومن يجعل المعروف من دون عرضه # يفره ومن لايتق الشتم يشتم
ومن يوف لا يذمم ومن يهد قلبه # اء لى مطمئن البرلايتجمجم
ومن هاب اسباب المنايا ينلنه # واء ن يرق اسباب السماء بسلم
ومن يجعل المعروف في غير أهله # يكن حمده ذما عليه ويندم
لأن لسان مرء مفتاح قلبه # اء ذا هو أبد ما يقول من الفم
لسان الفتى نصف ونصف فؤاده # فلم يبق اءلا صورة اللحم والدم
Artinya : “Aku telah jemu dengan beban hidup, dan barang siapa
yang berumur sampai delapan puluh tahun, pasti ia akan jemu dengan beban
hidupnya, aku dapat mengetahui segala yang terjadi pada hari ini dan kemarin
tetapi aku tetap tak tahu akan hari esok, aku melihat maut itu datang tanpa
permisi terlebih dahulu barang siapa yang didatangi pasti mati dan siapa yang
luput diakan lanjut usia, barang siapa yang selalu menjaga kehormatannya maka
di akan terhormat dan siapa yang tidak menghindari cercaan orang di akan
tercela, barang siapa yang menempati janji akan tercela barang siapa yang
terpimpin hatinya maka ia akan selalu berbuat baik, barang siapa yang takut
mati pasti dia akan bertemu juga dengan maut walaupun ia naik ke langit dengan
tangga (melarikan diri), barang siapa orang yang menolong tidak berhak ditolong
maka dia akan menerima resikonya dan akan menjadikan penyesalan baginya.”
Petikan-petikan bait Syair diatas kebanyakan mengandung kata-kata
hikmat dan dengan imajinasi juga pemikiran yang mendalam sehingga penyair ini
dianggap sebagai orang pertama yang dalam menciptakan kata hikmat dalam syair Arab
dan kelak akan diikuti oleh penyair lainnya seperti: Salih bin Abdul Kudus, Abu
Thahilah, Abu Tamam, Mutanabby dan Abul Ala’ Ma’ary
Kalau kita perhatikan lebih dalam puisi diatas, hampir serupa dari
Amsal (pribahasa) dan kata hikmah. Merupakan suatu hal yang menarik memadukan
prosa dan syair pada masa itu, melihat banyak sekali penyair jahili yang kurang
mendalaminya beliau merupakan penyair pertama yang membuka pintu masuknya
kata-kata hikmah dan amsal kedalam puisi Arab. Syairnya singkat mudah dipahami
namun isinya padat dan mada’hnya bagus menjauhi kebohongan, selalu memuji
keadaan sebenarnya, ia bersyair selalu memuji orang dengan benar sebenar
benarnya maksudnya kebenaran sifat yang dimiliki orang itu memang sudah teruji,
terlebih syair diatas ini bertemakan dan menceritakan kehidupan seseorang harus
hidup terhormat, menepati janji, suka menolong itu merupakan karakteristik
orang Arab yang hidup pada zamannya itu yang telah diihatnya dan dituangkan
dalam syairnya oleh beliau.
Dari pemilihan kata/diksinya sangat baik sekali. Kata-katanya sopan
sedikit sekali yang menggunakan kata-kata buruk. Oleh karena itu puisinya
sangat bersih dan sedikit sekali ada cercaan didalamnya. Jauh dari ta’kid /komplikas
kata dan maknanya.[11]
3.
Nabigah
Adz-Zibyanyany
a. Mengenal Nabigah Adz-Zibyanyany
Nama aslinya penyair ini adalah Abu Umamah Ziyad Bin Muawiyah. Ia
dipangil Nabigah karena sejak muda pandai bersyair kata Nabigah sendiri berarti
pandai bersyair, ia merupakan salah satu tokoh terkemuka para penyair arab
jahili dan dewan hakim mereka dipasar ukaz. Ia penyair terbaik dalam
menampilkan diksi/pemilihan kata, jelas dalam mengemukakan makna, dan lembut
dalam permohonan maaf.
Hampir seluruh umur hidupnya ia habiskan dikalangan keluarga raja
Hira dan memuji mereka serta lama mendapingi Nu’man bin Al-Mundzir. Sehingga ia
dijadikan kawan dan dimanjakan dengan kemewahan yang ada. Pernah diriwayatkan
penyair ini dikalangan raja Hirah selalu memakai bejana dari emas dan perak.
Hal ini tak lain untuk menujukan betapa pentingnya kedudukan beliau disisi raja
Hira.
b.
Karya
Nabigah Adz-Zibyanyany
Sebagian besar ahli sastra arab mendudukan syair karya nabigoh pada
dereta ketiga setelah Umrul Qais dan Zuhair bin Abi Sulma. Hanya saja penilaian
itu sangat relatif sekali, karena pendirian seseorang berbeda tentunya. Namun
demikian karya syairnya sangat tinggi nilainya, karena pribadi penyair ini
sangat berbakat dalam bersyair. Maka tidak heran jika penyair ini diangkat
sebagai dewan juri dalam setiap perlombaan membaca puisi. Yang berdeklamasi
setiap tahun di pasar Ukaz.
Para pengamat puisi Arab menempatkan Nabigah Adz-Zibyanyany Sebagai
salah satu tokoh penyair Arab yang pertama. Bahkan sebagian dari mereka
menjadikan puisinya menjadi titik puncak yang dicapai oleh syair Arab dari segi
keindahan dan keharmonisan komposisinya. Dan banyak dari kalangan periwayat
puisi yang memasukannya kedalam jajaran penyair muallaqot yang syairnya ditulis
dengat tinta emas dan digantungkan di Ka’bah. Puisinya teristimewa dengan
keindahan kata, kejelasan makna, keindahan susunan dan sedikit kamuflase,
sehingga orang yang suka kelembutan dari kalangan penyair seperti Jarir
mengatakan bahwa ia adalah penyair Arab yang paling piawai. Ketergiurannya
untuk mecari penghidupan dengan syair, justru membuka pemikiran baru dalam
jenis puisi madhnya (pujian) serta melakukan perluasan dan perdalaman dalam
puisi itu, sehingga ia mampu memuji dengan sesuatu yang kontradiktif;
فاءنك شمس و الملوك كواكب # اء ذا طلعت لم يبد منهن كوكب
Artinya: “sesungguhnya engkau adalah matahari, sedangkan para
raja yang lain dalah bintang-bintang, bila kau terbit tak ada sayu bintangpun
yang berani menampakan diri.”
Latar belakang syair ini pada suatu hari Nabighah hendak memuji
raja Nu’man bin Munzir seorang yang paling disukai olehnya. Waktu itu ia
melihat matahari yang sedang tebit dan terang. Oleh karena itu, raja Nu’man itu
diumpamakan dalam Syairnya sebagai matahari yang terbit, jikalau matahari itu
sedang terbit maka sinarnya itu akan mengalahkan senar bintang dimalam hari
yang diibaratkan dengan raja-raja lain singkatnya ketika kekuasaan raja Nu’man
datang maka kekuasaan raja-raja lain akan menghilang seperti bintang dimalam
hari yang lenyap karena munculnya raja Nu’man sebagai matahari terbit yang
terbit/berkuasa disiang hari.
Dalam syair diatas dia berimajinasi, mengkhayalkan dan perumpamaan sesuatu
yang paling tinggi di alam sekitarnya. Maka yang dilihat hanyalah matahari.
Karena penyair itu memisalkan raja itu bagaikan matahari yang terbit dari ufuk
timur, bila matahari itu sedang terbit maka ribuan bintang yang menghiasi
langit tidak akan tampak sinarnya lagi. Jadi penyair ini seolah olah berkata
bahwa raja yang dipujinya itu adalah raja yang paling mulia dan lebih agung
dari semua raja yang lain akan sirna seperti malam yang sirna oleh datangnya
matahari yang menjadi siang.
Indah sekali syair bait diatas kendati kata simpel tetapi makna
luas, ketika hendak menggambarkan kekuasaan sang raja, penyair ini tidak lagi
memberikan sesuatu permisalan saja. Bahkan dia menyebutkan bahwa diri raja
pujaannya itu adalah matahari itu sendiri yang terbit diufuk timur sehingga
segala sinar yang dating dari segala bintang dapat sirna. Letak keindahan syair
ini ialah penyair ini tidak menyebutkan sang raja seperti matahri bahkan ia
sendiri adalah matahari itu sendiri.
Dari segi diksi/pemilihan kata dan struktur bahasanya sederhana dan
indah, mudah dipahami oleh semua orang juga harmonis lebih akrab dengan pembaca
atau penikmat syair, kata-katanya lembut sehingga wajar saja ia dekat pembesar
negeri, menjadi dewan juri perlombaan syair di pasar Ukaz tiap tahun dan
disukai banyak orang. Keistimewaan penyair ini adalah puisinya lebih indah dan
kata-katanya lebih mantap, bahasanya sangat sederhana sehingga dapat mudah
dimengerti semua orang. Para penyairpun tidak jarang meniru cara Nagibah maupun
kata-katanya dalam bersyair.[12]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Syair adalah ucapan atau susunan kata yang fasih yang terikat
dengan rima (pengulangan bunyi) dan mantra (unsure irama yang berpola tetap)
dan biasanya mengungkapkan imajinasi yang indah dan berkesan memikit. Lahirnya
syair berawal dari kebiasan aktivitas orang-orang Arab yang menjadi sebuah
manifestasi yang begitu banyak diabadikan di dalam puisi. Sehingga syair pada
waktu itu merupakan senjata yang bisa membuat hasrat manusia berdebar,
tersanjung dan memuji orang agar orang yang mendengarkannya merasa terbuai.
Banyak sekali karya syair-syair yang terkenal dan bagus pada masa
itu, tetapi penyair Arab yang kualitas syairnya tingkat pertama pada masa itu
adalah Umrul Qais, Nagibah Adz Zibyzny dan Zuhair bin Abi Sulma.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Akhmad Muzakki,
Kesusastraan Arab; Pengantar Teori dan Terapan, Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media, 2006.
Ali
Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin, Sejarah Kesustraan Arab, Surabaya:
PT Bina Ilmu, 1983.
Ali dan Adang
Affandi, Studi Sejarah Islam, Jakarta: Binacipta, 1995.
Bunyamin
Bahrum, Sastra Arab Jahili (Pra Islam) terjemahan dari Al-Adab
Al-Arabiyah Al-Jahiliyah, Yogyakarta: Abad Perss, 2003.
Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily, Sastra Arab dan Lintas
Budaya, Malang: UIN Malang Press, 2008.
Artikel:
Humaini, Penyiar
Arab zaman Jahiliyah, himasaunpad.blogspot.com/2010/08/penyair-arab-zaman-jahiliyah.html
Madiun, http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/kondisi-sosial-politik-dan-agama
arab.html#.UbnZMHL4QgA
Zakii Aidia,
2012, Muallaqat yang tersisa dari sejarah ada pada syair,
http://zakiiaydia.com/2012/07/29/muallaqat-yang-tersisa-dari-sejarah-ada-pada-syair/
[1]
Akhmad Muzakki, Kesusastraan
Arab; Pengantar Teori dan Terapan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2006), h.
41
[2]
Ibid, h. 42
[3]
Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily, Sastra Arab dan Lintas Budaya, (Malang:
UIN Malang Press, 2008), h. 25
[4]
Ali dan Adang Affandi, Studi Sejarah Islam, (Jakarta: Binacipta, 1995),
h. 45-46
[5]
Zakii Aidia,, 2012, Muallaqat yang tersisa dari sejarah ada pada syair, http://zakiiaydia.com/2012/07/29/muallaqat-yang-tersisa-dari-sejarah-ada-pada-syair/
diakses 11/06/2013.
[6]
Madiun, http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/kondisi-sosial-politik-dan-agama-arab.html#.UbnZMHL4QgA
diakses 12/06/2013.
[7]
Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin, Sejarah Kesustraan Arab,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983), h. 89-90
[8]
Humaini, Penyiar Arab zaman Jahiliyah, himasaunpad.blogspot.com/2010/08/penyair-arab-zaman-jahiliyah.html
diakses 12/06/2013.
[9]
. Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily, Op. Cit., h. 27
[10]
Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin, Op. Cit., h. 91
[11]
Bunyamin Bahrum, Sastra Arab Jahili (Pra Islam) terjemahan dari Al-Adab
Al-Arabiyah Al-Jahiliyah, (Yogyakarta: Abad Perss, 2003), h. 56
[12]
Muzakki, Ahmad, Op. Cit., h. 44-45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar