Jumat, 22 Agustus 2014

Ilmu Takhrij Hadits




ILMU TAKHRIJ HADITS

1.    Pengertian Takhrij Hadits
Takhrij menurut bahasa mengandung pengertian bermacam-macam, dan yang populer diantaranya adalah al-istinbath (mengeluarkan), al-tadrib (melatih atau membiasakan), al-tawjih (memperhadapkan). Sedangkan secara terminologi, ada beberapa pendapat;
Para muhadisin mengartikan takhrij hadis sebagai berikut:
1)      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2)      Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau berbagai kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para gurunya, siapa periwayatnya dari para penyususn kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3)      ‘Mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam kitab dan meriwayatkannya. Al-Sakhawy mengatakan dalam kitab Fathul Mughits sebagai berikut, “Takhrij adalah seorang muhadis mengeluarkan hadis-hadisdari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya. Kemudian hadis tersebut disusun gurunya atau teman-temannya dan sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu”.
4)      Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadis asli dan menyandarkan hadis tersebut pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.
5)      Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber yang asli, yakni kitab yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, lalu untuk kepentingan penelitian. Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai berikut:
·      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
·      Mengemukakan asal usul hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang diperoleh oleh penulis kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya sampai kepada Nabi Saw.
·      Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya.
Dari berbagai pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat dari takhrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab hadis sebagai sumbernya yang asli yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya.
2.    Syarat-Syarat seorang yang melakukan takhrij (Mukharrij)
Semua orang tahu bahwa pekerjaan  mentakhrij bukanlah pekerjaan mudah,  sehingga setiap orang mudah untuk melakukannya. Akan tetapi pekerjaan mentakhrij memiliki syarat-syarat yang wajib dipenuhi untuk siapa saja yang bersedia untuk melakukan takhrij. Berikut diantaranya:
1)   Memiliki ilmu Bahasa Arab yang cukup, mengetahui tashrif fi’il, dan mampu membedakan antara huruf asli dan zaidah serta fi’il dan isim. Karena semua hadits dan sumber rujukan takhrij berbahasa Arab
2)   Memiliki pengetahuan yang cukup tentang ilmu-ilmu hadits dan istilah-istilahnya.
3)   Memiliki pengetahuan terhadap kitab-kitab hadits dan metodologi penyusunannya. Mengetahui rujukan Ashliyyah, yang menyerupai ashliyyah, dan yang bukan ashliyah.
4)   Mengetahui metode-metode takhrij, kelebihan dan kekurangannya. Mengetahui kitab-kitab bagi setiap metode takhrij.Apabila tidak, akan menyulitkan dirinya untuk mendapatkan yang diharapkannya.
5)   Menikmati kesabaran dalam melakukan takhrij, tidak merasa lelah dan jemu. Apabila tidak, maka akan menjadikan pekerjaannya tidak sempurna.
3.    Tujuan Ilmu Takhrij Hadis
Mengkaji hadits Rasulullah Saw baik sanad maupun matan dengan metode-metode takhrij, dan mempercepat sampainya kepada tempat-tempat dan sumber-sumber  yang bermacam-macam. Dan melatih pentakhrij pada suatu cara yang menghasilkan pengetahuan pada hadits yang diterima atau ditolak.
Adapun secara ringkas, tujuan Takhrij hadis ada tiga menurut ustadz Ahmad Luthfi
1. Tujuan Awal: Mencari tahu siapa perawi hadis itu; ada di mana, di Kitab apa, bab apa, dan jilid, halaman dan nomor berapa.
2. Tujuan Akhirnya: Mengetahui bagaimana hukum hadis itu; Apakah Shahih, Hasan, Dhaif, Palsu.
3. Sasaran dan tujuan akhir mentakhrij: Apakah hadis ini boleh dijadikan dalil, atau tidak.
B. Manfaat Ilmu Takhrij Hadits
Manfaat yang bisa dicapai oleh ilmu takhrij itu banyak macamnya, diantaranya manfaat bagi sanad, manfaat bagi matan, dan manfaat bagi sanad dan matan sekaligus. Berikut rinciannya.
a. Manfaat bagi Sanad
1)   Merangkum sejumlah besar sanad-sanad hadits dan jalan-jalannya pada sumber yang berbeda-beda.sehingga akan tersingkap sanad yang bersambung, terputus, mursal, dan yang lainnya.
2)   Menguatkan sanad hadits
3)   Mengetahu derajat suatu hadis
4)   Membedakan nama rawi yang muhmal
5)   Menjelaskan nama rawi yang mubham
6)   Menghilangkan kemungkinan tadlis dalam riwayat ‘an’anah nya seorang mudallis.
7)   Menghilangkan kemungkinan ragunya seorang guru yang mukhtalith
b.   Manfaat bagi matan
1)   Mengetahui maksud yang digambarkan oleh suatu hadis
2)   Mengetahui sababul wurud hadis
c.    Manfaat bagi matan dan sanad sekaligus
1)   Mengetahui beberapa sumber dari suatu hadis
2)   Mengetahui illat pada sanad dan matan
3)   Mengetahui cacat pada suatu sanad hadis atau matannya.
 C.    Perkembangan ilmu Takhrij Hadis
Menurut Mahmud al-Tahhan, pada mulanya ilmu Takhrij al-Hadis tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis, karena pengetahuan mereka tentang sumber hadis ketika itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan sumber hadis juga kuat sekali, sehingga apabila mereka hendak membuktikan ke-sahih-an sebuah hadis, mereka dapat menjelaskan sumber hadis tersebut dalam berbagai kitab hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab-kitab hadis tersebut mereka ketahui.
Namun ketika para Ulama mulai merasa kesulitan untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, yaitu setelah berjalan beberapa periode tertentu, dan  setelah berkembangnya karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi Saw yang kadang-kadang tidak menyebutkan sumbernya, maka Ulama Hadis terdorong untuk melakukan Takhrij terhadap karya-karya tersebut.
D.    Munculnya takhrij Hadis sebagai  suatu cabang ilmu
Pada awal munculnya ilmu takhrij, belum ada orang yang menulis tentang ilmu takhrij, karena pada masa itu ilmu takhrij masih bersifat tuturan. Bukan berarti pada masa itu belum ada aktivitas mentakhrij, karena pada masa itu telah bermunculan kutab-kitab takhrij, seperti yang telah dilakukan Az-Zaila’i (Kitab Nashb Ar-Rayah Li Ahadits Al Hidayah), Ibn Hajar Al-Atsqolani (At-Talkhish Al-Habir fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz Al-Kabir), Al-Iraqi (Kitab Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar fi al-Asfar), dan banyak ulama yang lainnya.
Pada tahun 1978 M dimulailah penyusunan kitab tentang ilmu takhrij, kaidah-kaidah, manhaj, dan metodenya. Diantara kitab ilmu takhrij,
1)   Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asaanid, karya Dr. Mahmud Ath-Thohhan pada tahun 1978 M
2)   Thuruq Takhrij Hadits Rasulullah Saw, karya Dr. ‘Abd Al-Mahdi bin ‘Abd Al-Qadir pada tahun 1982 M
3)   Kasyf al-Litsaam ‘an Asrar Takhrij Hadits Sayyid al-Anaam, karya Dr. ‘Abd al Maujuud Muhammad ‘Abd Al-Lathiif pada tahun 1984 M
4)   Al-Madkhal ila Takhrij al-Ahaadiits wa al-Aatsaar wa al-Hukm ‘Alaiha, karya Dr. Abu Bakr ‘Abd ash-Shamad bin Bakr bin Ibrahim pada tahun 1410 H
5)   Al-Waadhih fi fann At-Takhrij wa dirasat al-Asaanid, Karya Dr. Sulthon al-Ukayilah, dkk.
6)   Kaifa Nadrus ‘Ilm Takhrij al Hadiits, Karya Dr. Hamzah Malaibari & Dr. Sulthon Ukayilah
7)   Takhrij Al-Hadits An-Nabawi, Dr. ‘Abd Al-Ghani At-Tamimi
8)   ‘Ilm takhrij Al-Ahaadits, Muhammad Mahmud Bakkar
9)   Manhaj Dirasat Al-Asaanid wa Al-Hukm ‘Alaiha, Dr. Walid Al-‘Ani

E.     Metode Takhrij Hadits
Menurut Dr. Mahmud Ath-Thahhan, di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu;
1.      Takhrij melalui perawi hadits pertama
Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, lalu kita mnecari bantuan dari tiga macam karya hadis yakni;
·      Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, maka kita mencari hadis tersebut dalam kitab ini hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
·      Al- Ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadis di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh (guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk hadisnya.
·      Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap.
·      Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat diperpendek. Akan tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik, apabila perawi yang hendak diteliti itu tidak diketahui.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
a.      Kitab Al-Athraf
1)      Al-Athraf al-Shahihain; al-Hafidz Imam Ibn Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin Ubaid ad-Dimasyqi
2)      Al-Athraf al-Kutub al-Sittah; al-Hafidz Syamsuddin Abu al-Fadhli Muhammad bin Thahir bin Ahmad al-Maqdisi
3)      Al-Athraf Shahihain; Khalaf bin Hamdun Al-Wasithy
4)      Isyraf ‘ala Ma’rifah al-Athraf; Abu Qasim Ali bin Abi Muhammad al-Hasan al-Dimasyqi
5)      Tuhfat al-Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf; Jamaludin Abu Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizyi
6)      Ittihaf al-Mahrah bi Athraf al-‘Aasyarah; Abi Al-Fadhl Ahmad bin Ali al-Asqalani (Ibnu Hajar Al-Atsqolani)
b.      Kitab-kitab Mu’jam
1)   Mu’jam Al-Kabir, Al-Ausath, dan Shagir, Karya Ath-Thabrani
2)   Mu’jam Ash-Shahabah, Karya Ahmad bin ‘Ali Al-Maushili
c.       Kitab Al-Musnad
1)      Musnad Ahmad bin Hanbal
2)      Musnad Abu Bakar Abdullah bin Al-Zubair al-Humadi
3)      Musnad Abu Daud Ath-Thayalisi
2.      Takhrij melalui lafadz pertama matan hadits
Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf hijaiyah.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh ;
اِذاأَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَ خُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut adalah iza atakum (اِذا اَتَاكُمْ). Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz pertamanya adalah law atakum (لَوْ اَتَا كُمْ) atau iza ja’akum (اذاجَاءَكُمْ), maka hal tersebut tentu akan menyebabkan sulitnya menemukan hadis yang sedang dicari, karena adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang sama.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)   Al-Jami’ Al-Kabir; As-Suyuthi
2)   Al-Jami’ Al-Azhar; Al-Manawi
3)   Al-Jami’ Al-Shagir min Hadits al-Basyir al-Nadzir; As-Suyuthi
4)   Mausu’ah Al-Athraf, karya Abu Muhajir basyuni Zaghlul
3.      Takhrij menurut kata-kata dalam matan hadits
Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaanya.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad.

4.      Takhrij melalui tema hadits
Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadis yang akan ditakhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadis memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang mekharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh hadis tersebut. Contoh :
بُنِيَ الاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ انْ لاَاِلهَ اِلاَّ اللّهُ وانَّ مُحَمَّدّا رَسُوْلُ اللَّهِ وَاِقَامِ الصّلاَةِ وَايْتَاءِ الزَّكاَةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاّ
Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Hadis diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat, zakat, puasa dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadis diatas harus dicari didalam kitab-kitab hadis dibawah tema-tema tersebut. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadis yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan.
Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis. Untuk itu seorang mukharrij harus memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian fiqih secara khusus.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz pertamanya. Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila kandungan hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)      Kanz Al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al: Muttaqy al-Hindi
2)      Miftah Kunuz al-Sunnah; Dr. Aj. Wensick
3)      Karya-karya lain yang disusun menurut tema tertentu seperti fiqih, sejarah, Targhib dan Tarhib, dan sebagainya.
5.      Takhrij berdasarkan status hadits
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal dan lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab seperti diatas dia telah melakukan takhrij al hadis.
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal ini karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit. Namun, karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)      Al-Azhar al-Mutanatsirat fi al-Akhbar al-Mutawatirat; al-Suyuthi
2)      Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits al-Qudsiyyat; al-Madani
3)      Al-Maqaashid al-Hasanah (hadits Masyhur); Al-Syahwi
4)      Al-Marasil; Abu Daud
5)      Al-Tanzih Al-Syari’at an al-Akhbar al-Asyarah al-Maudhu’at; Ibn Ira
6)      Al-Mashnu’ fi Ma’rifat al-hadits al-Maudhu’; Al-Qari
7)      Al-Maudhu’at; Ibn Jauzi





ILMU TAKHRIJ HADITS

1.    Pengertian Takhrij Hadits
Takhrij menurut bahasa mengandung pengertian bermacam-macam, dan yang populer diantaranya adalah al-istinbath (mengeluarkan), al-tadrib (melatih atau membiasakan), al-tawjih (memperhadapkan). Sedangkan secara terminologi, ada beberapa pendapat;
Para muhadisin mengartikan takhrij hadis sebagai berikut:
1)      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2)      Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau berbagai kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para gurunya, siapa periwayatnya dari para penyususn kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3)      ‘Mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam kitab dan meriwayatkannya. Al-Sakhawy mengatakan dalam kitab Fathul Mughits sebagai berikut, “Takhrij adalah seorang muhadis mengeluarkan hadis-hadisdari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya. Kemudian hadis tersebut disusun gurunya atau teman-temannya dan sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu”.
4)      Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadis asli dan menyandarkan hadis tersebut pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.
5)      Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber yang asli, yakni kitab yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, lalu untuk kepentingan penelitian. Dari uraian defenisi di atas, takhrij Hadis dapat dijelaskan sebagai berikut:
·      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para rawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
·      Mengemukakan asal usul hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang diperoleh oleh penulis kitab tersebut dari para gurunya, lengkap dengan sanadnya sampai kepada Nabi Saw.
·      Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya.
Dari berbagai pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat dari takhrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab hadis sebagai sumbernya yang asli yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya.
2.    Syarat-Syarat seorang yang melakukan takhrij (Mukharrij)
Semua orang tahu bahwa pekerjaan  mentakhrij bukanlah pekerjaan mudah,  sehingga setiap orang mudah untuk melakukannya. Akan tetapi pekerjaan mentakhrij memiliki syarat-syarat yang wajib dipenuhi untuk siapa saja yang bersedia untuk melakukan takhrij. Berikut diantaranya:
1)   Memiliki ilmu Bahasa Arab yang cukup, mengetahui tashrif fi’il, dan mampu membedakan antara huruf asli dan zaidah serta fi’il dan isim. Karena semua hadits dan sumber rujukan takhrij berbahasa Arab
2)   Memiliki pengetahuan yang cukup tentang ilmu-ilmu hadits dan istilah-istilahnya.
3)   Memiliki pengetahuan terhadap kitab-kitab hadits dan metodologi penyusunannya. Mengetahui rujukan Ashliyyah, yang menyerupai ashliyyah, dan yang bukan ashliyah.
4)   Mengetahui metode-metode takhrij, kelebihan dan kekurangannya. Mengetahui kitab-kitab bagi setiap metode takhrij.Apabila tidak, akan menyulitkan dirinya untuk mendapatkan yang diharapkannya.
5)   Menikmati kesabaran dalam melakukan takhrij, tidak merasa lelah dan jemu. Apabila tidak, maka akan menjadikan pekerjaannya tidak sempurna.
3.    Tujuan Ilmu Takhrij Hadis
Mengkaji hadits Rasulullah Saw baik sanad maupun matan dengan metode-metode takhrij, dan mempercepat sampainya kepada tempat-tempat dan sumber-sumber  yang bermacam-macam. Dan melatih pentakhrij pada suatu cara yang menghasilkan pengetahuan pada hadits yang diterima atau ditolak.
Adapun secara ringkas, tujuan Takhrij hadis ada tiga menurut ustadz Ahmad Luthfi
1. Tujuan Awal: Mencari tahu siapa perawi hadis itu; ada di mana, di Kitab apa, bab apa, dan jilid, halaman dan nomor berapa.
2. Tujuan Akhirnya: Mengetahui bagaimana hukum hadis itu; Apakah Shahih, Hasan, Dhaif, Palsu.
3. Sasaran dan tujuan akhir mentakhrij: Apakah hadis ini boleh dijadikan dalil, atau tidak.
B. Manfaat Ilmu Takhrij Hadits
Manfaat yang bisa dicapai oleh ilmu takhrij itu banyak macamnya, diantaranya manfaat bagi sanad, manfaat bagi matan, dan manfaat bagi sanad dan matan sekaligus. Berikut rinciannya.
a. Manfaat bagi Sanad
1)   Merangkum sejumlah besar sanad-sanad hadits dan jalan-jalannya pada sumber yang berbeda-beda.sehingga akan tersingkap sanad yang bersambung, terputus, mursal, dan yang lainnya.
2)   Menguatkan sanad hadits
3)   Mengetahu derajat suatu hadis
4)   Membedakan nama rawi yang muhmal
5)   Menjelaskan nama rawi yang mubham
6)   Menghilangkan kemungkinan tadlis dalam riwayat ‘an’anah nya seorang mudallis.
7)   Menghilangkan kemungkinan ragunya seorang guru yang mukhtalith
b.   Manfaat bagi matan
1)   Mengetahui maksud yang digambarkan oleh suatu hadis
2)   Mengetahui sababul wurud hadis
c.    Manfaat bagi matan dan sanad sekaligus
1)   Mengetahui beberapa sumber dari suatu hadis
2)   Mengetahui illat pada sanad dan matan
3)   Mengetahui cacat pada suatu sanad hadis atau matannya.
 C.    Perkembangan ilmu Takhrij Hadis
Menurut Mahmud al-Tahhan, pada mulanya ilmu Takhrij al-Hadis tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti hadis, karena pengetahuan mereka tentang sumber hadis ketika itu sangat luas dan baik. Hubungan mereka dengan sumber hadis juga kuat sekali, sehingga apabila mereka hendak membuktikan ke-sahih-an sebuah hadis, mereka dapat menjelaskan sumber hadis tersebut dalam berbagai kitab hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab-kitab hadis tersebut mereka ketahui.
Namun ketika para Ulama mulai merasa kesulitan untuk mengetahui sumber dari suatu hadis, yaitu setelah berjalan beberapa periode tertentu, dan  setelah berkembangnya karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi Saw yang kadang-kadang tidak menyebutkan sumbernya, maka Ulama Hadis terdorong untuk melakukan Takhrij terhadap karya-karya tersebut.
D.    Munculnya takhrij Hadis sebagai  suatu cabang ilmu
Pada awal munculnya ilmu takhrij, belum ada orang yang menulis tentang ilmu takhrij, karena pada masa itu ilmu takhrij masih bersifat tuturan. Bukan berarti pada masa itu belum ada aktivitas mentakhrij, karena pada masa itu telah bermunculan kutab-kitab takhrij, seperti yang telah dilakukan Az-Zaila’i (Kitab Nashb Ar-Rayah Li Ahadits Al Hidayah), Ibn Hajar Al-Atsqolani (At-Talkhish Al-Habir fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz Al-Kabir), Al-Iraqi (Kitab Al-Mughni ‘an Haml al-Asfar fi al-Asfar), dan banyak ulama yang lainnya.
Pada tahun 1978 M dimulailah penyusunan kitab tentang ilmu takhrij, kaidah-kaidah, manhaj, dan metodenya. Diantara kitab ilmu takhrij,
1)   Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asaanid, karya Dr. Mahmud Ath-Thohhan pada tahun 1978 M
2)   Thuruq Takhrij Hadits Rasulullah Saw, karya Dr. ‘Abd Al-Mahdi bin ‘Abd Al-Qadir pada tahun 1982 M
3)   Kasyf al-Litsaam ‘an Asrar Takhrij Hadits Sayyid al-Anaam, karya Dr. ‘Abd al Maujuud Muhammad ‘Abd Al-Lathiif pada tahun 1984 M
4)   Al-Madkhal ila Takhrij al-Ahaadiits wa al-Aatsaar wa al-Hukm ‘Alaiha, karya Dr. Abu Bakr ‘Abd ash-Shamad bin Bakr bin Ibrahim pada tahun 1410 H
5)   Al-Waadhih fi fann At-Takhrij wa dirasat al-Asaanid, Karya Dr. Sulthon al-Ukayilah, dkk.
6)   Kaifa Nadrus ‘Ilm Takhrij al Hadiits, Karya Dr. Hamzah Malaibari & Dr. Sulthon Ukayilah
7)   Takhrij Al-Hadits An-Nabawi, Dr. ‘Abd Al-Ghani At-Tamimi
8)   ‘Ilm takhrij Al-Ahaadits, Muhammad Mahmud Bakkar
9)   Manhaj Dirasat Al-Asaanid wa Al-Hukm ‘Alaiha, Dr. Walid Al-‘Ani

E.     Metode Takhrij Hadits
Menurut Dr. Mahmud Ath-Thahhan, di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu;
1.      Takhrij melalui perawi hadits pertama
Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, lalu kita mnecari bantuan dari tiga macam karya hadis yakni;
·      Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, maka kita mencari hadis tersebut dalam kitab ini hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
·      Al- Ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadis di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau syuyukh (guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk hadisnya.
·      Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-atraf tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap.
·      Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat diperpendek. Akan tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik, apabila perawi yang hendak diteliti itu tidak diketahui.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
a.      Kitab Al-Athraf
1)      Al-Athraf al-Shahihain; al-Hafidz Imam Ibn Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin Ubaid ad-Dimasyqi
2)      Al-Athraf al-Kutub al-Sittah; al-Hafidz Syamsuddin Abu al-Fadhli Muhammad bin Thahir bin Ahmad al-Maqdisi
3)      Al-Athraf Shahihain; Khalaf bin Hamdun Al-Wasithy
4)      Isyraf ‘ala Ma’rifah al-Athraf; Abu Qasim Ali bin Abi Muhammad al-Hasan al-Dimasyqi
5)      Tuhfat al-Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf; Jamaludin Abu Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizyi
6)      Ittihaf al-Mahrah bi Athraf al-‘Aasyarah; Abi Al-Fadhl Ahmad bin Ali al-Asqalani (Ibnu Hajar Al-Atsqolani)
b.      Kitab-kitab Mu’jam
1)   Mu’jam Al-Kabir, Al-Ausath, dan Shagir, Karya Ath-Thabrani
2)   Mu’jam Ash-Shahabah, Karya Ahmad bin ‘Ali Al-Maushili
c.       Kitab Al-Musnad
1)      Musnad Ahmad bin Hanbal
2)      Musnad Abu Bakar Abdullah bin Al-Zubair al-Humadi
3)      Musnad Abu Daud Ath-Thayalisi
2.      Takhrij melalui lafadz pertama matan hadits
Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf hijaiyah.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh ;
اِذاأَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَ خُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut adalah iza atakum (اِذا اَتَاكُمْ). Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz pertamanya adalah law atakum (لَوْ اَتَا كُمْ) atau iza ja’akum (اذاجَاءَكُمْ), maka hal tersebut tentu akan menyebabkan sulitnya menemukan hadis yang sedang dicari, karena adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang sama.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)   Al-Jami’ Al-Kabir; As-Suyuthi
2)   Al-Jami’ Al-Azhar; Al-Manawi
3)   Al-Jami’ Al-Shagir min Hadits al-Basyir al-Nadzir; As-Suyuthi
4)   Mausu’ah Al-Athraf, karya Abu Muhajir basyuni Zaghlul
3.      Takhrij menurut kata-kata dalam matan hadits
Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaanya.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad.

4.      Takhrij melalui tema hadits
Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadis yang akan ditakhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadis memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang mekharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh hadis tersebut. Contoh :
بُنِيَ الاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ انْ لاَاِلهَ اِلاَّ اللّهُ وانَّ مُحَمَّدّا رَسُوْلُ اللَّهِ وَاِقَامِ الصّلاَةِ وَايْتَاءِ الزَّكاَةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاّ
Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Hadis diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat, zakat, puasa dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadis diatas harus dicari didalam kitab-kitab hadis dibawah tema-tema tersebut. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadis yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan.
Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis. Untuk itu seorang mukharrij harus memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian fiqih secara khusus.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz pertamanya. Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila kandungan hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)      Kanz Al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al: Muttaqy al-Hindi
2)      Miftah Kunuz al-Sunnah; Dr. Aj. Wensick
3)      Karya-karya lain yang disusun menurut tema tertentu seperti fiqih, sejarah, Targhib dan Tarhib, dan sebagainya.
5.      Takhrij berdasarkan status hadits
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal dan lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab seperti diatas dia telah melakukan takhrij al hadis.
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal ini karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit. Namun, karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
1)      Al-Azhar al-Mutanatsirat fi al-Akhbar al-Mutawatirat; al-Suyuthi
2)      Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadits al-Qudsiyyat; al-Madani
3)      Al-Maqaashid al-Hasanah (hadits Masyhur); Al-Syahwi
4)      Al-Marasil; Abu Daud
5)      Al-Tanzih Al-Syari’at an al-Akhbar al-Asyarah al-Maudhu’at; Ibn Ira
6)      Al-Mashnu’ fi Ma’rifat al-hadits al-Maudhu’; Al-Qari
7)      Al-Maudhu’at; Ibn Jauzi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar