BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar adalah key term, istilah kunci yang paling vital
dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah
ada pendidikan.[1]
Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam
berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan, misalnya
psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya arti
belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksprimen psikologi belajar pun
diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai
proses perubahan manusia itu.[2]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
belajar?
2.
Apa saja
teori-teori belajar?
3.
Apa saja
jenis-jenis belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Belajar
Sebagian orang beranggapan belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafal
fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Orang yang
beranggapan demikian biasanya akan segera nerasa bangga ketika anak-anaknya
telah mampu menyebutkan kembali secara lisan sebagian besar informasi yang
terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru. Disamping itu, ada pula
sebagaian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang
tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacam ini,
biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu
memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan
mengenai arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut.[3]
Secara umum, belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku
yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman. Pengertian belajar memang
selalu berkaitan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku
individu maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian
individu. Perubahan ini dengan sendirinya dialami tiap-tiap individu atau
manusia, terutama hanya sekali sejak manusia dilahirkan. Sejak saat itu,
terjadi perubahan-perubahan dalam arti perkembangan melalui fase-fasenya. Dan
karena itu pula, sejak saat itu berlangsung proses-proses belajar.[4]
B.
Ciri-ciri Belajar
- Perubahan yang terjadi secara sadar
Yaitu individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu
atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan
dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,
kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi, perubahan tingkah laku
individu yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk
kategori perubahan dalam pengertian belajar. Karena individu yang bersangkutan
tidak menyadari akan perubahan itu.[5]
- Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Yaitu perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus
menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan
perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar
berikutnya. Misalnya, jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami
perubahan dari tidak menulis menjadi dapat menulis. Perubahan itu berlangsung
terus menerus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna. Ia
dapat menulis dengan kapur, dan sebagainya. Di samping itu, dengan
kecakapan-kecakapan lain. Misalnya, dapat menulis surat, menyalin catatan-catatan,
mengerjakan soal-soal dan sebagainya.[6]
- Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Yaitu perubahan yang selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh
suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha
belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan
sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya, perubahan
tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena
dorongan dari dalam dan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.[7]
- Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Yaitu perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap
atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan
bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah
belajar tidak akan hilang, melainkan akan terus dimiliki dan bahkan makin
berkembang bila terus dipergunakan atau dilatih.
- Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Yaitu perubahan tingkah laku itu terjadi karen ada tujuan yang akan
dicapai. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan
apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik atau tingkah kecakapan
mana yang dicapainya. Dengan demikian, perbuatan belajar yang dilakukan
senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah ditetapkannya.
- Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Yaitu perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu
proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.[8]
Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan
tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan
dan sebagainya.[9]
Misalnya, jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka perubahan yang
paling tampak adalah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi, ia telah
mengalami perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja
sepeda, pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat
sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan
membersihkan sepeda dan sebagainya. Jadi, aspek perubahan yang satu berhubungan
erat dengan aspek lainnya.[10]
C.
Teori-Teori Belajar
Belajar itu bukanlah hanya melatih kekutan otot-otot dan urat
saraf, lebih daripada soal memperkuat. Perbuatan-perbuatan belajar adalah
aktivitas baru dan menambah pengetahuan dan kecakapan baru. Tetapi tidak semua
aktivitas baru adalah belajar. Karena masalah belajar merupakan masalah penting
di dalam psikologi dan psikologi pendidikan, maka banyaklah pendapat
teori-teori belajar yang dikembangkan oleh para ahlinya yang bersangkutan.[11]
Adapun teori-teori belajar itu ialah:
1.
Teori
belajar menurut ilmu jiwa daya
Ahli-ahli ilmu jiwa daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa
manusia mempunyai daya-daya. Misalnya, daya mengenal, daya mengingat, daya
berpikir, daya fantasi dan sebagainya. Untuk melatih daya ingat seseorang harus
melakukannya dengan cara menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah asing
dan sebagainya. Untuk mempertajam daya berpikir seseorang harus melatihnya
dengan memecahkan permasalahan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Untuk
meningkatkan daya fantasi seseorang harus membiasakan diri merenungkan sesuatu.
Dengan usaha tersebut maka daya-daya itu dapat tumbuh dan berkembang dan tidak
lagi bersifat laten (tersembunyi) di dalam diri. Pengaruh teori ini dalam
belajar adalah ilmu pengetahuan yang didapat hanyalah bersifat hafala-hafalan
belaka. Penguasaan bahan yang bersifat hafalan biasanya jauh dari pengertian.
Walaupun begitu, teori ini dapat digunakan untuk menghafal rumus, dalil, tahun,
kata-kata asing, dan sebagainya.[12]
2.
Teori
tanggapan
Teori tanggapan adalah sutau teori belajar yang menentang teori
belajar yang dikemukan oleh jiwa daya. Herbart adalah orang yang mengemukakan
teori tanggapan. Menurutnya teori yang dikemukakan oleh ilmu jiwa daya tidak
ilmiah, sebab psikologi daya tidak dapat menerangkan kehidupan jiwa. Menurutnya
unsur jiwa yang paling sederhana adalah tanggapan. Sehingga orang yang banyak
mempunyai tanggapan yang tersimpan dalam otaknya dikatakan orang yang pandai,
sebaliknya orang yang sedikit mempunyai tanggapan dikatakan orang yang kurang
pandai.[13]
Jika sejumlah tanggapan diartikan sebagai sejumlah kesan, maka belajar adalah
memasukkan kesan-kesan ke dalam otak dan menjadikan orang pandai. Kesan
dimaksud di sini tentu berupa ilmu pengetahuan yang didapat setelah belajar.[14]
3.
Teori
belajar menurut ilmu jiwa Gestalt
Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari
bagian-bagian. Misalnya seorang pengamat yang mengamati seseorang dari
kejauhan. Orang yang jauh itu pada mulanya hanyalah satu titik hitam yang
terlihat bergerak semakin dekat dengan si pengamat. Semakin dekat orang itu
dengan si pengamat maka semakin jelas terlihat bagian-bagian atau unsure-unsur
anggota tubuh orang tersebut. Si pengamat dapat berkata bahwa orang itu
mempunyai kepala, tangan, kaki, dahi, mata, hidung, mulut, telinga, baju,
celana, sepatu, kacamata, jam tangan, ikat pinggang, dan sebagainya. Dalam
belajar, menurut Gestalt yang terpenting adalah penyesuaian pertama, yaitu
mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting bukan
mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh instight.
Belajar dengan insting adalah sebagi berikut:[15]
a.
Insting tergantung
dari kemampuan dasar.
b.
Insting tergantung
dari pengalaman masa lampau yang relevan.
c.
Insting
hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga
segala aspek yang perlu dapat diamati.
d.
Insting adalah
hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit.
e.
Belajar dengan insting
dapat diulangi.
f.
Insting sekali
dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
4.
Teori belajar
dari R. Gagne
Menurut Gagne, belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi
dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku atau belajar
adalah pengetahuan/keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Dalam teori ini
ada lima kategori sesuatu yang dipelajari manusia yaitu:[16]
a.
Keterampilan
monotoris.
Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan,
misalnya melempar bola, main tenis, mengemudi mobil, mengetik huruf R.M, dan
sebagainya.
b.
Informasi
verbal.
Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis,
menggambar. Dalam hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu itu
perlu inteligensi.
c.
Kemampuan
intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar menggunakan
simbol-simbol. Misalnya, membedakan huruf m dan n, menyebutkan tanaman yang
sejenis.
d.
Strategi
kognitif
Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal yang perlu
untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan
intelektual, karena ditujukan ke dunia luar dan tidak dapat dipelajari hanya
dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-perbaikan terus-menerus.
e.
Sikap
Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak
bergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang
lain. Sikap ini penting dalam proses belajar tanpa kemampuan ini belajar tak
akan berhasil dengan baik.
5.
Teori
belajar menurut ilmu jiwa asosiasi
Dalam aliran ilmu jiwa asosiasi ada dua teori yang sangat terkenal,
yaitu teori konektionisme dari Thorndike dan teori conditioning dari Ivan P.
Pavlov.
a.
Teori
konektionisme
Teori ini mengatakan bahwa respon lepas dari kurungan itu lambat
laun diasosiasikan dengan situasi stimulasi dalam belajar coba-coba. Respon
benar lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang.
Respon yang tidak benar diperlemah atau tercabut. Gejala ini disebut sub situsi
respons. Ada tiga hukum belajar yang utama belajar dan ini diturunkannnya dari
hasil-hasil penelitiannya, yaitu:[17]
1.
Hukum
efek. Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respon memperkuat
pautan antara stimulus dan tingkah laku. Sedangkan keadaan yang menjengkelkan
memperlemah pautan ini.
2.
Hukum
latihan. Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah “Latihan
menjadi sempurna”. Dengan kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan
memperbesar peluang timbulnya respons (tanggapan) yang benar. Akan tetapi
pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang memuaskan tidak akan
meningkatkan belajar.
3.
Hukum
kesiapan. Hukum ini melukiskan syarat-syarat yang menentukan keadaan yang
disebut memuaskan atau menjengkelkan itu. Secara singkat, pelaksanaan tindakan
sebagai respon terhadap suatu impuls yang kuat menimbulkan kepuasaan, sedangkan
menghalang-halangi pelaksanaan tindakan atau memaksanya menimbulkan
kejengkelan.
b.
Teori
conditioning
Bagi para pengendara kendaraan bermotor tentu akan berhenti ketika
dia melihat lampu lalu lintas menyala merah dan bergerak setelah dia melihat
lampu lalu lintas menyala hijau. Bagi para perenang dalam suatu lomba renang,
mereka akan berhenti setelah mencapai finis. Di sekolah, bagi semua anak didik
bunyi lonceng dalam frekuansi tertentu sebagai tanda masuk, istirahat atau
pulang, maka mereka akan menaatinya. Bentuk-bentuk kelakuan seperti itu terjadi
karena adanya conditioning. Karena kondisinya diciptakan, maka sudah menjadi
kebiasaan. Kondisi yang diciptakan itu merupakan syarat memunculkan refleks
bersyarat.
D.
Jenis-Jenis Belajar
- Belajar arti kata-kata
Pada anak kecil, dia sudah mengetahui kata “kucing” atau “anjing”,
tetapi dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang yang disebutkan dengan
kata itu. namun lama kelamaan dia mengetahui juga apa arti kata “kucing atau
“anjing”. Dia sudah tahu bahwa kedua binatang itu berkaki empat dan dapat
berlari. Suatu ketika melihat seekor anjing dan anak tadi menyebutnya “kucing”.
Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing. Anak itu pun akhirnya
tahu bahwa anjing itu bertubuh besar dengan telinga yang cukup panjang dan
kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang kecil daripada anjing. Dengan
begitu, maka kata kucing dapat anak mengerti sebagai simbol dari binatang,
termasuk anjing. Oleh karena itu penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam
belajar.[18]
- Belajar kognitif
Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya
yang bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat tidak materiil. Objek-objek
yang bersifat materiil misalnya antara lain: orang, binatang, bangunan,
kendaraan, perabot rumah tangga dan tumbuh-tumbuhan. Objek-objek yang bersifat
tidak materiil misalnya seperti ide kemajuan, keadilan, perbaikan, pembangunan
dan sebagainya. Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil
telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu
berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin
kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu. Dalam belajar, seseorang
tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan
mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap objek-objek yang
diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak ke
arah perubahan.[19]
- Belajar menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di
dalam ingatan, sehingga nentinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secara
harfiah, sesuai dengan materi asli. Peristiwa menghafal merupakan proses mental
untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila
diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.
- Belajar teoretis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
(pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami
dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang
studi ilmiah. Misalnya bujur sangka mencakup semua bentuk persegi empat, iklim
dan cuaca berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, tumbuhan-tumbuhan dibagi
dalam genus dan species. Sekaligus dikembangkan metode-metode untuk memecahkan
problem-problem secara efektif dan efisien, misalnya dalam penelitian fisika.
- Belajar konsep
Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang
mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan
abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam
golongan tertentu. Misalnya pada bunga flamboyan, kembang sepatu, bunga
anggrek, bunga bangkai, bunga melati, bunga mawar, bunga kenanga dan
sebagainya. Pada semua jenis tumbuhan itu ditemukan sejumlah ciri yang terdapat
pada semua bunga-bunga konkret itu, yaitu mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang
mata, berputik dan berbenang sari. Sejumlah cirri itu bersama-sama ditangkap
atau dikumpulkan dalam pengertian “bunga”, yang kemudian dilambangkan dengan
kata “bunga”.[20]
- Belajar kaidah
Kaidah ialah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah
merupakan suatu gambaran mental dari kenyataan hidup dan sangat berguana dalam
mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu
keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, belajar kaidah sangat
penting bagi seseorang sebagai salah satu upaya penguasaan ilmu selama belajar
di sekolah atau di perguruan tinggi (universitas). Misalnya setiap makhluk yang
bernyawa pasti mati, udara yang lembab menyababkan besi berkarat, matahari
terbit di timur dan tenggelam di barat, dan sebagainya.[21]
- Belajar berpikir
Belajar berpikir sangat diperlukan selama belajar di sekolah atau
di perguruan tinggi. Masalah dalam belajar terkadang ada yang harus dipecahkan
seorang diri, tanpa bantuan orang lain. Pemecahan atas masalah itulah yang memerlukan
pemikiran. Berpikir itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan
antara bagian-bagian pengetahuan. Ketika berpikir dilakukan, maka di sana
terjadi suatu proses penyusunan ilmu pengetahuan.
- Belajar keterampilan motorik (motor skill)
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan
suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan
koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Dalam
kehidupan manusia, keterampilan motorik memegang peranan sangat pokok. Seorang
anak kecil sudah harus menguasai berbagai keterampilan motorik, seperti
mengenakan pakaiannya sendiri, menggunakan alat-alat makan, mengucapkan
bunyi-bunyi yang berarti, sehingga dapat berkomunikasi dengan saudara-saudaranya,
dan sebagainya. Pada waktu masuk sekolah dasar, anak memperoleh
keterampilan-keterampilan baru, seperti menulis dengan memegang alat tulis dan
membuat gambar-gambar, keterampilan-keterampilan ini menjadi bekal dalam
perkembangan kognitifnya.
- Belajar estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan
menghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup
fakta, seperti nama Mozart sebagai penggubah musik klasik; konsep-konsep
seperti ritme, tema dan komposisi; relasi-relasi, seperti hubungan antara
bentuk dan isi; struktur-struktur seperti sistematika warna dan aliran-aliran
dalam seni lukis; metode-metode, seperti menilai mutu dan originalitas suatu
karya seni.[22]
E.
Aktivitas-Aktivitas Belajar
Berikut ini dibahas
beberapa aktivitas belajar, yaitu:[23]
1.
Mendengarkan
2.
Memandang
3.
Meraba,
membau dan mencicipi/mengecap.
4.
Menulis
atau mencatat
5.
Membaca
6.
Membuat
ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi
7.
Mengamati
tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan.
8.
Menyusun
paper atau kertas kerja.
9.
Mengingat
10.
Latihan
atau praktek.
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
Belajar berkaitan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan
tingkah laku individu maupun yang hanya terjadi pada beberapa aspek dari
kepribadian individu. Adapun teori-teori belajar itu ialah:
- Teori belajar menurut ilmu jiwa daya
- Teori tanggapan
- Teori belajar menurut ilmu jiwa Gestalt
- Teori belajar dari R. Gagne
- Teori belajar menurut ilmu jiwa asosiasi
Sedangkan jenis-jenis belajar, antara lain:
1.
Belajar arti
kata-kata
2.
Belajar
kognitif
3.
Belajar
menghafal
4.
Belajar
teoretis
5.
Belajar konsep
6.
Belajar kaidah
7.
Belajar
berpikir
8.
Belajar
keterampilan motorik (motor skill)
9.
Belajar estetis
DAFTAR PUSTAKA
Anastari, Anne, Bidang-Bidang Pisikologi Terapan, Jakarta:
Pt. RajaGrafindo Persada, 1993.
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, Edisi II,
Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Dryden, Gordon & Jeannette, Revolusi Cara Velajar (The
Learning Revolution), Cet. 7, Bandung: Kaifa, 2003.
Fudyartanta, Ki, Psikologi Umum, Cet I, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011.
Mahmud, Dimyati, Psikologi Suatu Pengantar, Edisi 1,
Yogyakarta: BPFE, 1990.
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Cet. I, Bandung: CV. Pustka
Setia, 2003.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Rajawali Pers,
2009.
[1]Gordon Dryden
& Jeannette, Revolusi Cara Velajar (The Learning Revolution), Cet.
7, (Bandung: Kaifa, 2003), h. 327
[2]Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009) , h. 59
[4]Alex Sobur, Psikologi
Umum, Cet. I, (Bandung: CV. Pustka Setia, 2003) , h. 218-219
[5]Syaiful Bahri
Djamarah, Psikologi Belajar, Edisi II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.
15
[7]Ibid
[9]Anne Anastari, Bidang-Bidang
Pisikologi Terapan, (Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada, 1993), h. 156
[10]Syaiful Bahri
Djamarah, Psikologi Belajar,op. cit., h. 17
[11]Ki Fudyartanta,
Psikologi Umum, Cet I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 266
[12]Syaiful Bahri
Djamarah, Psikologi Belajar,op. cit., h. 18
[13]Ibid
[14]Dimyati Mahmud,
Psikologi Suatu Pengantar, Edisi 1, (Yogyakarta: BPFE, 1990), h. 58
[15]Syaiful Bahri
Djamarah, Psikologi Belajar,op. cit., h. 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar