BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah hadits
maudhu berawal dari pertentangan
politik yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib yang
berujung pada pembuatan hadits-hadits palsu yang tujuannya adalah untuk
mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu. Akibat perpecahan
politik ini, hampir setiap golongan
membuat hadits maudhu untuk memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul hadits merupakan
suatu ilmu pengetahuan yang komplek dan sangat menarik untuk diperbincangkan,
salah satuanya adalah mengenai hadits maudhu yang menimbulkan kontrofersi dalam
keberadaannya. Suatu pihak menanggapnya dengan apa adanya, ada juga yang
menanggapinya dengan beberapa pertimbangan dan catatan, bahkan ada pihak yang
menolaknya secara langsung.
Kemudian kami sebagai
Mahasiswa yang dituntut untuk mengkaji dan memahami polemik problematika umat
yang salah satunya ditimbulkan dari adanya hadits maudhu.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud
dengan hadits maudhu?
2. Mengapa muncul hadits
maudhu?
3. Bagaimana realitas
hadis maudhu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian hadits maudhu’
Maudhu’ berasal dari isim maf’ul dari وضع يضع وضعاmenurut bahasa seperti (meletakan atau minyimpan).
Sedangkan menurut istilah hadits maudhu’ adalah hadits yang dibuat-buatatau
diciptakan atau didustakan atas nama nabi.
Dan para ahli hadits
mendefinisikan hadits maudhu’ adalah:
هُوَ مَا نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إخْتِلاَقًا وَ كِذْبًا مِمَّا لَمْ يَقُلْهُ أَوْ يَفْعَلْهُ أَوْ
يُقَرَّهُ
Artinya: “Hadits yang disandarkan
kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak
mengatakan, memperbuat dan mengerjakan.”
هُوَ الْمُخْتَلَعُ الْمَصْنُوْعُ الْمَنْسُوْبُ اِلَى رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى
اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زوْرًا وَبُهْتَانًا سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَمْدًا اَوْ
خَطَأً
Artinya: “Hadits
yang diciptakan dan dibuat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbahkan
kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik disengaja maupun tidak.”
Dari pengertian diatas
tersebut dapat disimpulkan bahwa hadits maudhu’ adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan maupun taqrirnya,
secara rekaan atau dusta semata-mata. Dalam penggunaan masyarakat islam, hadits maudhu’ disebut
juga dengan hadits palsu.[1]
B. Sejarah munculnya hadits
maudhu
Masuknya secara masal
penganut agama lain kedalam islam, yang merupakan dari keberhasilan dakwah
islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi faktor
munculnya hadits-hadits palsu. Kita tidak bisa menafikan bahwa masuknya mereka
keislam,disamping ada yang benar-benar ikhlas, ada juga segolongan mereka yang
mennganut agama islam hanya karena terpaksa tnduk pada kekuasaan islam pada
waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum Munafik.
Golongan tersebut
senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap islah dan senantiasa menunggu
peluang yang tepat untuk merusak dan menimbulkan keraguan dalam hati-hati
orang-orang islam. Maka datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu
pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Golongan inilah yang mulai menaburkan
benih-benih fitnah yang pertama. salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya
menghancurkan Islam pada masa Utsman bin Affan adalah Abdullah bin Saba’,
seorang yahudi yang menyatakan telah memeluk islam.
Dengan bertopengkan
pembelaan kepada saydina Ali dan Ahli Bait, ia menabur fitnah untuk fitnah
kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah dari
pada Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar dan Umar. Halitu karena,
menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat dari Nabi Saw. Lalu, untuk
mendukung propoganda tersebut, ia membuat suatu hadits maudhu’ yang artinya “setiap
nabi ada penerima
wasiatnya dan penerima mewasiatku dalahali”.
Namun penyebaran hadits
maudhu’ pada masa ini
belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan
mengetahui dengan penuh yakin akan suatu kepalsuan suatu hadits. Setelah zaman
shahabat berlalu, penelitian terhadap hadits-hadits Nabi Saw, mulai melemah. Ini
menyebabkan bayaknya periwayatan dan penyebaran hadits secara tidak langsung
telah menyebabkan terjadinya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian
shahabat. Ditambah lagi dengan adanya konflik politik antara umat Islam yang
semakin hebat, telah membuka peluang kepada golongan tertentu yang memcoba
bersengkongkol dengan penguasa untuk memalsukan hadits.[2]
C. Faktor-faktor penyebab
munculnya Hadits maudhu’
Terdapat beberapa
faktor tentang penyebab hadits maudhu’ ini muncul, antara lain sebagai berikut:
1. Pertentangan politik
dalam soal pemilihan khalifah
Kejadian ini timbul
sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak. Pada
masa itu Umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa golongan. Diantara
golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat
hadits palsu, yang pertama yang paling banyak membuat hadits Maudhu’
adalah golongan Syiah dan Rafidhah.[3]
Diantara hadits-hadits
yang dibuat golongan syiah adalah:
مَنْ اَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إلَى اَدَمَ فِى عِلْمِهِ وَإِلَى نُوْحٍ فِى
تَقْوَاهُ وَإِلَى إِبْرَاهِيْمَ فِي عِلْمِهِ وَإِلَى مُوْسَى فِى هَيْبَتِهِ
وَإِلَى عِيْسَى فِي عِبَادَتِهِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى عَلِيِّ
Artinya:“ Barang siapa tyang
ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang
ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat
Musa tentang kehebatannya, ingin melihat isa tentang ibadahnya, hendaklah
melihat Ali.”
إِذَ رّأَيْتُمْ مُعَاوِيَهَ فَاقْتُلُوْهُ
Artinya: “Apabila kamu melihat
Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.
Gerakan-gerakan orang
syiah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang bodoh dan tidak tahu akibat
dari pemalsuan hadits tersebut dengan membuat-buat hadits-hadits palsu. Contoh
hadits palsu
مَا فِى الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ إِلاَّ مَكْتُوْبٌ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْهَا:
لاَإِلَهَ إِلاَّ اللَّه مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّه, أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ,
عُمَرُ الْفَارُوْقُ, عُثْمَانُ ذُوْ النُّوْرَيْنِ.
Artinya: “Tak ada
satu pohon pun daklam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap dahannya: la
ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-Shiddieq, Umar Al-faruq,
dan Utsman Dzunnuraini.”
Golongan yang fanatik
kepada Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang menertangkan keutamaan
Muawiyyah, diantaranya:
الأُمَنَاءُ ثَلاَثَةٌ: أَنَا وَجِبْرِيْلُ وَ مُعَاوِيَةُ
Artinya: “Orang yang terpercaya
itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah”.
2. Adanya Kesengajaan dari
pihak lain untuk merusak Ajaran Islam
Golongan ini adalah
dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan
dendam terhadap agama Islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan
Islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini. Mereka
menciptakan sejumlah besar hadits Maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam. Sejarah mencatatAbdullah Bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang berpura-pura
memeluk Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani menciptakan hadits Maudhu’ pada
saat masih banyak sahabat utama masih hidup. Diantara hadits Maudhu’ yang
diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut, adalah:
يَنْزِلُ رَبُّنَا عَشِيَّةً عَلَى جَمَلٍ اَوْرَقٍ, يُصَافِحُ الرُّكْبَانَ
وَ يُعَانِقُ الْمُشَاةَ
Artinya: “Tuhan kami turunkan dari langit pada sore
hari, di Arafah dengan bekendaraan Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan
orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.”
النَّظْرُ إِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ عِبَادّةٌ
Artinya: “Melihat (memandang)
muka yang indah adalah ibadah.
Tokoh-tokoh terkenal
yang membuat hadits Maudhu’ dari kalangan Zindiq, adalah:
a. Abdul Karim bin Abi
Al-Auja, telah membuat sekitar 4.000 hadits Maudhu tentang hukum
halal-haram.
b. Muhammad bin Sa’id
Al-Mashubi, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Mansur
c. Bayan bin Sam’an
Al-Mahdi, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin Abdillah.
3. Mempertahankan Mahzab
dalam masalah Fiqh dan masalah Kalam
Mereka yang fanati
terhadap Madzhab Abu Hanifah yang menganggaptidak sah shalat mengagkut
kedua tangan shalat, membuat hadits Maudhu’sebagai berikut.
مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي ال صّلاَةِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
Artinya: “Barang siapa mengagkat
kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.”
4. Membangkitkan gairah
beribadah untuk Mendekatkan diri kepada Allah
Mereka membuat
hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan. Seperti hadits-hadits
yang dibuat oleh Nuh ibn Maryam, seorang tokoh hadits maudhu,tentang keutamaan
Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya melakukan hal seperti itu, ia menjawab: “
Saya dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat
hadits-hadits ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-qur’an.
5. Menjilat Para Penguasa
untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah.
Seperti kisah Ghiyats
bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul mukminin Al-Mahdi, yang sedang
bermain merpati. Lalu iya mentyebut hadits dengan sanadnya secara
berturut-turut sampai kepada nabi Saw., bahwasanya beliau bersabda:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِيْ نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Artinya: “Tidak ada perlombaan,
kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau burung yang
bersayap.”
Ia menambahkan kata,
‘atau burung yang bersayap’, untuk meyenagkanAl-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya
sepuluh dinar. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa
tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.” Lalu
memerintahkanuntuk menyembelih mengerti itu.[4]
D. Ciri-ciri Hadits
Maudhu’
1.
Ciri-ciri yang terdapat pada Sanad
a. Rawi tersebut terkenal
berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang
meriwayatkan hadits dari dia.
b. Pengakuan dari
sipembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawuf, ketika ditanya oleh
ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-Qur’an, maka dijawab: “tidak seorang pun
yang meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia
membenci Al-qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan
ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”
c. Kenyataan sejarah,
mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan seorang rawi bahwa ia
menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru
tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun
ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada
Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?” Ma’mun
menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, Hisyam
meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d. Keadaan rawi dan
faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya seperti yang
dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung ke rumah Al- Mahdi yang
sedang bermain dengan burung merpati yang berkata:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Artinya:“Tidak sah perlombaan
itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau mengadu burung
Ia menambahkan kata, “au
janahin” (atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi
memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku
bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW,
lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu Hadits.
2. Ciri-ciri yang terdapat
pada Matan
a. Keburukan susunan
lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu bayan. Dengan
mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata, mana yang keluar
dari mulut Rasulullah SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut
Rasulullah SAW.
b. Kerusakan maknanya.
-
Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:
اَنَّ سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ
رَكْعَتَيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya
bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bersembahyang dimaqam
Ibrahim dua raka’at.”
-
Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan,
seperti Hadits:
لاَيُوْلَدُ بَعْدَ
الْمِائَةِ مَوْلُوْدٌ لِلّهِ فِيْهِ حَاجَةٌ
Artinya: “Tiada dilahirkan
seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi Allah.”
-
Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:
اَلْبَاذِنْجَانُ
شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Artinya: “Buah terong itu penawar
bagi penyakit.”
-
Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal
kepada Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan
makhluqnya. Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut ini:
إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ
الْفَرَسَ فَأَجْرَاهَا فَعَرِقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا
Artinya: “Sesungguhnya
Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu,
lalu tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.”
-
Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti hadits
yang menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang tigab ratus hasta.
Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata: “ketika topan terjadi, air
hanya sampai ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam
laut, lalu membakar ikan yang diambilnya kepanas matahari yang tidak
seberapa jauh dari ujung tangannya.
-
Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali,
seperti hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ
حّبِيْبِيْ وحَبِيْبُ حَبِيْبِيْ
Artinya: “Ayam putih
kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.”
-
Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan
kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ
خُلُ الجَنَّةَ إِلَى سّبْعَةِ أبْنَاءٍ
Artinya: “Anak zina itu tidak
dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.”
Makna hadits diatas
bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164, yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ
وِزْرَأُخْرَى
Artinya: “Dan
seorang yang berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain.”
Ayat diatas menjelaskan
bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orng lain. Seorang anak
sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
-
Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan
yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil.
Contohnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ
فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، كَانَ هُوَ وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Artinya: “Barangsiapa
mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah menciptakan dari kalimat itu
seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan yang mempunyai
70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.”[5]
E. Hukum membuat dan
meriwayatkan hadits maudhu’
Umat Islam telah
sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’ dengan
sengaja adalah haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah mengetahui
hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi
tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan sesudah
meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu
sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits
tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi, sesudah
mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau
amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau
tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali,
hukumnya tidak boleh.
F. Kitab-kitab yang memuat
hadits maudhu’
Para ulama muhaditsin,
dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadits, berhasil mengumpulkan
hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup banyak, di
antaranya;
1. Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis dalam ilmu ini).
2. Al-La’ali Al-Mashnu’ah
fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti
(Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).
3. Tanzihu Asy-Syari’ah
Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
4. Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dha’ifak, karya Al-albani
G.
Cara mengetahui hadits maudhu
1. Adanya pengakuan dari
pembuatannya
2. Maknanya rusak, dalam
arti bertentangan dengan alqur’an, hadits mutawatir dan hadits shahih
3. Matannya menyebutkan
janji yang besar untuk perbuatan kecil.
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
Pengertian hadits
maudhu mempunyai bermacam-macam pendapat, walaupun demikian dapat ditarik
kesimpulah bahwa hadits maudhu adalah hadis palsu yang dibuat oleh seseorang
dan disandarkan kepada nabi Muhammad saw. Adapun latar belakangnya hadits
maudhu tersebut hakikatnya adalah pembelaan atau pembencian terhadap suatu
golongan tertentu.
Hadits maudhu dapat
diidentifikasi keberadaannya dengan mengetahuinya berdasarkan metode-metode
tertentu, misalnya mengetahui ciri-ciri yang terdapat pada sanad dan matannya.
Menyikapi terhadap
adanya hadits maudhu sangat beragam, ada sekelompok orang yang menyikapinya
dengan menerima tanpa pertimbangan tertentu, ada pula yang menerimanya dengan
berbagai catatan tertentu, bahkan ada pula yang tidak menerimanya sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
·
Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, raja
grapindo persada, Jakarta, 1993.
·
Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul
Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
·
M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, jakarta:
Bulan Bintang, 1987.
·
H. Zeid B. Smeer, Lc, M.A, Ulumul Hadis, Malang: UIN Malang Press,
2008.
[1] Drs. Munzier suprapto.
M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1993), h. 52-53.
[2] Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul
Hadits, (Bandung:: Pustaka Setia, 2009), h. 74.
[4] M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits,(Jakarta: Bulan Bintang,
1987), h. 22-23.
[5] http://rafiatunnajahqomariah.blogspot.com/2012/05/makalah-hadits-maudhu.html (Kamis, tanggal 21
maret 2013 pada jam 11.15 Wit).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar