PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder,
maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian
masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan
oleh Lembaga Perbankan Syariah, salah
satunya adalah Ijarah (sewa-menyewa). Ijarah adalah transaksi
sewa-menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Dalam praktik lembaga
keuangan syariah terdiri dari dua bentuk , yaitu : Ijarah dan al-Ijarah
al-Muntahiya bi al-Tamlik. al-Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik sama dengan pengertian ijarah di atas tetapi
dalam al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik barang yang disewakan berubah
kepemilikan. Jadi untuk lebih jelasnya tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi
al-Tamlik (IMBT) akan dibahas pada halaman selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-Tamlik (IMBT) ?
2.
Bagaimana
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-Tamlik (IMBT) ?
3.
Skema
Pembiyaan al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-Tamlik (IMBT) ?
4.
Bagaimana
Aplikasi Pembiyaan IMBT Pada Kepemilikan Perumahan (KPR) ?
5.
Bagaimana
Solusi Pembiayaan al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-Tamlik (IMBT) Berbasis
Dinar ?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT)
Secara bahasa, al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik memiliki
arti dengan memecah dua kata di dalamnya. Pertama adalah kata al-ijarah
yang berarti upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan.
Dan kata kedua adalah kata al-tamlik, secara bahasa memiliki makna yang
dapat menjadikan orang lain untuk memiliki sesuatu. Sedangkan menuru istilah, al-tamlik
bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa
dengan imbalan atau tidak. Jadi al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
adalah perjanjian untuk memanfaatkan (sewa) barang antara bank dengan nasabah
dan pada akhir masa sewa, nasabah akan memiliki barang yang telah disewakannya.[1]
Sedangkan didalam Fatwa MUI
(Majelis Ulama Indonesia) nomor : 27/DSN-MUI/III/2002, IMBT adalah perjanjian
sewa menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang
disewa, kepada penyewa, setelah selesai masa aqad ijarah. [2]
Adapun didalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (BAPEPAM dan LK) Nomor : PER.04/BI/2007
dalam bab ketentuan umum IMBT adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)
antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan
penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang
tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.[3]
Akad pembiayaan IMBT ini timbul dalam praktek perbankan karena
adanya tuntutan kebutuhan yang semakin berkembang dalam masyarakat, yang mana
ternyata tidak diikuti dengan peningkatan kondisi keuangan yang signifikan,
sehingga tidak dapat mengimbangi pemenuhan akan berbagai kebutuhan tersebut.[4]
B.
Fatwan DSN Tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-tamlik
(IMBT)
Menimbang :
a.
Bahwa
dewasa ini dalam masyarakat telah umum dilakukan praktik sewa beli, yaitu
perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas
benda yang disewa, kepada penyewa, setelah selesai masa sewa.
b.
Bahwa
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) memerlukan akad sewa-beli yang sesuai dengan Syariah.
c.
Bahwa
oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa
tentang sewa-beli yang sesuai dengan syariah, yaitu akad al-ijarah
al-muntahiyah bi al-tamlik atau al-ijarah wal al-iqtina untuk
dijadikan pedoman.
Mengingat :
1.
Firman
Allah dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 1 yaitu :
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& Ïqà)ãèø9$$Î/ . . .
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu . . .”
2.
Hadits Nabi
riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf :
الصُّلْحُ
جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ اِلَّا صَلْحًا حَرَمَ حَلَالًا أَوْ اَحَلَّ حَرَامًا
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَمَ حَلَالًا أَوْ اَحَلَّ
حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمر بن عوف)
Artinya :
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram.
3.
Kaidah
Fiqh
اَلأَ صْلُ فِي الْمُعَا مَلَا تِ الْإِ بَا حَةُ إِلًّا اَنْ يَدُلًّ
دَلِيْلٌ عَلَي تَحْرِيْمِهَا
Artinya :
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
Memperhatikan :
1.
Surat
dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan No.2293/DSAK/IAI/I/2002 tertanggal 17
Januari 2002 perihal permohonan fatwa.
2.
Pendapat
peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14
Muharram 1423 H/28 Maret 2002.[5]
Mengenai akad ini diatur dalam Fatwa DSN-MUI No.27/DSN-MUI/III/2002
tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT). Secara lengkap mengenai al-Ijarah
al-Mutahiyah bi al-Tamlik adalah sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan Umum :
1.
Semua
rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah (Fatwa DSN nomor
09DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi
al-Tamlik.
2.
Perjanjian
untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani.
3.
Hak
dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.[6]
Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1.
Pihak
yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan
akad ijarah erlebih dahulu, akad pemindahan kepemilikan, baik dengan
jual beli atau pembelian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah
selesai.
2.
Janji
pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’d,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akan pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah
selesai.[7]
Ketiga :
1.
Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak,maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. [8]
2.
Fatwa
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan di sempurnakan sebagaimana
mestinya.[9]
C.
Skema Pembiayaan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT)
PENJUAL OBJEK B. Milik NASABAH
SUPLIER SEWA
3.
Sewa Beli
A.
Milik
2.
Beli Objek Sewa 1.
Pesan Objek Sewa
BANK
SYARIAH
Keterangan :
1.
Nasabah
memesan untuk menyewa barang kepada Bank.
2.
Bank
membeli dan membayar barang kepada Suplier.
3.
Suplier mengirim barang kepada Nasabah.
4.
Nasabah
membayar sewa kepada Bank.
5.
Masa
sewa diakhiri dengan Nasabah membeli barang tersebut.[10]
D.
Aplikasi Pembiayaan IMBT Pada Kepemilikan Perumahan (KPR)
Dalam Islam pembiayaan untuk membantu masyarakat dalam rangka
memenuhi kebutuhan akan rumah pun bisa menjadi prioritas dalam mewujudkan
keadilan sehingga target pasarnya pun tidak hanya orang-orang-orang yang
memenuhi kriteria bank yang mampu dan berhak untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan.
Sebuah instrumen pembiayaan perumahan harus memenuhi akad atau
kontrak yang diperbolehkan oleh aturan syariah yaitu akad yang tidak mengandung
riba, maysir, dan gharar yang salah satu diantaranya adalah akad IMBT (al-Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik).
Terdapat banyak akad lain yang bisa menjadi pilihan dalam melakukan
pembiayaan perumahan secara syariah, yaitu akad al-Ijarah al-Muntahia bi al-Tamlik.
Akad ini merupakan akad sewa (ijarah) dan suatu aset riil, yaitu pembeli
rumah menyewa rumah yang telah dibeli oleh bank, dan diakhiri dengan
perpindahan kepemilikan dari bank kepada pembeli rumah. Didalam akad IMBT ini
terdapat dua buah akad, yaitu akad jual-beli (al-Bai’) dan akad IMBT
sendiri, yang merupakan akad sewa menyewa yang diakhiri dengan perpindahan
kepemilikan .[11]
Contoh :
Ada seseorang yang hendak menjual rumah seharga Rp 100.000.000,- .
Dan ada seorang pembeli B yang ingin membeli rumah tersebut dengan meminta bantuan
Bank A memberikan pembiyaan, maka Bank A dapat menawarkan kepada pembeli B
untuk bekerja sama dengan akad IMBT.
Maka kontrak
pertama yang dilakukan adalah Bank A harus membeli rumah kepada penjual rumah
dengan harga Rp 100.000.000,- dan akan dilanjutkan dengan perjanjian kontrak
kedua, yaitu Bank A menyewakan rumahnya kepada pembeli B. misalkan biaya sewa
yang di sepakati adalah sebesar Rp 1.000.000,- perbulan selama 10 tahun (120
bulan), maka pembeli B akan mengeluarkan uang sampai 10 tahun adalah sebesar Rp
1.000.000,- dikali 120 bulan adalah sebesar Rp 120.000.000,-.
E.
Potensi Masalah al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-Tamlik (IMBT)
1.
Pada
akad IMBT, apabila pembeli B tidak dapat melakukan pembelian rumah sebelum
jangka waktu berakhir karena apabila pembelian rumah dilakukan sebelum masa
sewa berakhir, maka Bank A akan mengalami kerugian, yaitu pendapatan yang
diperoleh lebih kecil daripada uang yang sudah dikeluarkan pada saat pembelian
dilakukan sebelum masa sewa berakhir, pembeli B tetap melunasi biaya
sewa-menyewa. Namun, solusi ini pun merugikan pembeli B sehingga perlu
dijelaskan didalam kontrak yang dijelaskan suatu skenario perhitungan apabila
pembeli B melakukan pembelian rumah yang dimiliki Bank A lebih cepat dari
jangka waktu sewa yang disepakati.
2.
Dari
sisi keuangan, akad IMBT ini secara relative cenderung memiliki potensi
yang merugikan salah satu pihak. Bank memiliki kemungkinan kerugian yang lebih
besar daripada konsumen. Harga sewa akan cendrung mengalami peningkatan seiring
dengan berjalannya waktu. Namun, harga sewa dalam akad IMBT ini sudah
disepakati secara tetap diawal transaksi.
3.
Dari
sisi harga, harga jual pada saat akhir periode sewa yang sudah ditentukan
diawal pun berpotensi memiliki perbedaan prediksi, yaitu harga jual yang
disepakati lebih kecil dari pada harga pasar. Hal ini pun dapat merugikan bank
penerbit pembiayaan akad IMBT ini.
F.
Solusi Pembiayaan : al-Ijarah al-Muntahiyah Bi al-Tamlik
(IMBT) Berbasis Dinar.
Ijarah Muntahiyah Bi Tamlik
(IMBT) adalah salah satu solusi pembiyaan Islam bagi orang yang membutuhkan
suatu barang namun belum memiliki dana yang cukup, bahkan untuk membeli secara
angsuran-pun tabungannya belum mencukupi untuk membayar uang muka.
IMBT merupakan solusi karena dengan menyewa secara bulanan seperti
menyewa barang pada umumnya tetapi pada akhir periode sewa yang disepakati.
Pihak yang menyewakan memindahkan kepemilikan kendaraan tersebut kepada
penyewa. Pemindahan kepemilikan ini bisa dengan jual beli atau bahkan dengan
hibah saja. Namun, pembiayaan IMBT merupakan salah satu solusi kepemilikan
suatu baranag bukan berarti pembiayaan IMBT tidak mengandung resiko kerugian.
Kerugian bisa terjadi kepada pihak bank yang memberikan pembiayaan. Kemungkinan
kerugian bisa terjadi ketika pembelian rumah dilakukan sebelum masa sewa berakhir,
karena pendapatan yang diperoleh lebih kecil daripada uang yang sudah dikeluarkan pada saat membeli
suatu barang. Kecuali pada saat pembelian dilakukan sebelum masa sewa berakhir,
pihak pembeli tetap melunasi biaya sewa. Namun, solusi ini pun merugikan pihak
pembeli sehingga perlu dijelaskan didalam kontrak yang menjelaskan suatu skenario
perhitungan apabila pihak pembeli melaukan pembeliaan rumah yang dimiliki bank
lebih cepat dari jangka waktu sewa yang disepakati.
Dari sisi keuangan, akad IMBT ini secara relatif cendrung memeliki
potensi yang merugikan salah satu pihak. Bank memiliki kemungkinan kerugiaan
yang lebih besar daripada konsumen. Harga sewa akan cendrung mengalami
peningkatan seiring dengan berjalannya waktu. Namun, harga sewa dalam akad IMBT
ini sudah disepakati secara tetap diawal transaksi.
Dari sisi harga, harga jual pada saat akhir periode sewa yang sudah
ditentukan diawal pun berpotensi memiliki perbedaan prediksi, yaitu harga jual
yang disepakati lebih kecil daripada harga pasar. Hal ini pun dapat merugikan
bank penerbit pembiayaan akad IMBT ini.
Sebagai solusi dari permasalahan ini, pembiayaan IMBT dengan menggunakan
nilai dirham emas memiliki nilai yang stabil dari pada uang kertas yang
nilainya menurun sehingga bisa menimbulkan keadilan bagi pihak yang memberikan
pembiayaan (pihak bank).
Contohnya :
MR. A membutuhkan mobil kijang baru untuk keperluan pekerjaannya,
harga kijang baru sekarang Rp 228.300.000,- atau setara 163 dinar. Bila MR. A
menyewa dalam bentuk kontrak sewa biasa mobil tersbut dalam kondisi baru
perbulannya sekarang sekitar Rp 7,5 juta – Rp 8 juta tergantung kelengkapan.
Bila MR. A membeli secara angsuran, uang muka-nya Rp 45.660.000,- (belum
termasuk asuransi dan administrasi) dan angsuran bulanan untuk 3 tahun adalah
Rp 6.252.900,- perbulan.
Dalam konsep IMBT berbasis dinar, pihak yang menyewakan akan
membeli mobil tersebut penuh dengan uangnya sendiri senilai 163 dinar. Kemudian
menyewakannya kepada MR. A perbulannya sebesar 5,71 dinar/bulan misalnya atau
dengan harga dinar saat ini kurang lebih setara Rp 8 juta. Nampak bahwa besaran
sewa masih dikisarkan biaya sewa yang wajar untuk mobil tersebut. Ini prasyarat
agar IMBT yang tentu saja syar’i ini tetap menarik bagi penyewa.
Dengan pola biaya
sewa bulanan 5,71 dinar, pihak yang menyewakan sudah akan menerima kembali
modal pada bulan yang ke-29. Keuntungan dalam bentuk dinar Insya Allah akan
diperolehnya mulai bulan ke 30 sampai akhir masa sewa bulan ke-36. Keuntungan
sekitar 42,35 dinar atau sekitar 26% daam 3 tahun ini cukup bagi pihak yang
menyewakan, sehingga bersamaan dengan itu pihak yang menyewakan dapat
menghibahkan kendaraannya kepada si penyewa.
Karena akumulasi penerimaan uang sewa sampai akhir periode tetap
dalam bentuk dinar yaitu sebesar 205,42 dinar , maka akumulasi uang sewa inipun
akan cukup untuk membeli mobil baru sejenis saat itu dan menyisakan keuntungan.
Keadaan seperti diatas tidak mudah diterapkan dengan uang kertas
rupiah karena dengan tingkat keuntungan 26% dalam 3 tahun dan yang menyewakan
akan menerima kerugian karena menurunnya daya beli. Sehingga, jangankan bisa
menghibahkan, untuk menjual murah seharga nilai bukupun pihak yag menyewakan
belum tentu mau. Pada akhir periode dana yang terkumpul tidak cukup untuk
membeli mobil baru dan hanya cukup bila mobil bekas tetap menjadi milik yang
menyewakan.
Yang perlu diketahui oleh penyewa adalah karena dia akan membayar
sewa menggunakan dinar, dia perlu mengatasipasi dan menyesuaikan kemampuannya
untuk membayar dalam dinar ini, karena kemungkinan besarnya harga dinar terus
naik selama periode sewa.
Pembiayaan IMBT dengan menggunkan nilai dinar saat ini sudah
digunakan oleh Gerai Dinar atau Koperasi BMT Daarul Muttaqiin dan baru terbatas
hanya untuk anggotanya, inipun dengan syarat yang ketat. Namun demikian, mereka
membuka diri bagi pihak perbankan/lembaga pembiayaan manapun para koperasi/BMT,
yang ingin melakukan kerjasama untuk pengembangan produk IMBT berbasis dinar
ini, agar layanan ini bisa available untuk masyarakat yang lebih luas.[12]
PENUTUP
A.
Simpulan
Al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik adalah perjanjian untuk memanfaatkan (sewa) barang antara bank
dengan nasabah dan pada akhir masa sewa, nasabah akan memiliki barang yang
telah disewakannya. Sedangkan didalam Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) nomor
: 27/DSN-MUI/III/2002, IMBT adalah
perjanjian sewa menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas
benda yang disewa, kepada penyewa, setelah selesai masa aqad ijarah.
Mengenai akad ini diatur dalam fatwa DSN-MUI No.27/DSN-MUI/III/2002
tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT). Secara lengkap
mengenai IMBT adaah sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan Umum :
1.
Semua
rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah (Fatwa DSN nomor
09DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi
al-Tamlik.
2.
Perjanjian
untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani.
3.
Hak
dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1.
Pihak
yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan
akad ijarah terlebih dahulu, akad pemindahan kepemilikan, baik dengan
jual beli atau pembelian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah
selesai.
2.
Janji
pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’d,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akan pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Ketiga :
1.
Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak,maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.
Fatwa
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan di sempurnakan sebagaimana
mestinya.
Pembiayaan IMBT ini merupakan solusi pembiayaan bagi orang yang
membutuhkan bahkan ingin memiliki suatu barang namun belum memiliki dana yang cukup.
Walaupun demikian, pembiayaan IMBT ini mengandung kemungkinan resiko kerugian
baik bagi penyewa maupun bagi pihak yang menyewakan.
Kemungkinan kerugian bisa terjadi ketika pembelian barang yang
disewakan dilakukan sebelum masa sewa berakhir, karena pendapatan yang
diperoleh lebih kecil dari pada uang yang sudah dikeluarkan pada saat membeli
suatu barang. Kecuali pada saat pembelian dilakukan sebelum masa sewa berakhir,
pihak pembeli tetap melunasi biaya sewa-menyewa. Namun, solusi ini pun
merugikan pihak pembeli sehingga perlu dijelaskan di dalam kontrak.
Dari sisi keuangan, akad IMBT ini secara relatif cendrung memeliki
potensi yang merugikan salah satu pihak. Bank memiliki kemungkinan kerugiaan
yang lebih besar daripada konsumen. Harga sewa akan cendrung mengalami
peningkatan seiring dengan berjalannya waktu. Namun, harga sewa dalam akad IMBT
ini sudah disepakati secara tetap diawal transaksi.
Dari sisi harga, harga juan pada saat akhir periode sewa yang sudah
ditentukan diawal pun berpotensi memiliki perbedaan prediksi, yaitu harga jual
yang disepakati lebih kecil daripada harga pasar. Hal ini pun dapat merugikan
bank penerbit pembiyaan akad IMBT ini.
.
B. Saran- Saran
1.
Al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT) memang memiliki keunggulan yaitu pembiayaan yang dapat
dilakukan oleh semua kalangan masyarakat yang ingin memiliki suatu barang
dengan akad sewa menyewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang
yang di sewa. Tetapi dari keunggulan ini IMBT memiliki kelemahan yang dapat
merugikan salah satu pihak, misalnya IMBT dengan transaksi uang rupiah atau
kertas, sehingga apabila nilai rupiah mengalami deflasi maka akan merugikan
pihak yang menyewakan. Jadi solusinya dari permasalah ini adalah dengan cara
pembiayaan IMBT yang menggunakan nilai dirham emas yang memiliki nilai yang
stabil dari pada uang kertas yang nilainya menurun, sehingga bisa menimbulkan
keadilan bagi pihak yang memberikan pembiayaan (pihak bank).
2.
Dalam
al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik pihak bank sebaiknya lebih teliti
lagi dalam memilih atau menerima nasabah, agar menghindari pembayaran pelunasan yang jatuh tempo. Sehingga pihak
bank dapat mengambil kebijakan yang adil bagi nasabah yang melakukan hal
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
-
Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Payung Hukum Perbankan Syariah di
Indonesia. Yogyakarta : UII Perss.
-
Ascarya, . 2008. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
-
Burhanuddin S., 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.
Yogyakarta : UII Press.
-
Drs.H.M.Fauzan,SH.,MM.,MH., 2009. Kompilasi hukum Ekonomi Syariah.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
-
http://www.bprsvitkacentral.com/main/index.php/kebijakan/fatwa.dsn/90-27dsn-muiii
2002-al-ijarah-al-muntahiyah-bi-al-tamlik.
-
http://nonkshe.wordpress.com/2010/12/09/pembiayaan-ijarah
muntahiyah-bi-tamlik-imbt-berbasis-dinar/
-
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH.,MH., 2008. Aspek Hukum Reksa
Dana Syariah di Indonesia . Bandung : PT. Refika Aditama.
-
Prof.Dr.H.Zainuddin Ali, M.A., 2008. Hukum Perbankan Syariah.
Jakarta : Sinar Grafika.
-
Syafi’I Antonio, Muhammad, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Jakarta : Gema Insani Press.
[1]
http://nonkshe.wordpress.com/2010/12/09/pembiayaan-ijarah-muntahiyah-bi-tamlik-imbt-berbasis-dinar/
[2]
Syafi’I Antonio, Muhammad, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta :
Gema Insani Press, cet.1, 2001), hal : 118
[3]
http://nonkshe.wordpress.com/2010/12/09/pembiayaan-ijarah-muntahiyah-bi-tamlik-imbt-berbasis-dinar/
[4]
http
://www.bprsvitkacentral.com/main/index.php/kebijakan/fatwa.dsn/90-27dsn-muiii 2002-al-ijarah-al-muntahiyah-bi-al-tamlik.
[5]
Anshori, Abdul Ghofur, Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia
(Yogyakarta : UII Perss, 2007), hal :145
[6]
http://undang-undag-jilbab.blogspot.com/2012/02/al-ijarah-al-muntahiyah.bi-al-tamlik.html.
[7]
Drs.H.M.Fauzan,SH.,MM.,MH., Kompilasi hukum Ekonomi Syariah (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, cet.1, 2009), hal :93
[8]
Prof.Dr.H.Zainuddin Ali,M.A., Hukum Perbankan Syariah (Jakarta : Sinar
Grafika, cet.1, 2008), hal : 256
[9]
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH.,MH., Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di
Indonesia ( Bandung : PT. Refika Aditama, cet 1, 2008 ), hal : 27
[10] Burhanuddin S., Hukum Perbankan Syariah di
Indonesia (Yogyakarta : UII Press, 2008), hal :273
[11]
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah ( Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2008), hal :224
[12]
http://nonkshe.wordpress.com/2010/12/09/pembiayaan-ijarah-muntahiyah-bi-tamlik-imbt-berbasis-dinar/
bagus artikelnya, tks posting bermanfaat
BalasHapusterima kasih atas ilmunya kak.. saya izin copas buat bahan makalah saya ya kak.. :)
BalasHapus