“Pembiayaan Publik Pemerintah
Tidak Proporsional”
Dalam penyampaian nota
keuangan RAPBN 2013 pertengahan Agustus 2012 pemerintah masih melestarikan
tradisi pembiayaan konsumtif belanja rutin daripada melakukan pembiayaan
produktif belanja modal.
Hal itu bisa kita
cermati manakala melihat porsi anggaran RAPBN 2013 mendatang dimana 63 persen
porsi anggaran digunakan subsidi energi dan belanja pegawai negeri sipil
sementara untuk pembiayaan pembangunan infrastuktur hanya disisakan 17 persen.
Perinciannya adalah
dari total belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2012 dianggarkan Rp 1.139
triliun dari total pendapatan negara yang mencapai Rp 1.657,9 triliun. Sebanyak
Rp 316,1 triliun dialihkan untuk membiayai subsidi BBM dan belanja pegawai
memakan biaya Rp 241,1 triliun, sementara belanja modal hanya Rp 193,8 triliun.
Dengan porsi anggaran tersebut, kita
melihat ada ketimpangan proporsional dalam faktor pembiayaan tersebut. Sebagai
contoh dalam subsidi energi yang mencapai 87 persen total belanja rutin, kita melihat
bahwa selama ini subsidi BBM tidak tepat sasaran karena selama ini subsidi
tersebut lebih banyak dinikmati oleh kalangan golongan atas dan tidak merembet
ke golongan bawah.
Meskipun kini, pemerintah menghimbau
agar masyarakat menengah atas menggunakan bahan bakar non subsidi. Namun
demikian, faktanya yang terjadi ialah antrean kendaraan bermotor keluaran
terbaru dan plat merah pun masih memadati pompa bensin premium daripada
Permatax yang antriannya bisa dihitung dengan jari.
Inkonsistensi pemerintah lainnya
terhadap komitmen efisiensi anggaran terlihat dari penerimaan CPNS 2012 di saat
moratorium CPNS masih berlaku hingga 31 Desember 2012 mendatang membesarnya
gaji PNS pada 2013 mendatang naik tujuh persen melalui pembiayaan yang mencapai
Rp 241,1 triliun. dalam RAPBN 2013 terjadi defisit anggaran mencapai Rp 150,2
triliun, pemerintah tetap menggelar rekrutmen CPNS dan menaikkan gaji PNS
sebanyak tujub persen pada 2012-2013. Dalam mengamati hal ini pemerintah
seyogyanya harus mengendalikan pengeluaran pegawai dan sebaliknya meningkatkan pengeluaran
terkait belanja modal.
Imbas dari sikap
inkonsistensi pemerintah tersebut adalah semakin terhambatnya proses
pembangunan infrastruktur di berbagai tempat sehingga berdampak pada menurunnya
kualitas infrastruktur yang ada.
Setiap tahun,
APBN Negara Indonesia selalu defisit, lebih besar belanja negara dibandingkan
dengan sumber-sumber pendapatan yang bisa didapatkan.
Ditjen Pengelolaan
Utang Negara melaporkan bahwa total utang pemerintah di tahun 2013 ini akan
mendekati angka Rp 2.000 triliun dengan
PDB senilai Rp9.270 triliun. Peningkatan total utang Indonesia dari
tahun 2012 - 2013 yaitu sekitar Rp 24,58 triliun. Salah satu penyebabnya karena pemerintah masih melestarikan tradisi pembiayaan konsumtif belanja rutin
daripada melakukan pembiayaan produktif belanja modal. Yang menjadikan negara
kita bergantung kepada negara lain.
Dalam pengertian
anggaran negara, utang luar negeri disebut juga sebagai sumber pendanaan
alternatif yang digunakan untuk pembiayaan anggaran negara. Di satu sisi, utang
luar negeri dapat menjadi sumber pendanaan anggaran (APBN), akan tetapi di sisi
lain menjadi beban anggaran, karena dibebankan persyaratan pembayaran bunga dan
cicilan pokok u
tang luar negeri.
Di sisi lain, menurut
data yang dilansir Kementrian BUMN, bahwa total aset 141 BUMN mencapai sekitar
Rp2.505 triliun (antaranews.com).
Dengan asumsi
pertumbuhan aset BUMN tiap tahun bisa mencapai 20%, dengan memakai hitungan
sederhana maka pada tahun kelima, dengan menjual kepemilikan saham sebesar 49%
ke publik dan hasil penjualan saham tadi akan dapat menutup seluruh utang,
tidak sekedar menambal lubang yang bocor pada APBN (defisit) namun bisa
memperkuat dan memberikan kontribusi nyata bagi pembiayaan pembangunan.
Ada beberapa hal yang bisa
dilakukan pemerintah agar tidak bergantung dari utang dan defisit anggaran, yaitu
tidak ada korupsi, mendorong penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak,
melakukan efisiensi penggunaan anggaran, memaksimalkan
pembiayaan produksi biaya modal agar terpenuhinya kebutuhan produksi serta
usaha, seperti halnya alat-alat teknologi yang menunjang dalam produksi pangan sehingga
terpenuhinya kebutuhan pangan dalam negeri dan semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi
dalam negeri agar terhapusnya sifat ketergantungan dari luar negeri.
Dengan demikian Negara Indonesia
akan menjadi Negara maju dengan limpahan yang kaya akan sumber daya
alam. Pertumbuhan ekonomi akan semakin lebih baik dari sebelumnya, dan
Negara Indonesia akan lebih bisa berkarya tanpa memikirkan beban utang luar
negeri lagi.
Oleh
: -
Shinta Fitriana
-
Siti Masitah
-
Wardah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar