BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Islam adalah agama yang universal. Agama
yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam
kehidupan ini yang tidak
dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh oleh nilai
Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele.
Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah
perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon pendamping
hidup, hingga bagaimana memperlakukannya
calon pendamping tersebut menjadi sang penyejuk hati. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana
mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah
dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah Saw, begitu pula dengan
pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona.[1]
Dari paparan tersebut penulis tertarik
untuk mendalami lebih lanjut lagi mengenai perkawinan ini. Sehingga penulis
mengambil judul tentang “Perkawinan Dalam Islam”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka
disusunlah rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan perkawinan dalam Islam?
2. Apa tujuan perkawinan dalam Islam?
3. Bagaimana tata cara perkawinan dalam Islam?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui kedudukan perkawinan dalam
Islam.
2. Untuk mengetahui tujuan perkawinan dalam
Islam .
3. Untuk mengetahui tata cara perkawinan dalam
Islam.
D.
Definisi Operasional
Untuk mempermudah dalam penelitian ini, maka penulis akan mengemukakan
beberapa definisi operasional, sebagai
berikut:
1. Perkawinan atau pernikahan adalah ikatan
lahir batin antara pria dan wanita untuk menjadi suami isteri dengan tujuan
membentuk sebuah keluarga.
2. Ijab ialah
ucapan menikahkan secara lisan oleh
wali pengantin perempuan.
3. Qabul ialah
penerimaan (penjawaban) yang dilisankan oleh pengantin lelaki.
4. Mahar adalah mas kawin atau hak seorang
wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya.
5. Wali adalah orang yang paling dekat dengan
si wanita.
6. Saksi adalah orang yang melihat langsung
kejadiaan tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Perkawinan
Perkawinan atau
nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah ialah ijab
dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan
perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut
peraturan yang ditentukan oleh Islam. Persoalan perkawinan adalah persoalan
yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini
bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi
juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur,
karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan
nilai-nilai akhlak yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan
sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. Akad nikah (perkawinan)
adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci.[2]
Islam telah
menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri
manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami.
Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan
itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik ra, berkata : “Telah bersabda Rasulullah Saw yang artinya: “Barangsiapa menikah, maka ia telah
melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
memelihara yang separuhnya lagi”. [3]
B.
Kedudukan Perkawinan Dalam Islam
1. Wajib
kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bisa menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) dan orang tersebut juga mampu membayar
mahar (mas kawin) dan mampu menafkahi calon isterinya.
2. Sunat
kepada orang yang mampu tetapi dapat menahan nafsunya.
3. Makruh
kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi
tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
4. Haram
bagi
orang yang tidak mampu untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak
berkuasa (lemah) dan tidak punya keinginan menikah sehingga kalau dipaksakan akan berdampak negatif (penganiayaan) terhadap isterinya.[4]
C.
Tujuan Perkawinan Dalam Islam
1. Untuk
memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
2. Untuk
membentengi ahlak yang luhur
3. Untuk
menegakkan rumah tangga yang Islami.
4. Untuk
meningkatkan ibadah kepada Allah.
5. Untuk
mencari keturunan yang shalih
D.
Tata Cara Perkawinan Dalam Islam
Islam telah
memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan
Al-Qur’an dan Sunnah yang sahih, yaitu:
1. Khitbah
(Peminangan)
Seorang muslim
yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu,
karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam
melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain.[5]
2. Aqad
Nikah
Dalam aqad
nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
a. Adanya
suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya
Ijab Qabul.
Syarat ijab:
-
Pernikahan hendaklah tepat.
-
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran.
-
Diucapkan oleh wali atau wakilnya.
-
Tidak diikatkan
dengan tempoh waktu seperti mutaah (nikah kontrak)
-
Tidak ada prasyarat sewaktu ijab dilafazkan.
Syarat qabul:
-
Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab.
-
Tiada perkataan sindiran.
-
Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab
tertentu).
-
Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah (nikah
kontrak).
-
Tidak ada prasyarat sewaktu qabul dilafazkan.
-
Menyebut nama calon isteri.
-
Tidak diselangi dengan perkataan lain.
c. Adanya
Mahar
d. Adanya
Wali
Syarat wali yaitu beragama Islam, lelaki,
baligh, tanpa adanya paksaan, berakal, merdeka dan tidak fasik.
e. Adanya
Saksi-saksi
Syarat-syarat
saksi yaitu sekurang-kurangnya dua orang, beragama Islam,
berakal, baligh, memahami kandungan lafaz ijab dan qabul, adil, merdeka dan
berjenis kelamin laki-laki.[6]
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Masyhur, Kahar , Fikih Sunnah. Jakarta:
Kalam Mulia, 1990.
Nasution, Amir Taat, Rahasia Perkawinan Dalam Islam.
Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, Cet. 3, 1994.
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah.
Bandung: PT. Alma’arif Bandung, 1993.
B. Artikel
[3] http://www.suaramedia.com/artikel/14-kumpulan-artikel/850-pengertian-pernikahan-dalam-islam.html diakses Sabtu, 27 April 2013, jam 15.40 WITA.
[4] Amir Taat Nasution, Rahasia
Perkawinan Dalam Islam (Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1994), Cet. 3, hal.
4
[5] http://denchiel78.blogspot.com/2010/04/perkawinan-menurut-hukum-islam.html diakses Sabtu, 27 April 2013, jam 13.35 WITA.
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
BalasHapushanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)